Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
PANTI JOMPO HARUM MELATI
BAGIAN 1: KEDATANGAN
Dina menghela napas panjang. Aroma minyak kayu putih yang samar bercampur bau amis bekas ikan di jok mobil jemputan membuat perutnya mual. Mobil berhenti di depan Panti Wredha Harum Melati, sebuah bangunan tua bergaya kolonial yang megah sekaligus menyeramkan, dikelilingi pohon-pohon beringin lebat yang dahan-dahannya menjuntai seperti lengan keriput. Sebuah aroma aneh menguar dari gerbang—seharum bunga melati, namun menusuk hidung, terlalu manis sampai membusuk, seperti bangkai yang diselimuti kembang setaman.
"Jangan khawatir, Neng," kata Pak Joko, sopir jemputan itu, sambil menyeringai, memperlihatkan deretan gigi kuningnya. "Walau angker, tempat ini bayarannya paling tinggi. Cukup buat adik Neng kuliah sampai sarjana."
Dina hanya mengangguk tipis, mengabaikan komentar yang terdengar lebih seperti ejekan ketimbang hiburan. Uang. Itu satu-satunya alasan dia ada di sini. Biaya kuliah adiknya, yang baru saja diterima di fakultas kedokteran, melonjak tak terkira. Ini adalah jalan satu-satunya.
Ia membuka pintu mobil, kakinya melangkah hati-hati ke teras panti yang berubin terakota kusam. Udara terasa lebih dingin di sini, seolah panti ini memiliki iklimnya sendiri, terpisah dari dunia luar. Baru beberapa langkah, sebuah tangan kurus dan dingin tiba-tiba menggenggam lengannya. Dina tersentak, menoleh. Seorang wanita tua dengan rambut seputih kapas dan mata cekung berdiri di sampingnya, tatapannya kosong namun tajam.
"Jangan tidur di kamar sebelah barat," bisik wanita itu, suaranya serak dan bergetar seperti daun kering ditiup angin. "Dia suka datang dari situ."
Dina mengerutkan kening. Siapa "dia"? ...