Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Aksi
Pemburu Suara
0
Suka
82
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Arman adalah seorang pengemudi Gojek di kota kecil bernama Citra Langit. Kota itu sedang menghadapi suasana panas menjelang pilkada. Poster dan spanduk kandidat terpampang di setiap sudut jalan, sementara debat sengit sering terdengar di warung kopi tempat warga berkumpul. Bagi Arman, semua itu adalah sekadar latar belakang kehidupan sehari-harinya. Ia tidak terlalu peduli dengan siapa yang akan menang, selama pemimpin baru itu bisa memperbaiki jalan rusak yang sering dilaluinya.

Sebagai tulang punggung keluarga, Arman bekerja keras untuk menghidupi istri dan anak semata wayangnya, Dika, yang masih duduk di bangku SD. Setiap pagi hingga malam, ia mengantarkan penumpang, makanan, dan barang, berkeliling kota dengan motornya yang sudah mulai rewel. Meski hidup pas-pasan, Arman adalah orang yang jujur dan selalu berusaha menjalankan tugasnya dengan baik.

Malam itu, setelah mengantar penumpang terakhir, Arman mendapat pesanan GoSend dari sebuah kawasan sepi di pinggiran kota. Pengirimnya adalah seorang pria berkaca hitam yang menunggu di sudut gelap jalan. Dengan nada singkat, pria itu menyerahkan tas hitam berukuran sedang kepada Arman, lalu memberinya alamat tujuan tanpa banyak bicara.

"Pak, mau saya antar ke mana tas ini?" tanya Arman.

"Ikuti alamatnya saja," jawab pria itu singkat, lalu menghilang ke dalam bayangan.

Merasa aneh, Arman tetap menerima pesanan itu karena ia butuh tambahan penghasilan untuk membayar cicilan. Tapi tanpa disadari, tas itu akan membawa Arman pada sebuah malam penuh bahaya yang menguji keberaniannya.

Dalam perjalanan menuju alamat tujuan, Arman tidak bisa menghilangkan rasa aneh yang menggelayuti pikirannya. Tas hitam di kursi belakang motornya terasa lebih berat dari biasanya, bukan hanya karena isi tas, tetapi juga karena aura misteri di balik pesanan itu. Penasaran, Arman menepi di sebuah warung kopi kecil di pinggir jalan. Ia memarkir motornya dan memeriksa tas tersebut.

Dengan hati-hati, ia membuka resleting tas sedikit, cukup untuk melihat isinya. Matanya membelalak saat melihat tumpukan amplop cokelat tebal berisi uang yang terbungkus rapi.

“Astaga, ini uang semua!” gumamnya. Arman segera menutup tas itu dan berdiri, jantungnya berdegup kencang.

Ia mencoba menghubungi nomor pengirim, tetapi tidak ada jawaban. Ia mengusap wajahnya, mencoba berpikir jernih.

"Ini pasti ada hubungannya dengan pilkada," pikirnya.

Namun, sebelum ia sempat memutuskan langkah selanjutnya, dua pria berperawakan besar menghampirinya. Mereka terlihat mencurigakan, dengan tatapan tajam yang langsung tertuju pada tas hitam di motornya.

"Hei, tas itu buat kami," ujar salah satu pria dengan nada memerintah.

"Maaf, Pak. Saya hanya disuruh mengantar," jawab Arman dengan gugup.

"Tidak perlu banyak bicara. Serahkan tasnya!" Pria lainnya mulai mendekat dengan nada mengancam.

Arman tahu situasi ini berbahaya. Dengan cepat, ia naik ke motornya dan memutar gas penuh, meninggalkan warung dengan suara deru mesin yang memecah keheningan malam. Kedua pria itu segera mengejarnya dengan sepeda motor, memulai kejar-kejaran yang mendebarkan di jalanan sempit kota.

Arman harus menggunakan semua keterampilannya untuk menghindari mereka. Ia berbelok tajam ke gang kecil, memotong jalan melewati pasar malam, dan bahkan hampir menabrak gerobak tukang sate. Namun, pengejarnya tidak menyerah. Dalam hatinya, ia hanya punya satu tujuan: selamat dari malam ini, dan mencari tahu kebenaran di balik tas penuh uang itu.

Arman akhirnya berhasil lolos sementara dari pengejaran setelah melintasi jalanan sempit di pasar malam yang membingungkan para pria bertubuh besar itu. Nafasnya memburu, dan ia segera mengarahkan motor ke rumah Dani, sahabat lamanya yang kini bekerja sebagai jurnalis. Dani adalah satu-satunya orang yang ia percayai untuk membantu memahami situasi yang semakin kacau ini.

Sesampainya di rumah Dani, Arman mengetuk pintu dengan tergesa-gesa. Dani membuka pintu, terkejut melihat sahabatnya yang basah oleh keringat dan tampak cemas.

"Arman? Apa yang terjadi?" tanya Dani.

"Kita harus bicara. Ini penting!" jawab Arman sambil menyeret tas hitam ke dalam rumah.

Dani memeriksa isi tas itu dan langsung memahami situasi. "Ini jelas money politik. Amplop ini biasanya digunakan untuk membeli suara pemilih, terutama di malam-malam terakhir sebelum pemungutan suara. Dan jumlahnya banyak. Siapa pun yang terlibat pasti besar," ujar Dani sambil menunjuk isi tas.

Arman mengangguk. "Masalahnya, mereka tahu aku punya tas ini. Mereka mengejarku. Aku nggak tahu harus ngapain lagi."

"Kalau begini, kita nggak bisa langsung ke polisi. Banyak oknum di sana yang mungkin terlibat," balas Dani. "Tapi ada dokumen ini."

Dani menunjukkan beberapa dokumen di dalam tas yang mengaitkan salah satu kandidat pilkada dengan kelompok kriminal. Mereka segera mengambil foto dokumen-dokumen itu untuk dijadikan bukti. Namun, sebelum mereka sempat membuat langkah lebih jauh, terdengar suara keras dari luar.

BRAK! Pintu rumah Dani dihantam keras, dan sekelompok pria kekar masuk dengan paksa. "Serahkan tasnya, atau kalian habis di sini!" ancam salah satu pria.

Arman, tanpa berpikir panjang, mengambil helmnya dan memukul salah satu pria di kepala. Keributan pun pecah. Arman dan Dani berjuang melawan para penyusup, menggunakan apa pun yang ada di sekitar mereka-kursi, buku tebal, bahkan sapu kayu. Meski kalah jumlah, mereka memanfaatkan ruang sempit rumah Dani untuk menjebak dan melumpuhkan beberapa lawan.

Namun, situasi semakin kritis ketika salah satu pria berhasil merebut tas itu dan melarikan diri ke luar rumah. Dengan sisa tenaga, Arman mengejar pria itu menggunakan motornya, sementara Dani tetap di rumah untuk mengamankan bukti digital. Arman tahu ini adalah kesempatan terakhirnya untuk memastikan tas itu tidak kembali ke tangan yang salah. Dalam kecepatan tinggi, ia memacu motornya, siap untuk menghadapi apa pun yang akan terjadi selanjutnya.

Arman memacu motornya menembus gelapnya malam, mengikuti pria yang membawa tas hitam itu. Jalanan sepi membuat suara deru mesin motor mereka terdengar jelas, seperti detak jantungnya yang berpacu dengan waktu. Ia tahu, jika tas itu hilang, semua usaha dan keberaniannya akan sia-sia.

Pria itu berusaha menjauh dengan zig-zag di jalanan kota, sesekali melirik ke belakang memastikan Arman tetap di kejauhan. Namun, Arman tidak menyerah. Ia mempercepat laju motornya, memanfaatkan pengalamannya sebagai pengemudi ojek untuk mencari celah. Ketika pria itu mencoba berbelok ke sebuah gang sempit, Arman memotong jalur lewat sisi trotoar dan berhasil mendekatinya.

Melihat Arman semakin dekat, pria itu panik. Ia merogoh tas dan mengeluarkan salah satu amplop, melemparkannya ke arah Arman untuk mengalihkan perhatian. Amplop-amplop itu beterbangan, isinya berhamburan di udara seperti hujan uang. Namun, Arman tetap fokus. Dengan keberanian penuh, ia menabrakkan motornya ke motor pria itu, membuat keduanya terjatuh keras di jalanan.

Pria itu bangkit lebih dulu, meraih tasnya, dan mencoba melarikan diri dengan berjalan kaki. Namun, Arman mengejarnya, meski tubuhnya kesakitan akibat tabrakan. Dalam upaya terakhir, Arman melompat dan menjegal kaki pria itu. Keduanya terjatuh lagi, bergumul di aspal dingin.

Dengan susah payah, Arman berhasil merebut tas itu. Namun, suara sirene polisi tiba-tiba terdengar mendekat. Sekelompok petugas turun, mengepung mereka. Arman mendongak, terengah-engah, saat melihat salah satu polisi yang ia kenali sebagai orang yang diduga bekerja untuk kandidat kotor itu.

"Bagus, tasnya sudah aman. Serahkan ke kami," ujar polisi tersebut dengan senyum licik.

Namun, sebelum Arman sempat merespon, Dani muncul dari balik kerumunan dengan beberapa wartawan di belakangnya. "Semua ini sudah direkam dan disiarkan langsung!" teriak Dani. Polisi itu terdiam, wajahnya memucat.

Berita itu meledak di media keesokan harinya. Skandal money politik terbongkar, dan kandidat yang terlibat didiskualifikasi dari pilkada. Meski lelah dan terluka, Arman merasa lega. Ia kembali ke kehidupannya sebagai pengemudi ojek, membawa kebanggaan baru sebagai pria sederhana yang berani melawan ketidakadilan.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Aksi
Cerpen
Pemburu Suara
zain zuha
Novel
Bronze
Candy
Rama Sudeta A
Flash
JIKA MOTOR BISA NGOMONG..
Shabrina Farha Nisa
Novel
AKU BUKAN BERANDALAN
Sufaat pranduwinata
Flash
Bronze
Kekuatan Bukan Hanya Tentang Kekerasan
Imajiniaindoinesia
Flash
Pendingin ruangan
roma dhon
Novel
Bronze
Tragedi 98
Erlani Puspita
Novel
Bronze
Sekolah petarung
Bungaran gabriel
Flash
Bronze
Wanita Pilu🧕🏻
Mazvirah Sari
Cerpen
Malam Kematian
Lily N. D. Madjid
Cerpen
Cyber Security
Vitri Dwi Mantik
Novel
Langkah Awal Menuju Dunia
Andhika Tulus Pratama
Novel
VLINDER
Yohanna Claude
Flash
Rokok tak berasap
Mahmud
Cerpen
Bronze
Pemanah Angin
Nabilla Shafira
Rekomendasi
Cerpen
Pemburu Suara
zain zuha
Cerpen
Tiang Nostalgia
zain zuha
Cerpen
Beruang dan Serigala
zain zuha
Cerpen
Mie di Kala Hujan
zain zuha
Cerpen
Diari Raka
zain zuha
Cerpen
Dua Matahari
zain zuha
Cerpen
Jejak yang Hilang
zain zuha
Cerpen
Vampir yang Merindukan Rumah
zain zuha
Cerpen
Pergi Bersama
zain zuha
Cerpen
Bronze
Pahlawan dengan Manisan
zain zuha
Cerpen
Satu Astronot Telah Pergi
zain zuha
Cerpen
Terlahir Kembali
zain zuha
Cerpen
Pengantar Maut
zain zuha
Cerpen
Cawan Ajaib
zain zuha
Cerpen
Nenek Penyapa Jalan
zain zuha