Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Horor
Bronze
Pak Suryo
1
Suka
552
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Bab 1: Bisikan di Balik Dinding

Alia menatap rumah itu, sebuah siluet abu-abu yang menjulang di antara rimbunnya dedaunan. Bukan rumah idaman, jauh dari itu. Ini adalah warisan dari Nenek Sari, sebuah bangunan tua yang seolah menolak untuk modern, tersembunyi di balik pagar besi berkarat dan pepohonan lebat yang jarang terjamah gunting taman. Ia baru saja tiba, setelah perjalanan panjang yang melelahkan dari hiruk pikuk Jakarta, membawa serta mimpi dan segala perbekalan seniman muda yang penuh ambisi. Udara di sini terasa berbeda, lebih dingin, lebih lembab, dan entah mengapa, lebih berat.

"Selamat datang di sarang laba-laba, Alia," bisiknya pada diri sendiri, menyeret koper besar melintasi jalan setapak yang ditumbuhi lumut. Setiap langkah terasa bergema, seolah tanah di bawah kakinya menyimpan rahasia. Rumah itu memang terpencil, di ujung jalan setapak yang sempit, dikelilingi hutan lebat yang membentang tanpa batas. Tidak ada tetangga terdekat, hanya bisikan angin yang berdesir di antara dedaunan pinus. Perfect, pikirnya, untuk fokus pada skripsi seninya yang menuntut ketenangan absolut. Atau, setidaknya, itulah yang ia harapkan.

Kunci yang ia dapatkan dari notaris terasa dingin di tangannya. Saat pintu kayu jati yang tebal itu terbuka dengan decitan engsel yang dramatis, aroma apak dan debu langsung menyergap indra penciumannya. Ruangan di dalamnya gelap, gorden tebal menghalangi cahaya matahari. Alia menyalakan sakelar lampu, dan bohlam tua di langit-langit berkedip-kedip sebelum akhirnya menyala, memancarkan cahaya kekuningan yang redup.

Rumah itu besar, lebih besar dari yang ia bayangkan. Ruang tamu luas dengan furnitur bergaya kolonial yang tertutup kain putih, meja marmer yang dingin, dan rak buku tinggi yang nyaris menyentuh langit-langit. Di sana-sini, bayangan-bayangan menari-nari di sudut ruangan, seolah-olah ada sesuatu yang bersembunyi. Alia mengabaikannya, mengatakan pada diri sendiri itu hanya efek cahaya. Ia lelah, sangat lelah.

Malam pertama di rumah itu terasa aneh. Setiap suara kecil membesar. Decitan lantai kayu, gemerisik dedaunan di luar, bahkan detak jam dinding tua di ruang tamu seolah berteriak. Alia berusaha tidur, memejamkan mata rapat-rapat, namun otaknya enggan tenang. Ia merasa diperhatikan. Perasaan itu tipis awalnya, seperti bulu yang menyentuh kulit, namun perlahan semakin nyata. Ia meyakinkan dirinya bahwa itu hanya kelelahan, imajinasi yang terlalu aktif akibat membaca terlalu banyak kisah horor.

Namun, bisikan itu...

Awalnya hanya seperti gumaman tak jelas, samar-samar, seolah datang dari balik dinding. Seperti percakapan yang terlalu jauh untuk didengar dengan jelas. Alia mengangkat kepala dari buku sketsanya, pensilnya terhenti di tengah goresan. Ia menajamkan pendengaran. Kosong. Hanya suara jangkrik di luar. Ia kembali menggambar, mencoba mengabaikannya.

Beberapa hari berikutnya, bisikan itu kembali. Kali ini, sedikit lebih jelas. "Dia ada di sini..." atau "Lihatlah..." Ia bahkan sempat merasa mendengar namanya disebut, meskipun itu sangat samar. Alia menengok ke segala arah. Tidak ada siapa-siapa. Ia mulai merasa sedikit gelisah. Rumah itu terlalu sunyi, terlalu sepi. Sunyi yang memekakkan telinga.

Ia mencoba menyibukkan diri. Membersihkan rumah, menata ulang beberapa barang, mencoba membuat tempat itu terasa lebih "miliknya". Ia menemukan banyak benda antik peninggalan neneknya: vas-vas keramik tua, cermin dengan ukiran rumit, dan sebuah lemari pakaian mahoni di kamarnya yang tampak begitu tua hingga hampir menyeramkan. Lemari itu besar, tingginya nyaris mencapai langit-langit, dengan ukiran bunga-bunga yang gelap dan suram.

Suatu sore, saat ia mencoba membersihkan bagian dalam lemari, tangannya menyentuh sesuatu yang lembut dan berdebu di sudut paling dalam. Ia menariknya keluar. Itu adalah boneka usang, terbuat dari kain perca lusuh, dengan rambut wol yang kusut. Yang paling mengerikan adalah matanya tercongkel, hanya menyisakan lubang kosong yang hitam. Boneka itu tampak seperti baru saja diletakkan di sana, debu di permukaannya tidak setebal debu di sekit...

Baca cerita ini lebih lanjut?
Rp14.000
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Horor
Cerpen
Bronze
Pak Suryo
Christian Shonda Benyamin
Novel
Gold
Kosong
Bentang Pustaka
Novel
The Deaveka
Haula Luthfia Ramadhan
Novel
Gold
The Ho[S]tel 2
Bentang Pustaka
Novel
JERAT
Nyonya Maneh
Novel
Bronze
(Misteri) Bunga Lily
Nia Purwasih Sanggalangi
Cerpen
Bronze
Pusaka Naga Hitam
Christian Shonda Benyamin
Novel
Bronze
Memandang (dari) Jauh
Manda Vee
Novel
Gold
We Have Always Lived in the Castle
Mizan Publishing
Novel
Bronze
Luk Thep ~Novel~
Herman Sim
Cerpen
Bronze
Rahasia Sumur Setan
Eki Saputra
Novel
Toko M153 (Serum Terkutuk)
Diyah Islami
Novel
Gold
Fantasteen Scary Hot Seat
Mizan Publishing
Novel
SEGEL IBLIS
Miss Green Tea
Novel
Bronze
Badan Intelijen HANTU
Ainun
Rekomendasi
Cerpen
Bronze
Pak Suryo
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Pusaka Naga Hitam
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Kacamata Paman
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Sang Kolektor Jiwa
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Kuncup Bunga Ungu
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Arah Kompas
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Rantai Pemicu
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Bus Senja
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Pulau Terasing
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Arga
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Terjebak Dunia Arwah
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Kutukan
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Senandung Lukisan
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Panggilan 000
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Suara Dari Frekuensi Mati
Christian Shonda Benyamin