Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Drama
Bronze
Payung Merah Terakhir
4
Suka
8,108
Dibaca

Part 1

Kaca jendela kamarku tertutup oleh lapisan embun pagi, yang membuat pandanganku terhalang dan suasana jadi tampak muram. Namun, aku tak peduli dan kembali melanjutkan tidur.

Sisa genangan air hujan semalam masih terdengar berjatuhan. Tak ada satu pun dedaunan yang tampak kering, semuanya masih basah oleh hujan semalam. Bahkan rasa dingin masih menusuk, seolah menyusup ke dalam tulangku.

“Untung ini aku sedang libur, jadi aku bisa bangun siang sesukaku,” gumamku, merutuki diri sendiri atas kebiasaanku bermalas-malasan.

Sesekali aku menarik selimutku saat melihat terik matahari pagi mulai muncul dan menembus kamarku melalui celah ventilasi jendela. Hari libur memang menyenangkan, jadi aku punya alasan untuk tidak bangun pagi dan melanjutkan tidur.

Tak berselang lama, tiba-tiba terdengar derap langkah kaki yang terhenti tepat di depan pintu rumahku. Perlahan, aku menoleh ke arah sumber suara itu. Hingga beberapa detik kemudian terdengar ketukan pintu yang tersamarkan oleh rintik gerimis pagi ini yang masih intens.

TOK TOK TOK

“Siapa sih, pagi-pagi udah bertamu? Ganggu aja!” cetusku sembari menutup kedua telingaku dengan bantal untuk kembali melanjutkan tidur.

Namun, rasa malasku kembali buyar dengan suara ketukan itu yang kembali membuatku terjingkat. Dengan sedikit kesal, aku berusaha menyingkirkan rasa malas dan beranjak dari tempat tidur untuk membukakan pintu.

Tapi, begitu pintu terbuka, tak terlihat siapa yang datang. Hanya ada sebuah payung merah yang masih terbuka lebar di depan pintu rumahku.

Aku kembali mengedarkan pandanganku ke segala arah, mencari tahu siapa yang meletakkan payung merah itu. Tapi sama sekali tidak ada siapa-siapa.

“Hah! Payung merah?”

“Itu sudah sering terjadi beberapa tahun ini, semenjak kamu lulus SMA, Nak,” sahut ibuku sambil meletakkan beberapa piring di meja makan.

“Apa ibu tahu siapa yang ngirim?”

“Tentu saja tidak. Tapi, setiap gerimis, selalu ada ketukan pintu yang kemudian meninggalkan payung merah di depan rumah.”

“Aneh...”

Ibuku tampak sedikit menghela napas sebelum akhirnya kembali ke dapur. Raut wajahnya tak seperti biasa.

“Emang sebenarnya siapa sih, Bu, yang ngirim payung?”

“Ibu sendiri juga tidak tahu, Nak. Itu sudah berlangsung tujuh tahun lamanya setelah kamu lulus SMA dan melanjutkan kuliah di luar kota. Sejak itu, setiap gerimis, selalu ada ketukan pintu yang meninggalkan payung merah bertengger di depan rumah.”

Tak terasa sudah lama aku tidak pulang. Sejak meninggalkan rumah ini untuk kuliah, segalanya tampak berbeda. Rumah orang tuaku, beberapa rumah tetangga, bahkan cat di dinding rumah kami sudah memudar, seolah waktu terus berlalu tanpa menunggu.

Melihat foto-foto lama yang tersimpan di lemari, kenangan masa-masa SMA kembali muncul. Di salah satu foto, ada wajah yang sangat aku kenal, yang mengingatkanku pada payung merah yang selalu muncul di depan rumah.

“Nak, ayo makan dulu. Kamu kan baru sampai tadi malam, p...

Baca cerita ini lebih lanjut?
Rp15.000
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Drama
Cerpen
Bronze
Jika Miskin, Meski Saudara Tidak Akan Kasihan
Yovinus
Cerpen
Bronze
Payung Merah Terakhir
Sang Ghania
Novel
LIKA LIKU KEHIDUPAN
dede sulfarihah
Novel
ZETA
Pukul Sepuluh Malam
Novel
Pacar Sewaan
Daca Dacita
Novel
Bronze
DIGDAYA
Wulan Kashi
Skrip Film
CONSCIENCE
Ni Luh Putu Anggreni
Flash
Bronze
Tikus Di Kamar
Viola khasturi
Flash
Pengalaman ternikmat
Prihyati
Cerpen
Mencari Cinta Di Kelab Malam
Hans Wysiwyg
Cerpen
Bronze
Dunia Panggung Sandiwara
Firmansyah Slamet
Novel
Bronze
Dukung Penikung Cinta
Fizhi Vie
Novel
Bronze
Pengantin 98
Herman Sim
Novel
Bronze
From Nerd To An Idol
Momento Mori
Skrip Film
i want you to be fine (Script)
imajihari
Rekomendasi
Cerpen
Bronze
Payung Merah Terakhir
Sang Ghania