Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Aku masih ingat dengan sangat jelas, seolah baru kemarin, pagi yang sejuk saat cahaya matahari menembus tirai kamar rumah sakit. Aroma antiseptik bercampur bau susu bayi yang samar adalah pengingat konstan akan keajaiban sekaligus kenyataan pahit yang kini mendekapku. Di pangkuanku, malaikat kecilku, Amir, terlelap damai. Kulitnya yang kemerahan, jari-jari mungilnya yang menggenggam erat jempolku, adalah anugerah terbesar dalam hidupku.
Mas Andra, suamiku, duduk di samping ranjang, menatap Amir dengan sorot mata yang sulit kujelaskan. Ada kebahagiaan di sana, jelas sekali. Senyum tipis mengembang di bibirnya, dan tangannya dengan lembut mengusap pipi mungil putranya. "Dia mirip sekali denganmu, Fatma," bisiknya, suaranya terdengar lebih lembut dari biasanya. Kalimatnya, alih-alih menghangatkan, justru menusukku. Mirip denganku? Apakah itu sebuah pujian atau justru kepedihan? Aku hanya membalas dengan senyum getir.
Di balik wajah ceria yang kupaksakan, hatiku bergejolak. Rasa perih mengantung, seperti awan mendung yang siap menumpahkan badai kapan saja. Aku meragukan durasi kebahagiaan ini. Setiap sentuhan Andra pada Amir, setiap kata yang ia ucapkan, terasa seperti pasir yang licin, tak bisa kugenggam. Aku tahu, aku hanya tahu, kebahagiaan yang kurasakan ini, kebersamaan dengan Mas Andra dan Amir, adalah fatamorgana yang bisa lenyap kapan saja. Ketakutan itu mencengkeramku, mengoyak setiap serat optim...