Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Horor
Bronze
Pak Suryo
1
Suka
135
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Bab 1: Bisikan di Balik Dinding

Alia menatap rumah itu, sebuah siluet abu-abu yang menjulang di antara rimbunnya dedaunan. Bukan rumah idaman, jauh dari itu. Ini adalah warisan dari Nenek Sari, sebuah bangunan tua yang seolah menolak untuk modern, tersembunyi di balik pagar besi berkarat dan pepohonan lebat yang jarang terjamah gunting taman. Ia baru saja tiba, setelah perjalanan panjang yang melelahkan dari hiruk pikuk Jakarta, membawa serta mimpi dan segala perbekalan seniman muda yang penuh ambisi. Udara di sini terasa berbeda, lebih dingin, lebih lembab, dan entah mengapa, lebih berat.

"Selamat datang di sarang laba-laba, Alia," bisiknya pada diri sendiri, menyeret koper besar melintasi jalan setapak yang ditumbuhi lumut. Setiap langkah terasa bergema, seolah tanah di bawah kakinya menyimpan rahasia. Rumah itu memang terpencil, di ujung jalan setapak yang sempit, dikelilingi hutan lebat yang membentang tanpa batas. Tidak ada tetangga terdekat, hanya bisikan angin yang berdesir di antara dedaunan pinus. Perfect, pikirnya, untuk fokus pada skripsi seninya yang menuntut ketenangan absolut. Atau, setidaknya, itulah yang ia harapkan.

Kunci yang ia dapatkan dari notaris terasa dingin di tangannya. Saat pintu kayu jati yang tebal itu terbuka dengan decitan engsel yang dramatis, aroma apak dan debu langsung menyergap indra penciumannya. Ruangan di dalamnya gelap, gorden tebal menghalangi cahaya matahari. Alia menyalakan sakelar lampu, dan bohlam tua di langit-langit berkedip-kedip sebelum akhirnya menyala, memancarkan cahaya kekuningan yang redup.

Rumah itu besar, lebih besar dari yang ia bayangkan. Ruang tamu luas dengan furnitur bergaya kolonial yang tertutup kain putih, meja marmer yang dingin, dan rak buku tinggi yang nyaris menyentuh langit-langit. Di sana-sini, bayangan-bayangan menari-nari di sudut ruangan, seolah-olah ada sesuatu yang bersembunyi. Alia mengabaikannya, mengatakan pada diri sendiri itu hanya efek cahaya. Ia lelah, sangat lelah.

Malam pertama di rumah itu terasa aneh. Setiap suara kecil membesar. Decitan lantai kayu, gemerisik dedaunan di luar, bahkan detak jam dinding tua di ruang tamu seolah berteriak. Alia berusaha tidur, memejamkan mata rapat-rapat, namun otaknya enggan tenang. Ia merasa diperhatikan. Perasaan itu tipis awalnya, seperti bulu yang menyentuh kulit, namun perlahan semakin nyata. Ia meyakinkan dirinya bahwa itu hanya kelelahan, imajinasi yang terlalu aktif akibat membaca terlalu banyak kisah horor.

Namun, bisikan itu...

Awalnya hanya seperti gumaman tak jelas, samar-samar, seolah datang dari balik dinding. Seperti percakapan yang terlalu jauh untuk didengar dengan jelas. Alia mengangkat kepala dari buku sketsanya, pensilnya terhenti di tengah goresan. Ia menajamkan pendengaran. Kosong. Hanya suara jangkrik di luar. Ia kembali menggambar, mencoba mengabaikannya.

Beberapa hari berikutnya, bisikan itu kembali. Kali ini, sedikit lebih jelas. "Dia ada di sini..." atau "Lihatlah..." Ia bahkan sempat merasa mendengar namanya disebut, meskipun itu sangat samar. Alia menengok ke segala arah. Tidak ada siapa-siapa. Ia mulai merasa sedikit gelisah. Rumah itu terlalu sunyi, terlalu sepi. Sunyi yang memekakkan telinga.

Ia mencoba menyibukkan diri. Membersihkan rumah, menata ulang beberapa barang, mencoba membuat tempat itu terasa lebih "miliknya". Ia menemukan banyak benda antik peninggalan neneknya: vas-vas keramik tua, cermin dengan ukiran rumit, dan sebuah lemari pakaian mahoni di kamarnya yang tampak begitu tua hingga hampir menyeramkan. Lemari itu besar, tingginya nyaris mencapai langit-langit, dengan ukiran bunga-bunga yang gelap dan suram.

Suatu sore, saat ia mencoba membersihkan bagian dalam lemari, tangannya menyentuh sesuatu yang lembut dan berdebu di sudut paling dalam. Ia menariknya keluar. Itu adalah boneka usang, terbuat dari kain perca lusuh, dengan rambut wol yang kusut. Yang paling mengerikan adalah matanya tercongkel, hanya menyisakan lubang kosong yang hitam. Boneka itu tampak seperti baru saja diletakkan di sana, debu di permukaannya tidak setebal debu di sekit...

Baca cerita ini lebih lanjut?
Rp14.000
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Horor
Cerpen
Bronze
Pak Suryo
Christian Shonda Benyamin
Skrip Film
Sihir Marongge
Vitri Dwi Mantik
Novel
Bisik Bisik Mistis
pepperrujak
Novel
Gold
Mysterious Murder
Mizan Publishing
Flash
Sandekala
Jasma Ryadi
Cerpen
Lampu Merah
Fern Jonathan
Novel
Gold
Fantasteen Injurious
Mizan Publishing
Novel
Pesugihan sate Gagak Mang Yopi
Shinbul
Cerpen
Bronze
Kuyang
Glorizna Riza
Flash
Larva
Listian Nova
Novel
Bronze
Rama's Story : Mey Ling - Dark Castle
Cancan Ramadhan
Novel
Gold
Fantasteen Hana dan Piano La
Mizan Publishing
Flash
KATA-KATA YANG BERNAFAS ( HYPNO WRITING )
Alwinn
Novel
Gold
Fantasteen The Lagaziv School of Vathana
Mizan Publishing
Cerpen
Bronze
Kepala Hantu di Motel Sumatra
Silvarani
Rekomendasi
Cerpen
Bronze
Pak Suryo
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Kakek Memanggil
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Suara Dari Frekuensi Mati
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Rumah Tua
Christian Shonda Benyamin
Novel
Bronze
Di Balik Tirai
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Jerat Senyap
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Panggilan Sumur Tua
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Aroma Kopi Di Bangunan Tua
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Paranoid
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Penjara Abadi
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Kamera Tua
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Kutukan Merapi Tua
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Dinding Tertawa
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Lilo Main Dengan Siapa
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Bayangan Reno
Christian Shonda Benyamin