Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Bagian 1: Cahaya dalam Reruntuhan Pyrocore
Pyrocore, tanah di ujung timur Land of Dawn, dikenal sebagai Tanah Api. Bukit-bukitnya memancarkan kehangatan alami, dan langit senja seringkali berwarna jingga kemerahan. Di tengah lembah yang diapit oleh gunung berapi tidur, berdiri puing-puing Desa Ignis. Di situlah Xborg menghabiskan hari-harinya.
Berbeda dengan gambaran pejuang muram yang hanya dipenuhi dendam, Xborg adalah seorang pemuda tekun. Ya, hatinya terluka melihat desanya hancur bertahun-tahun lalu oleh serbuan makhluk aneh dari celah-celah bumi. Namun, rasa sakit itu berubah menjadi tekad untuk melindungi. Daripada meratapi, ia memanfaatkan keahliannya sebagai ahli mesin. Dengan cermat, ia mengumpulkan logam-logam sisa reruntuhan, merancang, dan merakit. Tangannya yang setengah mekanik bergerak lincah menyolder dan mengencangkan baut. Saat ini, ia sedang menguji coba modifikasi terbaru pada *Flame Gauntlet*-nya, sarung tangan peluncur api.
“Konsentrasi aliran energi… stabil. Daya dorong… perlu ditingkatkan sedikit lagi,” gumamnya, mencoret-coret di buku sketsanya yang penuh diagram. Suara ledakan lembut sesekali terdengar dari kedalaman bumi, sebuah fenomena biasa di Pyrocore yang disebut para tetua sebagai ‘napas bumi’. Xborg lebih memandangnya sebagai tantangan teknis untuk dipahami daripada tanda kegelapan.
Saat ia mengarahkan *Gauntlet*-nya ke target batu besar, tiba-tiba terjadi ketidakstabilan. Sebuah percikan api yang lebih besar dari perhitungannya menyambar keluar, namun bukannya menghantam batu, energi itu memantul ke udara dan, dengan suara *whoosh* yang aneh, membentuk lingkaran cahaya berputar – sebuah portal energi!
Xborg terpeleset, matanya membelalak. Dari pusaran cahaya itu, sebuah sosok perlahan turun. Sosok itu berkilauan dengan cahaya hijau kebiruan yang lembut, seperti aurora. Bajunya terbuat dari bahan yang tak dikenal, mengalir seperti air. Wajahnya tenang, dan matanya memancarkan kebijaksanaan yang dalam.
“Apa… siapa kau?” tanya Xborg, waspada namun tidak agresif, tangannya masih memegang *Gauntlet* yang berasap.
Sosok itu mendarat dengan anggun. “Salam. Namaku Uranus,” suaranya jernih dan menenangkan, seperti gemericik air. “Aku berasal dari Celestia, kota yang terapung di langit. Ada ketidakseimbangan energi yang besar yang kurasakan di bawah. Portal itu menarikku ke sini. Apakah kau yang menciptakan gangguan energi tadi?”
Xborg mengangguk perlahan, masih memproses kejadian ini. “Aku… sedang menguji alat. Xborg, namaku. Kau bilang ketidakseimbangan? Apa maksudmu?”
**Bagian 2: Penjaga dari Langit dan Api yang Bersatu**
Uranus mengamati sekelilingnya, matanya menyapu puing-puing desa dan tekad yang terpancar dari mata Xborg. “Energi di Land of Dawn sedang kacau. Ada bayangan gelap yang merayap, mengganggu keseimbangan alam. Aku diciptakan oleh para Archemage kuno untuk menjaga harmoni ini.” Ia menunjuk ke arah portal yang mulai memudar. “Gangguan dari alatmu, meski kecil, seperti lampu mercusuar di kegelapan bagi energi yang kukendalikan. Itu menarikku.”
Xborg memandang alatnya, lalu ke Uranus. “Jadi… kau bukan ancaman? Aku pikir kau mungkin terkait dengan makhluk yang menghancurkan desaku dulu. Mereka juga muncul dari bawah tanah.”
“Aku datang untuk memahami, bukan untuk merusak,” jawab Uranus tegas. “Rasa sakitmu… aku bisa merasakan gelombang energinya. Tapi kau mengubahnya menjadi sesuatu yang membangun. Itu mulia.” Ia mengulurkan tangannya, dan dari telapaknya, memancarkan cahaya hijau lembut yang menyentuh logam *Gauntlet* Xborg. Logam itu bergetar halus, merespon.
Xborg terkejut. “Energimu… terasa akrab. Seperti inti dari mesinku, tapi… hidup.”
“Mungkin karena kita sama-sama terhubung dengan energi dasar Land of Dawn,” ujar Uranus, tersenyum kecil. “Aku membawa energi pelindung dan regenerasi. Kau… kau membawa energi transformasi dan tekad yang membara. Lihat.”
Cahaya hijau Uranus menyelimuti *Flame Gauntlet*. Kerusakan kecil akibat ledakan tadi mulai memperbaiki diri. Api yang biasanya oranye kemerahan di ujung *Gauntlet* kini memiliki semburat hijau.
“Astaga,” bisik Xborg, kagum. “Bagaimana kau melakukannya?”
“Ini adalah potensinya,” kata Uranus. “Bayangkan apa yang bisa kita capai jika kekuatan kita digabungkan. Bukan untuk menghancurkan, tapi untuk membangun kembali, melindungi. Aku merasakan sumber ketidakseimbangan itu kuat di wilayah ini. Maukah kau menjelajahinya bersamaku? Dengan caramu yang memahami tanah ini, dan kekuatanku untuk merasakan aliran energi?”
Xborg memandang reruntuhan desanya, lalu ke tangan Uranus yang masih memancarkan cahaya menenangkan, dan akhirnya ke *Gauntlet*-nya yang kini berkilau dengan potensi baru. Dendam lama terasa memudar, digantikan oleh rasa penasaran dan harapan. “Ya,” katanya, suaranya lebih tegas. “Mari kita cari tahu apa yang mengganggu Land of Dawn. Bersama.”
Saat mereka berjabat tangan, cahaya hijau Uranus dan jingga api Xborg menyatu. Sebuah kilatan cahaya putih menyilaukan memancar, dan ketika redup, berdiri sebuah sosok yang lebih tinggi. Tubuhnya berbalut lapisan baja yang terlihat tangguh namun fleksibel, berkilau dengan semburat oranye dan hijau. Di lengannya terpasang *Gauntlet* yang lebih besar, memancarkan api plasma yang stabil dan bercahaya hijau. Mata yang memandang adalah perpaduan tekad Xborg dan kebijaksanaan Uranus.
“Aku… kita… adalah Xranus,” suara yang keluar adalah perpaduan keduanya, penuh kekuatan dan ketenangan. “Penjaga Keseimbangan.”
**Bagian 3: Tarian Cahaya Bulan dan Akurasi Kimia di Moonlight Glen**
Berpindah ke barat Land of Dawn, suasana berubah drastis. Moonlight Glen adalah hutan suci yang dipayungi pepohonan raksasa berdaun keperakan. Cahaya bulan selalu seolah lebih terang di sini, menyinari kabut ungu lembut yang menyelimuti lantai hutan. Di antara dahan-dahan tinggi, melompat dengan lincah dan senyap, adalah Miya. Rambut peraknya berkibar, telinga runcingnya mendeteksi setiap bisikan angin.
Miya adalah Penjaga Bulan suku Elven. Sejak kecil, ia dilatih menjadi pemanah ulung, bukan untuk berperang, tapi untuk menjaga keseimbangan alam Moonlight Glen. Keluarganya, seperti banyak Elven lain, menghilang bertahun-tahun lalu saat ‘Kabut Kelam’ tiba-tiba menyelimuti bagian utara hutan. Miya tidak membenci, tapi bertekad untuk memahami dan melindungi sisa keindahan yang ada.
Malam itu, saat ia sedang merapikan anak panahnya di altar bulan kecil, sebuah cahaya terang menyembur di langit – bintang jatuh! Namun, ini berbeda. Bintang itu tidak padam, tapi meledak dengan suara gemuruh yang mengganggu keheningan hutan, di arah utara, dekat wilayah Kabut Kelam.
“Itu bukan meteor biasa,” gumam Miya, naluri penjaganya berdesir. Dengan gerakan gesit, ia melesat menuju sumber suara, panahnya sudah terpasang di busur.
Sesampainya di tepi wilayah kabut ungu yang lebih pekat, ia melihat pemandangan aneh. Seorang gadis manusia berambut pendek cokelat, mengenakan jas lab yang sudah koyak, sedang berlari kencang menghindari jeratan akar-akar tanaman besar yang bergerak sendiri! Tanaman-tanaman itu mengeluarkan cairan lengket dan duri beracun. Gadis itu membawa sesuatu yang mirip senapan besar dengan tabung-tabung berwarna-warni.
“Awas!” teriak Miya saat sebuah akar besar hendak menyambar gadis itu dari belakang. Tanpa berpikir, ia menarik busurnya. *Swoosh!* Panah berpendar cahaya bulan melesat tepat memotong ujung akar itu.
Gadis itu terkejut, berbalik. Matanya lebar penuh ketakutan dan kelegaan. “H-hey! Terima kasih!” Ia segera mengangkat senapannya dan menembakkan gelembung cairan hijau ke arah tanaman yang mendekat. Gelembung itu meledak dengan percikan kimia, membuat tanaman itu mengerut.
“Siapa kau? Apa yang terjadi di sini?” tanya Miya, dengan sigil memindahkan posisi, terus membidik ancaman.
“Kimmy! Namaku Kimmy!” jawab gadis itu sambil terus menembak. “Aku dari Moniyan Lab! Aku sedang mencari Luminescent Moss, jamur yang bersinar! Tapi tanaman-tanaman ini jadi gila!”
“Mereka bereaksi terhadap sesuatu,” balas Miya, panahnya kembali melesat menembus ‘mata’ tanaman lain. “Wilayah ini sensitif sejak Kabut Kelam datang. Jamur yang kau cari tumbuh di gua dekat sini. Tapi berbahaya sekarang. Kenapa kau membutuhkannya?”
Kimmy menghela napas. “Untuk membuat penawar! Di kotaku, Moniyan, ada wabah aneh yang membuat orang lemah. Jamur ini adalah komponen kunci! Tapi… kota itu juga mulai aneh. Tanah retak-retak, bayangan hitam merayap…” Suaranya terdengar putus asa. “Senjataku, Chemical Hysteria, dirancang untuk menetralisir polutan dan bahan berbahaya, bukan untuk melawan tanaman raksasa!”
Miya merenung sejenak. Ia melihat ketulusan dan keputusasaan di mata Kimmy. Gairahnya untuk membantu rakyatnya mencerminkan tanggung jawabnya sendiri sebagai Penjaga. “Kimmy,” katanya dengan suara lebih lembut. “Aku Miya. Aku bisa membawamu ke gua itu. Aku tahu jalannya. Tapi kita harus bekerja sama. Kau punya pengetahuan kimia dan senjata penjinak. Aku punya kecepatan dan akurasi di hutan ini. Apa kau setuju?”
Harapan menyala di mata Kimmy. “Serius? Ya! Tentu saja! Bersama kita pasti bisa!”
**Bagian 4: Harmoni Cahaya dan Formula**
Perjalanan ke gua penuh tantangan. Miya memimpin dengan lincah, menghindari jebakan akar dan area kabut yang terlalu pekat. Kimmy mengikuti, senjatanya siap siaga, memberikan informasi tentang jenis tanaman dan racun yang mereka hadapi.
“Hati-hati! Spora di depan itu memabukkan!” peringat Kimmy saat Miya hendak melompati semak berduri.
Miya segera mengubah arah. “Terima kasih! Lihat, guanya di balik air terjun kecil itu!”
“Bagus! Tapi… air terjunnya terlihat keruh. Tidak seperti biasanya,” komentar Kimmy, mengamati melalui kacamata khusus di senjatanya.
Tiba-tiba, dari balik air terjun, muncul makhluk seperti bunga raksasa dengan mulut bergigi. Bau busuk menyengat. “Ini dia penjaganya!” seru Miya, langsung membidik.
Kimmy tidak kalah cepat. “Aku urus gasnya! Kau fokus ke intinya!” Ia menembakkan gelembung ungu yang meledak di depan bunga itu, mengeluarkan kabut yang menetralisir bau dan membuatnya pusing. Miya tidak menyia-nyiakan kesempatan. *Twang!* Panah bercahaya bulan miliknya melesat tepat ke pusat bunga itu. Makhluk itu mengerang dan ambruk.
Mereka saling memandang, napas sedikit tersengal. “Kerja bagus, Kimmy!” puji Miya.
“Kau yang menembak dengan sempurna!” balas Kimmy, tersenyum lebar untuk pertama kalinya sejak mereka bertemu. “Kita tim yang hebat!”
Di dalam gua yang dipenuhi lumut bersinar lembut, Kimmy dengan hati-hati mengumpulkan sampel yang dibutuhkan. “Ini dia! Dengan ini, aku bisa menyempurnakan penawarnya!” Ia memandang Miya dengan penuh syukur. “Terima kasih, Miya. Tanpamu…”
“Kita saling membutuhkan,” sela Miya dengan lembut. “Aku melihat tekadmu untuk menyelamatkan rakyatmu. Itu sangat mirip dengan tanggung jawabku menjaga hutan ini. Musuh kita mungkin sama – ketidakseimbangan yang kau sebut bayangan hitam itu.” Ia memandang senjata Kimmy. “Kekuatanmu unik, Kimmy. Bukan untuk menghancurkan, tapi untuk menyembuhkan, menetralisir.”
Kimmy memandang senjatanya, lalu ke Miya. “Kekuatanmu juga… begitu tepat, begitu… harmonis dengan alam. Bayangkan jika kita gabungkan akurasi panahmu dengan formula kimia penjinakku. Kita bisa menciptakan sesuatu yang lebih efektif untuk melindungi, untuk memulihkan keseimbangan.”
Miya tersenyum, matanya berbinar seperti bulan purnama. “Aku setuju. Mari kita coba. Untuk Land of Dawn.”
Mereka berdiri berhadapan. Miya mengangkat busurnya, cahaya bulan terkumpul di ujung anak panah yang belum terpasang. Kimmy mengarahkan senjatanya, tabung-tabung berwarna berputar, memilih formula. Cahaya bulan dan uap kimia berwarna-warni mulai berputar, menyatu. Kilatan cahaya putih membungkus mereka.
Ketika cahaya mereda, berdiri seorang pemanah yang anggun. Rambut perak Miya dihiasi jalinan rambut cokelat Kimmy. Busurnya kini lebih ramping, terbuat dari logam ringan dan kayu bercahaya, dengan mekanisme kecil di gagangnya. Anak panahnya bukan lagi kayu biasa, tetapi proyektil energi yang ujungnya berkilau dengan cairan kimia terkonsentrasi. Matanya memancarkan ketenangan Miya dan kecerdasan analitis Kimmy.
“Kita adalah Mikya,” suara mereka berpadu, melodius dan tegas. “Pembawa Keseimbangan.”
**Bagian 5: Persimpangan Takdir di Heartland**
Xranus bergerak melintasi Heartland, dataran luas di pusat Land of Dawn. Uranus, melalui indranya yang tajam terhadap energi, memimpin mereka menuju titik ketidakstabilan terbesar. Xborg, dengan pemahamannya tentang medan, memilih rute teraman.
“Energi kegelapan ini seperti jaring laba-laba,” komentar Uranus dari dalam kesadaran bersama. “Terpusat tapi menjalar. Ada sesuatu yang besar bersembunyi di bawah kita.”
“Tanahnya terasa… sakit,” tambah Xborg, merasakan getaran lembut melalui kaki mekanik mereka. “Seperti mesin yang kelebihan beban. Kita harus menemukan sumbernya sebelum…”
Tiba-tiba, serangan datang dari dua arah! Dari langit, panah energi bercahaya dengan ujung kimia melesat di depan mereka, meledak di tanah dan menciptakan penghalang asap berwarna yang tidak berbahaya tapi mengganggu pandangan. Dari bumi, semburan api plasma Xranus secara refleks membentuk perisai energi hijau, menahan ledakan kecil itu.
“Siapa di sana? Tunjukkan dirimu!” gertak Xranus, *Gauntlet*-nya bersiap.
Dari balik pepohonan, muncul Mikya, busurnya masih terarah, namun tidak agresif. “Kami yang seharusnya bertanya!” suara Miya yang dominan. “Energimu… campuran, seperti kami. Tapi terasa berbeda. Apa tujuanmu?”
Xranus menurunkan *Gauntlet*-nya sedikit, merasakan energi yang mirip dari sosok pemanah itu. “Kami mencari sumber ketidakseimbangan yang mengganggu Land of Dawn,” jawab Uranus, tenang. “Kami adalah Xranus. Fusion dari penjaga langit dan ahli mesin tanah api. Dan kalian?”
Mikya juga mulai rileks. “Kami Mikya. Fusion dari penjaga hutan bulan dan kimiawan kota sains. Kami juga mengejar bayangan gelap yang mengancam tanah kami.”
Xborg mengambil alih percakapan. “Xborg, bagian ‘tanah api’ itu. Jadi kalian juga merasakannya? Monster-monster aneh, energi yang kacau?”
“Ya!” jawab Kimmy dari Mikya. “Di Moniyan, wabah aneh dan retakan tanah! Di Moonlight Glen, tanaman jadi buas dan Kabut Kelam! Kita menghadapi musuh yang sama!”
Keempat kesadaran dalam dua tubuh fusion itu saling merasakan. Ada kelegaan menemukan sekutu, dan keheranan pada fenomena fusion yang mereka alami.
“Fusion… ini luar biasa,” ujar Miya. “Merasa lebih kuat, lebih… lengkap.”
“Seperti dua potong puzzle yang saling melengkapi,” setuju Uranus. “Xborg memberiku pemahaman tentang bumi, aku memberinya stabilitas energi.”
“Kimmy memberiku pengetahuan untuk menciptakan solusi, aku memberinya kecepatan dan koneksi dengan alam,” tambah Miya.
“Musuh kita satu, tapi kita hanya berempat… maksudku, berdua fusion,” kata Xborg, sedikit bingung. “Tapi mungkin belum cukup. Turtle Monster yang kami hadapi sebelumnya sangat kuat.”
“Turtle Monster?” tanya Kimmy, penasaran. “Seperti apa?”
Xranus dan Mikya duduk di rerumputan. Di bawah langit Heartland yang mulai memudar, mereka berbagi cerita. Xranus bercerita tentang Pyrocore, desa Ignis, dan pertemuan mereka yang dramatis. Mikya berbagi kisah Moonlight Glen, Moniyan Lab, dan pertemuan mereka di hutan. Mereka bercerita tentang Turtle Monster raksasa bersisik baja yang mereka lawan bersama (Xranus menahan, Mikya menemukan titik lemahnya), dan betapa sulitnya mengalahkannya.
“Jadi, Lord Land of Dawn… dialah dalang semua ini,” gumam Miya setelah Xranus menyebutkan nama itu dari informasi Turtle Monster. “Dan dia jauh lebih kuat.”
“Kita harus ke Benteng Kegelapan,” tegas Uranus. “Di ujung barat. Itu muara energi gelap. Tapi kita butuh rencana. Butuh lebih banyak kekuatan.”
“Maksudmu… fusion kita berdua?” tanya Kimmy, membayangkan kemungkinannya. “Xranus dan Mikya… bersatu?”
“Energinya… bisa sangat besar,” kata Xborg, matanya berbinar penuh ide. “Tapi juga berisiko. Kita belum pernah mencoba.”
“Kita harus mencoba,” kata Miya dengan keyakinan. “Untuk Land of Dawn.”
**Bagian 6: Ujian di Celah Bumi**
Perjalanan menuju ujung barat Land of Dawn, tempat Benteng Kegelapan konon berdiri, tidaklah mudah. Heartland yang biasanya subur mulai menunjukkan tanda-tanda sakit. Tanah retak-retak kering, tanaman layu, dan udara terasa berat. Xranus dan Mikya berjalan berdampingan, energi fusion mereka memancarkan kehangatan dan cahaya yang menangkal kesuraman di sekeliling.
“Konsentrasi energi gelap semakin kuat,” gumam Uranus dari dalam Xranus, matanya (atau kesadaran kolektifnya) memindai cakrawala. “Seperti magnet raksasa yang menarik semua kegelapan.”
“Dan kita berjalan menuju magnet itu,” balas Xborg, suaranya tegas tapi waspada. “Tapi setidaknya kita bersama.”
Mikya, dengan pandangan Miya yang tajam dan analisis Kimmy, memperhatikan detail. “Lihat retakan tanah itu, Kimmy. Cairan hitam menggenang. Itu bukan minyak bumi biasa.”
“Betul,” jawab Kimmy melalui kesadaran Mikya. “Komposisinya aneh, mengandung partikel energi gelap yang terdegradasi. Seperti... limbah.”
Tiba-tiba, tanah di depan mereka berguncang hebat. Lebih dahsyat dari gempa biasa. Dari celah besar yang terbuka dengan suara mengerikan, muncul sesuatu yang membuat mereka berdua kaget. Seekor makhluk kolosal, jauh lebih besar dari yang digambarkan sebelumnya. Kulitnya bukan sekadar sisik, melainkan lempengan baja hitam yang tampak hidup, berpola seperti tempurungang kura-kura purba. Matanya menyala merah darah, dan dari mulutnya yang penuh gigi runcing, keluar suara dengusan panas beracun. Inilah Turtle Monster, penjaga gerbang bawah tanah kegelapan.
“Lebih besar dari yang kuingat!” seru Xborg melalui Xranus, refleks mengangkat perisai plasma hijau-biru.
“Fokus!” perintah Uranus, menstabilkan energi perisai. “Temukan titik lemahnya!”
Turtle Monster mengaum, mengayunkan cakar besi raksasanya. *Bam!* Cakar itu menghantam perisai plasma Xranus. Getarannya dahsyat, membuat tanah bergetar. Xranus terdorong mundur beberapa meter, perisainya bergetar namun tetap utuh.
“Akurasiku, Miya!” seru Kimmy dari Mikya. Mikya sudah melesat ke samping, mencari sudut tembak. Busur kimianya ditarik, proyektil energi bercahaya bulan dengan ujung cairan kimia terkonsentrasi berputar di tali busur. *Swoosh!* Panah kimia melesat, menancap di sambungan antara lempengan baja di kaki monster. *Bzzzt!* Ledakan kimia kecil terjadi, disusul percikan listrik biru. Monster itu mengerang kesakitan, kakinya tersentak.
“Bagus! Tapi regenerasinya cepat!” teriak Miya, melihat luka kecil itu mulai menutup dengan kabut hitam.
“Serang bagian lehernya!” teriak Kimmy, mengamati melalui pengetahuan kimianya. “Tepat di bawah lempengan kedua! Ada jaringan energi yang rapuh!”
Turtle Monster, marah oleh serangan Mikya, mengarahkan mulutnya ke arah sang pemanah fusion. Semburan api hitam pekat menyembur! Mikya melompat tinggi dengan kelincahan elven, hampir menyentuh puncak pohon kering. Semburan api itu menghanguskan tanah tempat ia berdiri tadi.
“Xranus! Sekarang!” seru Mikya saat mendarat.
Xranus tidak perlu diminta dua kali. Dengan kekuatan gabungan Xborg dan Uranus, ia melesat maju, *Gauntlet* plasma menyala terang. Bukan api yang disemburkan, tetapi energi hijau pekat seperti cambuk plasma. *Crack!* Cambuk itu mendarat tepat di titik lemah leher yang ditunjukkan Kimmy. *KRAK!* Suara seperti logam pecah bergema.
Turtle Monster meraung kesakitan yang menggetarkan langit. Energi hitam menyembur dari lukanya. Ia goyah, lalu roboh dengan gemuruh dahsyat, membuat celah tanah di sekitarnya melebar. Tubuhnya perlahan larut menjadi kabut hitam yang terserap kembali ke dalam bumi.
Xranus dan Mikya mendekat, napas mereka sedikit tersengal. Energi fusion mereka masih stabil, tapi kelelahan terasa.
“Jika hanya penjaga gerbangnya saja sekuat ini…” gumam Xborg, memandang kabut hitam yang tersisa.
“... bagaimana dengan tuannya?” sambung Miya, suaranya lirih.
“Kita tidak punya pilihan lain,” kata Uranus dengan tenang. “Keseimbangan harus dipulihkan.”
“Dan kita punya satu sama lain,” tambah Kimmy, mencoba bersemangat. “Serta jamur penyembuhku yang nanti bisa berguna!”
**Bagian 7: Malam di Bawah Bayang-bayang Benteng**
Perjalanan setelahnya semakin suram. Langit tertutup awan hitam pekat yang tak pernah berlalu. Tanah gersang dan berbatu. Di kejauhan, akhirnya, mereka melihatnya: Benteng Kegelapan. Sebuah struktur raksasa yang terbuat dari batu hitam mengkilap, seolah dipahat dari kegelapan itu sendiri. Puncaknya menusuk langit kelabu, dan aura kehancuran yang terpancar darinya hampir terasa secara fisik.
Mereka memutuskan beristirahat di sebuah bukit kecil yang masih memiliki beberapa pohon kering yang keras, masih cukup jauh dari benteng tapi sudah merasakan tekanannya. Sebuah sumber air kecil yang nyaris kering memberi mereka sedikit kesegaran. Mereka memisahkan fusion untuk menghemat energi dan beristirahat lebih nyaman.
Keempatnya duduk melingkari api unggun kecil yang dibuat Xborg dari *Gauntlet*-nya. Suasana hening, dipenuhi pikiran tentang esok hari.
“Aku tidak pernah membayangkan perjalanan seperti ini,” ucap Xborg, memandang nyala api kecil di tangannya. “Setelah desaku hancur, aku hanya memikirkan bertahan dan memperbaiki. Tapi sekarang… aku membayangkan Pyrocore dipenuhi taman geothermal, tempat air hangat memancar di antara batu, dan tanaman aneh tapi indah tumbuh. Bukan hanya api yang menghancurkan, tapi api yang memberi kehidupan dan kehangatan.” Ia tersenyum kecil, mimpi itu terasa nyata untuk pertama kalinya.
Miya memandang rembulan yang nyaris tak terlihat di balik awan hitam. “Di Moonlight Glen, kami punya Festival Cahaya Bulan setiap bulan purnama. Seluruh hutan bersinar, anak-anak elven bermain di antara jamur bercahaya, nyanyian syukur menggema. Itu indah. Aku ingin mendengar nyanyian itu lagi, melihat tawa mereka tanpa bayang-bayang ketakutan.” Matanya berkaca-kaca, tapi penuh harapan.
Uranus, yang biasanya diam, memandang langit. “Celestia… kota terapungku. Biasanya ia memancarkan cahaya pelangi yang lembut, seperti permata di langit. Itu adalah simbol keseimbangan. Aku ingin melihatnya bersinar lagi, bukan hanya untukku, tapi sebagai tanda bahwa semesta kembali harmonis. Itulah takdirku, dan kini aku memahaminya bukan sebagai beban, tapi sebagai kehormatan.” Suaranya penuh keyakinan.
Kimmy memeluk lututnya. “Di Moniyan Lab… ada taman bermain di atap gedung tertinggi. Biasanya penuh tawa anak-anak yang bereksperimen dengan mainan sains sederhana. Sejak wabah dan bayangan hitam, tempat itu sepi. Aku ingin mendengar tawa mereka lagi. Aku ingin membuktikan… bahwa sains, senjataku, bisa menyembuhkan, bisa membangun, bisa membuat mereka tersenyum. Bukan hanya menghancurkan.” Suaranya bergetar penuh emosi.
Keheningan kembali menyelimuti, namun kali ini diisi oleh kehangatan mimpi bersama. Mereka saling memandang, menyadari benang merah yang menghubungkan mereka: keinginan untuk memulihkan, untuk melihat kehidupan dan cahaya kembali ke tanah mereka.
“Mimpi kalian… indah,” kata Miya, tersenyum. “Dan kita akan memperjuangkannya bersama. Besok.”
“Dengan fusion kita,” tambah Xborg, kepalan tangannya mengepal. “Api, plasma, panah, dan kimia. Gabungan yang sempurna untuk mengakhiri kegelapan.”
“Untuk keseimbangan,” ucap Uranus.
“Untuk masa depan,” tutup Kimmy.
Mereka beristirahat dengan tekad yang lebih menyala daripada api unggun kecil di tengah kegelapan yang mengintai.
**Bagian 8: Cahaya Melawan Kegelapan Abadi**
Pintu gerbang Benteng Kegelapan terbuka lebar, seolah menyambut mereka masuk ke perut kegelapan. Udara di dalamnya dingin menusuk tulang dan sunyi yang mencekik. Lorong-lorongnya luas, dihiasi pilar-pilar tinggi yang terbuat dari bahan yang sama gelapnya, menyerap hampir semua cahaya. Hanya energi dari Xranus dan Mikya yang menerangi jalan mereka, menciptakan bayangan-bayangan aneh yang menari-nari di dinding.
Mereka tidak diserang oleh pasukan. Kesunyian itu justru lebih menegangkan. Rasanya seperti benteng itu sendiri yang mengawasi, menunggu.
Akhirnya, mereka memasuki ruang takhta. Ruangan itu sangat luas, langit-langitnya tinggi tak terlihat. Di ujung ruangan, di atas podium batu hitam, duduk Sang Penguasa. Lord Land of Dawn.
Ia bukan raksasa, tapi sosoknya memancarkan kuasa yang luar biasa. Tubuhnya tinggi dan ramping, terbungkus jubah yang terbuat dari kegelapan itu sendiri, beriak seperti asap pekat. Di bawah kerudung jubah, hanya dua titik cahaya merah menyala yang terlihat sebagai mata. Sepasang sayap besar, seperti sayap kelelawar tapi terbuat dari bayangan padat, terlipat di punggungnya. Tangannya yang panjang dan kurus bertumpu pada gagang pedang besar yang ditancapkan di lantai, pedang itu menyerap cahaya di sekitarnya.
“Kalian akhirnya tiba,” suaranya bergema di seluruh ruangan, bukan dari mulut, tapi seperti gema dalam pikiran mereka, dingin dan menusuk. “Para serpihan yang menyatukan diri, berpikir bisa menantang kegelapan abadi.”
“Kami datang untuk mengakhiri kekacauanmu, Lord!” teriak Xranus, suara Xborg dan Uranus bersatu penuh tekad. *Gauntlet* plasma menyala terang, memancarkan aura pelindung di sekitar mereka.
“Kegelapanmu telah merusak keseimbangan, menyakiti banyak jiwa!” tambah Mikya, suara Miya dan Kimmy berpadu tegas. Busur kimia siap, proyektil energi berkilauan.
Lord Land of Dawn tertawa, suaranya seperti kaca pecah. “Keseimbangan? Kegelapan *adalah* keseimbangan. Cahaya hanyalah gangguan sementara. Aku adalah takdir akhir segala sesuatu.” Ia berdiri perlahan. Pedang hitamnya diangkat, menyerap sisa cahaya di ruangan itu, membuat mereka hampir dalam kegelapan total. Hanya aura fusion mereka yang bertahan. “Aku akan memisahkan kalian, mengembalikan kalian menjadi debu yang tak berarti!”
Pertempuran pun dimulai.
Lord bergerak dengan kecepatan yang tak masuk akal, menghilang dalam bayangan dan muncul di tempat lain. Pedang hitamnya menyambar, bukan hanya memotong fisik, tapi seperti menyedot energi. Xranus maju, perisai plasma hijau-birunya menahan sambaran pedang. *Clang!* Suara logam bergema. Xranus terdorong, perisainya retak sesaat sebelum diperbaiki oleh energi regenerasi Uranus. Semburan api plasma dari *Gauntlet* Xranus diarahkan ke Lord, tapi ia hanya mengangkat tangan, menciptakan perisai bayangan yang menyerap semburan api itu.
“Sekarang, Mikya!” seru Xranus.
Mikya sudah bergerak. Dari posisi tinggi, ia melepaskan hujan panah kimia. Beberapa berwarna biru beku, mencoba memperlambat Lord. Beberapa hijau asam, mencoba mengikis perisai bayangan. Beberapa kuning terang, menghasilkan ledakan cahaya yang menyilaukan. Lord menggerakkan pedangnya dengan lincah, memotong sebagian panah. Ledakan cahaya kuning membuatnya mendesis dan mundur selangkah.
“Cahaya! Mereka menggunakan cahaya sejati!” teriak Kimmy, menyadari kelemahan itu.
“Fokus pada itu, Miya!” balas Miya, segera memilih formula khusus yang memancarkan cahaya bulan murni.
Tapi Lord tidak tinggal diam. Ia membentangkan sayap bayangannya. Ribuan anak panah kecil terbuat dari kegelapan padat melesat ke segala arah! Serangan yang mustahil dihindari sepenuhnya. Xranus melompat, membentuk perisai plasma besar di atas Mikya. *Ting! Ting! Ting!* Anak panah bayangan menghantam perisai, beberapa menembus dan mengenai lapisan baja Xranus, terasa seperti dingin yang menusuk jiwa. Mikya sendiri berputar dengan lincah, memotong beberapa anak panah dengan busurnya, tapi satu mengenai bahunya. Ia menjerit kesakitan, bukan luka fisik, tapi perasaan kekosongan dan keputusasaan yang tiba-tiba menyergap.
“Mikya!” teriak Xranus.
“Aku… aku baik-baik saja!” jawab Mikya, menggigit bibir, berjuang melawan pengaruh gelap. Cahaya dari panahnya sedikit meredup.
Lord memanfaatkan kesempatan. Ia mengarahkan pedangnya ke Xranus. Seberkas energi gelap murni melesat! Xranus mengangkat perisai, tapi kekuatannya terlalu besar. *BOOM!* Perisai plasma pecah berkeping-keping. Energi gelap itu menerpa mereka berdua.
Saat itulah yang mereka takutkan terjadi. Kilatan energi menyilaukan, diikuti perasaan terpisah yang menyakitkan. Fusion mereka terpecah!
Xborg, Uranus, Miya, dan Kimmy terlempar ke lantai dingin, terpisah beberapa meter. Mereka kehilangan kekuatan gabungan yang luar biasa itu. Rasa lelah, sakit, dan tekanan kegelapan langsung menyerang mereka sepuluh kali lipat.
Lord Land of Dawn tertawa lagi, langkahnya bergema mendekati. “Lihatlah kalian sekarang. Rapuh. Terpisah. Seperti semestinya. Takdir kegelapan tidak bisa dihentikan oleh persatuan palsu.”
Xborg mencoba berdiri, *Gauntlet*-nya berasap. Miya memegang bahunya yang masih terasa dingin, mencoba membidik busurnya tapi tangannya gemetar. Kimmy melihat senjatanya yang tabungnya retak, cairan kimia berhamburan. Uranus, meski terlihat paling tenang, napasnya juga tersengal, cahaya hijaunya redup.
Apakah ini akhir? Pikiran itu melintas. Mimpi tentang Pyrocore yang hijau, Festival Cahaya Bulan, Celestia yang bersinar, tawa anak-anak Moniyan… semua akan pupus.
Tapi saat keputusasaan hampir menang, sesuatu terjadi.
Dari tubuh mereka yang terpisah, bukan energi mereka sendiri yang muncul. Cahaya-cahaya kecil, lembut, mulai bermunculan. Dari Xborg, cahaya oranye hangat, membentuk bayangan para tetua Pyrocore yang tersenyum. Dari Miya, cahaya perak lembut, membentuk bayangan keluarga elvennya yang hilang, memancarkan ketenangan. Dari Uranus, cahaya hijau kebiruan yang stabil, membentuk bayangan para Archemage kuno, mengangguk penuh restu. Dari Kimmy, cahaya pelangi dari berbagai cairan kimia, membentuk bayangan anak-anak Moniyan yang tersenyum dan sehat.
Cahaya-cahaya jiwa ini, jiwa-jiwa yang pernah terinjak oleh kegelapan namun tidak pernah kehilangan harapan, berkerumun. Mereka bukan menyerang, tapi menyelimuti keempat pahlawan itu dengan kehangatan dan kekuatan.
“Kalian… tidak sendiri,” bisik suara-suara tanpa suara, penuh kasih dan dukungan.
“Land of Dawn… percaya pada kalian.”
“Satukan… kekuatan… cahaya sejati.”
Dibanjiri oleh energi harapan dan dukungan dari seluruh penjuru Land of Dawn, tekad mereka menyala kembali, lebih terang dari sebelumnya. Rasa sakit dan lelah belum hilang, tapi telah ditransformasikan.
“Untuk Pyrocore!”
“Untuk Moonlight Glen!”
“Untuk Celestia!”
“Untuk Moniyan!”
“Untuk Land of Dawn!”
Seruan mereka bersatu. Tanpa perlu kata, mereka saling memahami. Empat pasang tangan terulur. Cahaya oranye, perak, hijau kebiruan, dan pelangi menyatu bukan hanya menjadi dua fusion, tapi menjadi satu kesatuan yang belum pernah ada sebelumnya. Kilatan cahaya putih yang lebih terang dari matahari membungkus mereka. Ketika cahaya itu meredup, berdiri sebuah sosok yang agung.
Tinggi dan penuh wibawa. Tubuhnya berbalut armor yang tampak terbuat dari bintang-bintang dan cahaya bulan, dengan aksen logam api dan aliran kimia pelangi. Di tangan kirinya, perisai plasma yang berkilauan seperti zamrud hidup, di tangan kanannya, busur raksasa yang terbuat dari esensi cahaya murni, dengan tali busur berupa aliran energi kimia yang berdenyut. Wajahnya adalah perpaduan keempat karakter: tekad Xborg, ketenangan Miya, kebijaksanaan Uranus, dan kecerdasan Kimmy. Cahaya memancar darinya, menerangi seluruh ruangan takhta, mengusir kegelapan hingga ke sudut-sudut paling gelap.
“KAMI,” suaranya bergema, penuh kekuatan dan keharmonisan yang sempurna, “ADALAH PENJAGA TAKDIR. PENJEMPUT KESEIMBANGAN.”
Lord Land of Dawn, untuk pertama kalinya, tampak terkejut. Titik cahaya merah matanya berkedip. “Tidak mungkin! Cahaya sejati… dari jiwa-jiwa lemah itu?!”
“Cahaya harapan tidak pernah lemah,” jawab Sang Fusion Agung. “Ia abadi.”
Lord menggeram, mengerahkan semua kekuatannya. Pedang hitamnya menyemburkan gelombang kegelapan murni, gelombang pemusnah yang bisa menghapus eksistensi. Sang Fusion Agung tidak menghindar. Perisai zamrud hidup diangkat. Gelombang kegelapan menghantamnya, tapi tidak menembus. Perisai itu menyerap, mengubah energi gelap itu menjadi pola cahaya yang indah di permukaannya.
“Sekarang!” teriak kesadaran kolektif dalam Fusion Agung. “Untuk semua mimpi! Untuk semua harapan!”
Busur Cahaya ditarik penuh. Sebuah anak panah raksasa terbentuk – intinya adalah cahaya bulan murni Miya, dilapisi api tekad Xborg, diperkuat oleh plasma stabil Uranus, dan diujungnya adalah formula kimia penjinak/pemurni terkuat Kimmy. Anak panah itu bersinar dengan terang yang tak tertahankan, memancarkan semua warna pelangi dan kehangatan matahari.
*TWANG!*
Anak panah Cahaya Sejati melesat. Udara bergetar, ruangan seolah membisu sebelum ledakan suara yang dahsyat. Anak panah itu menembus perisai bayangan Lord seperti pisau panas menembus mentega, dan menancap tepat di pusat energi di dada Lord – di mana titik cahaya merah redup berkedip.
Tidak ada ledakan keras. Hanya suara desisan panjang, seperti uap bertemu es. Tubuh Lord Land of Dawn membeku. Jubah bayangannya mulai terurai, berubah menjadi kabut hitam yang kemudian memudar, terserap oleh cahaya dari anak panah. Titik cahaya merah di matanya meredup, lalu padam. Pedang hitamnya retak, lalu remuk menjadi debu gelap yang hilang tertiup angin tak terlihat. Yang tersisa hanyalah kehampaan, dan cahaya terang benderang dari Sang Fusion Agung yang perlahan meredup.
Kilatan cahaya putih kembali. Ketika redup, keempat pahlawan berdiri kembali, terpisah, namun saling berpegangan tangan. Mereka kelelahan, tapi tersenyum. Di dada Lord yang sudah tiada, tidak ada luka, hanya sisa-sisa cahaya pelangi yang lembut berputar-putar sebelum menghilang.
**Bagian 9: Fajar yang Sesungguhnya**
Keluar dari Benteng Kegelapan, mereka menyaksikan keajaiban. Awan hitam pekat mulai menyibak, tersapu oleh angin segar. Sinar matahari pagi, hangat dan cerah, menyentuh tanah Heartland untuk pertama kalinya sejak lama. Retakan-retakan di tanah mengeluarkan kabut putih bersih, bukan hitam, dan perlahan-lahan mulai menutup. Di kejauhan, mereka bisa melihat warna-warni mulai kembali ke dunia.
Perjalanan pulang terasa berbeda. Udara ringan, penuh harapan. Mereka memilih untuk berjalan kaki, menikmati setiap perubahan kecil. Di Pyrocore, bukit-bukit api tidak lagi mengancam, tetapi memancarkan kehangatan yang nyaman. Air jernih mulai mengalir di lembah, dan tunas-tunas tanaman aneh berwarna oranye dan ungu mulai muncul di antara bebatuan. Xborg berlutut, menyentuh tanah hangat itu. “Kau pulih,” bisiknya, air mata kebahagiaan menetes. Ia tidak membayangkan kebun geothermal hari ini, tapi ia tahu, mimpi itu mungkin.
Di Moonlight Glen, kabut ungu yang pekat telah berubah menjadi kabut tipis keperakan yang indah, memantulkan cahaya matahari dan bulan siang hari. Tanaman-tanaman yang ganas telah kembali tenang, daun-daun keperakan mereka berkilauan. Miya mendengar suara – bukan nyanyian festival, tapi kicau burung yang riang, suara gemericik sungai kecil yang sebelumnya terhenti. Ia menarik napas dalam-dalam, mencium aroma hutan yang segar dan hidup. “Selamat datang kembali,” ucapnya pada hutan tercintanya.
Mereka mengantar Kimmy ke pinggiran Moniyan Lab. Kota teknologi itu terlihat berbeda. Lampu-lampu menyala terang, suara mesin yang ramah (bukan bising) terdengar, dan yang paling membahagiakan, suara tawa anak-anak dari taman di atap gedung. Seorang anak kecil melambai ke arah Kimmy. “Lihat! Itu Kimmy! Ilmuwan kita!” Kimmy tersenyum lebar, air mata bahagia mengalir. “Aku berhasil,” bisiknya pada Miya, memeluk teman barunya erat-erat. “Senjataku… membantu menyembuhkan.”
Uranus memandang ke langit. Di antara awan putih yang lembut, sebuah titik cahaya berkilauan pelangi mulai bersinar semakin terang. Celestia. Kota terapungnya kembali memancarkan cahaya penjaga keseimbangan. “Takdirku terpenuhi,” ucapnya dengan damai, memandang Xborg, Miya, dan Kimmy. “Dan aku melakukannya bersama kalian.”
Saatnya perpisahan tiba, di perbatasan Heartland yang kini mulai menghijau.
“Jadi… ini selamat tinggal?” tanya Kimmy, mencoba tersenyum tapi matanya berkaca.
“Bukan selamat tinggal,” jawab Miya, memegang tangan Kimmy. “Hanya ‘sampai jumpa’. Moonlight Glen selalu terbuka untukmu.”
“Pyrocore juga,” tambah Xborg, mengangguk pada Kimmy dan Miya, lalu menepuk bahu Uranus. “Kau punya rumah di tanah api, Penjaga Langit.”
Uranus tersenyum, cahaya hijaunya berdenyut hangat. “Dan kalian selalu punya tempat di Celestia. Jika suatu saat keseimbangan memanggil lagi…”
“... kita akan fusion lagi!” seru Xborg, kali ini tersenyum penuh, bukan senyum getir, tapi senyum persahabatan dan keyakinan. “Lebih cepat, lebih kuat!”
“Dan kali ini,” kata Miya, matanya berbinar seperti bulan purnama yang kini bisa ia nikmati setiap malam, “kita pasti akan siap. Bersama.”
Mereka berpelukan erat – ahli mesin dari api, penjaga bulan dari hutan, penjaga kuno dari langit, dan kimiawan jenius dari kota sains. Empat pahlawan, empat sahabat, yang ikatannya ditempa dalam fusion dan perjuangan.
Xborg berjalan menuju Pyrocore, sesekali menengok ke belakang, melambai. Uranus melayang perlahan ke arah cahaya Celestia yang semakin terang. Miya dan Kimmy berjalan beriringan menuju Moonlight Glen, berbincang tentang kemungkinan Kimmy mengunjungi untuk mempelajari jamur bercahaya lebih lanjut.
Land of Dawn memang tidak akan pernah sama lagi. Tapi dalam perubahan itu, terdapat sesuatu yang lebih indah: harapan yang bersemi, tanah yang pulih, dan cahaya yang bersinar lebih terang dari sebelumnya, karena di dalamnya terkandung kekuatan persatuan, persahabatan, dan tekad untuk melindungi semua yang indah. Fajar yang sesungguhnya telah tiba.
( Selesai )