Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Drama
Pak Candra
1
Suka
83
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Manusia kadang suka mendahului takdir Tuhan. Banyak hal yang pada akhirnya diputuskan berdasarkan pada pikiran sendiri tanpa melibatkan-Nya. Seakan-akan tidak ingat bahwa hidup manusia telah diatur sedemikian rupa tentang segala sesuatunya oleh Tuhan.

Tanpa ragu, membuat skenario sendiri dengan berbagai mimpi dan harapan. Mimpi dan harapan yang bisa jadi belum tentu baik baginya. Manusia lupa, jika Tuhan adalah penentu segalanya. Bahkan, manusia terlalu pesimis, khawatir, dan ketakutan akan masa depannya. 

Bukan berarti manusia harus pasrah, menyerah, tanpa melakukan usaha apa-apa. Bermimpi boleh, berangan-angan tidak dilarang, berharap sesuatu juga tak dipersalahkan. Namun, hasil akhir hanyalah Tuhan yang tahu. Tak ada siapa pun yang bakal bisa menebak akhir dari perjalanan hidup manusia.

Seperti halnya dengan Pak Candra. Dia mempunyai keyakinan akan suatu hal, yaitu tentang masa depannya. Hingga dia sangat gigih bekerja siang-malam tak mengenal lelah. Pak Candra menjadi seorang workaholic. Dia lupa waktu ketika mengumpulkan cuan demi cuan.

Apalagi, saat Pak Candra mempunyai anak laki-laki, yang sangat membahagiakan hatinya. Dia tidak ingin anaknya menjadi sampah masyarakat. Minimal, anaknya bisa hidup mandiri saat dewasa. 

Sepeninggal istrinya, Pak Candra hidup berdua dengan Dani, anak laki-lakinya. Pria tua itu merasa kesepian dan ingin menikah lagi. Namun, Dani, meminta bagian harta lebih dulu sebelum sang ayah resmi menikah. 

Pak Candra tidak mau membagi harta kepada Dani. Dia merasa sudah susah payah bekerja selama ini. Meskipun niat awalnya harta yang dia miliki akan diberikan untuk Dani, tetapi hidup tanpa istri dan menjalani masa pensiunnya, teramat sepi serta membosankan. Pak Candra butuh wanita sebagai pendamping di masa tuanya.

Tanpa sepengetahuan Dani, Pak Candra melamar Mayra, janda beranak dua. Usai menikah, Pak Candra mengajak istri baru dan dua anaknya tinggal bersama. Dani protes karena dia tidak sudi hidup serumah dengan keluarga bapaknya yang baru. 

Pak Candra tetap kokoh pendirian. Apalagi kedua anak bawaan Mayra ikut bicara dan memojokkan Dani. Mereka bahkan akan mengusir Dani jika tidak diizinkan tinggal bersama. 

Sejak itu, kerjaan Dani hanya meminta uang dan mabuk-mabukan. Dia tidak mau bekerja karena kedua saudara tirinya juga ongkang-ongkang menikmati harta ayahnya. Sementara itu, Pak Candra didiagnosis mengalami gagal ginjal. Dia harus cuci darah secara rutin. 

Lama-kelamaan kondisi keuangan Pak Candra carut-marut. Dua anak tirinya sering marah-marah jika tidak diberi uang. Dani pun tidak peduli pada kondisi ayahnya yang sedang sakit, dia tetap asyik dengan minuman keras. Mayra akhirnya minta cerai karena merasa salah menikah dengan pria tua yang sakit-sakitan.

Tabungan Pak Candra sebagian besar habis untuk berobat. Sementara itu, Dani hanya tahu minta uang. Jika tidak diberi uang, Dani selalu memaksa ayahnya. Bahkan rumah yang ditempati sudah digadaikan oleh Dani tanpa seizin sang ayah. Alhasil, Pak Candra terpaksa merelakan rumahnya disita rentenir. 

Hari itu, Pak Candra pergi ke rumahnya yang terletak di pegunungan. Harta satu-satunya yang masih tersisa. Dia pergi diam-diam tanpa mengajak Dani setelah pertengkaran hebat antara ayah dan anak gara-gara rumah yang disita tempo hari. 

Senja telah menghilang. Suasana temaram menyusul menyambut malam. Pak Candra mengamati sekitar rumah dari balik jendela kaca. Dia ingin memastikan tak ada yang mengikutinya. Sebagian lampu rumah sengaja tak dinyalakan. Bahkan kamar-kamar dibiarkan gelap. Dia sesekali menyibak gorden sedikit agar bisa melihat kondisi di luar.

Sementara itu, di balik semak-semak seseorang bersembunyi. Matanya mengamati rumah tua yang sudah lama tak ditempati. Dia sedang memastikan bahwa orang yang dicarinya ada di sana. 

Hari makin larut. Suara binatang malam terdengar saling bersahut. Seolah-olah menandakan akan terjadi sesuatu. Pak Candra khawatir akan disusul anaknya. Dani, anak yang dibesarkan dan digadang-gadang menjadi tumpuan hidupnya ketika renta. Namun, itu semua sirna. 

Pak Càndra  masuk ke kamar. Dia membuka lemari, membuka laci meja, dan mengangkat sedikit kasur busa di kamar itu. Dia kemudian menyembunyikan sesuatu di salah satu tempat yang menurutnya aman. 

“Aku gak mau dia mengambilnya!” bisik pria itu. 

Tak lama kemudian, pintu rumah diketuk seseorang dari luar. Pak Candra khawatir dan panik. Dia mengendap-endap menuju ke ruang tamu. Ketukan pintu terdengar lagi setelah dia sampai di ruang tamu. Dia diam, tidak berani membukakan pintu. 

Suasana hening sejenak. Pak Candra mencoba mendekati jendela kaca. Dia hendak mengintip keluar untuk memastikan siapa yang mengetuk pintu. Namun, mendadak pintu digedor sangat keras. Pak Candra terduduk di lantai karena terkejut. Dia merangkak ke ruang tengah. Lututnya seperti sulit digerakkan seiring makin kerasnya gedoran pintu. 

“Pak! Buka! Atau kudobrak pintunya! Aku tau Bapak di dalam.”

Pak Candra ketakutan dan bergetar tubuhnya setelah mengenali suara itu. Dia merangkak pelan menuju kamar, bermaksud sembunyi di kamar dan mengunci pintunya dari dalam. Sementara itu suara gedoran pintu makin kencang. 

Braak!

Pintu berhasil dijebol. Dani memanggil-manggil ayahnya. Dia memeriksa ke seluruh ruangan, tetapi sang ayah tidak ditemukan di mana-mana. Tinggal satu kamar di belakang yang belum diperiksa. Dani menuju ke kamar itu.

“Pak! Ayo buka! 

Pak Candra bergeming. Dadanya berdegup kencang. Raganya bergetar hebat. Peluh makin deras menetes di sekujur tubuhnya. Dia berharap, malam ini bisa bertahan tak ditemukan anaknya. 

“Pak, jangan paksa aku dobrak pintu ini juga!”

Pak Candra tetap diam di tempat. Namun, ketika pintu hendak didobrak, dia bersusah payah mendorong tempat tidur ke arah pintu dengan sisa-sisa tenaganya.  

Saat itu, mendadak napas Pak Candra sesak. Dada kirinya dipegang. Dia mencoba mengatur pernapasan dan menenangkan diri. Dia mencoba menghilangkan rasa takut dan kekhawatiran lainnya.

Tiba-tiba, jendela kamar tempat Pak Candra sembunyi terbuka lebar. Dia tertatih-tatih berjalan ke arah jendela. Saat pria tua itu akan menutupnya, tangan kekar menahan daun jendela dari luar. 

“Mau lari ke mana, Pak?”

“Ka-kamu, pergi sana! Bapak gak sudi punya anak seperti kamu!” 

Dani berusaha masuk ke kamar melalui jendela kayu tanpa teralis. Pak Candra buru-buru menyeret tempat tidur, menjauhkannya dari pintu. Dani berhasil masuk ke kamar. Ayahnya juga berhasil keluar dari kamar. Pria tua berusaha berlari. Dia baru ingat, pintu kamar lupa dikunci dari luar. Dani pun mengejar di belakangnya.

“Tolong!” Pak Candra berteriak.

Pak Candra terus berlari menjauhi rumah. Dia menuju ke pepohonan. Dani masih mengejar ayahnya. 

“Percuma Bapak teriak! Gak ada orang yang denger, Pak!”

Pak Candra baru menyadari, di sekitar rumahnya memang masih sepi. Dia dulu membangun rumah untuk tempat berlibur saat sudah pensiun. Tak dinyana, kenyataan yang terjadi sekarang bak jauh panggang dari api, jauh dari keinginan. Dani malah menghabiskan harta sang ayah untuk mabuk-mabukan dan main judi. 

Suasana hening. Pak Candra berhenti berlari. Dia sembunyi di dekat batang pohon besar. Napasnya sesak lagi. Dia menahan nyeri di dada seperti tadi. Saat itu dia teringat almarhumah sang istri. 

Akibat kesibukannya bekerja, Pak Candra abai pada Dani. Dia terlambat datang di masa pertumbuhan dan perkembangan buah hatinya. Ketika sang ayah harusnya hadir, sebagai vigur yang diteladani oleh anak laki-laki, tetapi itu tak terjadi. Pak Candra sama sekali tak tahu menahu tentang Dani. Hingga Dani pun tumbuh mengikuti pergaulan lingkungan sekitar sejak ibundanya meninggal karena sakit kanker.

“Pak! Bapak tega sama Dani? Mana uangnya, Pak!” 

Pak Candra membisu. Dani mendekat ke pohon besar. Dalam sekejap dia berhasil menemukan ayahnya. Pak Candra berdiri dan berusaha menjauh. Namun, Dani terlalu cepat merengkuh. Leher Pak Candra berhasil dicengkeram kuat-kuat oleh Dani. 

“Jangan paksa aku melakukan kekerasan sama Bapak,” ucap Dani.

Rupanya di samping pohon tanahnya curam. Pak Candra terdesak ke pinggir saat mencoba melepaskan tangan Dani dari lehernya. Dia tidak mau mati akibat ulah anaknya. Saat itu, Pak Candra berhasil lepas dari Dani setelah keduanya terguling ke bawah dan terhenti di tanah yang agak datar. Pak Candra lantas meraih akar yang menonjol ke permukaan tanah dan ranting pohon untuk kembali ke atas. Akan tetapi, Dani menahannya. Kaki Pak Candra dipegang oleh Dani. 

Pak Candra hanya bisa pasrah sebab tenaganya sudah terkuras habis. Dani berusaha menyerang lagi, tiba-tiba dia terpeleset ke sisi kanan. Tubuh Dani terguling ke bawah disertai suara benda berat jatuh. Pak Candra mengamati sekitar, sunyi. Tidak ada teriakan Dani. 

Pak Candra seketika khawatir. Meskipun di pikirannya tebersit  tidak sudi mempunyai anak seperti Dani, tetapi kasih sayang pada darah dagingnya belum pupus. Pak Candra buru-buru menyusul Dani ke bawah.

“Dani! Bangun, Nak!” panggil Pak Candra  saat sampai di dekatnya.

Tubuh Dani tergeletak. Darah segar keluar perlahan dari kepalanya. Pak Candra memangku kepala Dani di tangannya. Lelaki tua itu mengguncang tubuh sang anak berulang kali agar terbangun.

“Maafin Dani, Pak.”

“Iya, iya, pasti Bapak maafin. Ayo kita pulang.”

Dani tersenyum. Pak Candra memeluk anaknya. 

Hujan deras bak mengguyur hati Pak Candra. Dani menghembuskan napas terakhir di pangkuannya. Terasa sia-sia hidupnya. Selama ini bekerja mengumpulkan harta demi keturunan, berharap kelak tak meninggalkan anak cucu dalam keadaan papa, tetapi takdir Tuhan sangat berbeda. Justru Pak Candra yang ditinggalkan oleh istri dan anaknya. 

Pria itu baru menyadari, hidup bukan soal materi. Melainkan, kehadiran dan interaksi. Pak Candra akhirnya menghibahkan sebagian harta yang tersisa untuk Pak Saleh, tetangga barunya, karena telah membantu mengurus pemakaman Dani. Pak Saleh pun mengizinkan Pak Candra tinggal bersamanya. 

Sekian

Jakarta, 28 November 2024

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Drama
Novel
Bronze
SALWA-AZIS
Imajinasiku
Cerpen
Pak Candra
Dewi Fortuna
Novel
JENDELA KEDUA
Vina Sri
Novel
YANG PERNAH HILANG
ergina_eji
Cerpen
Bronze
Bapak Tidak Pernah Menangis
Feilia Song
Skrip Film
Anoksia
Alfian N. Budiarto
Flash
JIWA MERAH PUTIH
Rudie Chakil
Cerpen
Bronze
Gadis Kecil dan Perawat Tanaman yang Bicara Pada Bunga-bunga
Habel Rajavani
Cerpen
Bronze
Sebentang Jalanan, Sepanjang Kenangan
Habel Rajavani
Novel
Bronze
Cinta dan Rahasia
Cesssy
Novel
Setahun Penuh Kerinduan
Kinanti WP
Novel
Cool yeah!
Shiinn
Komik
BREAKERS
Blues Area
Novel
Gold
The Salad Days
Bentang Pustaka
Novel
Bronze
Not Perfect
Butiran Rinso
Rekomendasi
Cerpen
Pak Candra
Dewi Fortuna
Cerpen
Bronze
Tak Sekemilau Emas
Dewi Fortuna
Novel
Bronze
Cut Off
Dewi Fortuna
Cerpen
Cinta yang Pudar
Dewi Fortuna
Cerpen
Jangan Beri Aku Cintamu
Dewi Fortuna
Cerpen
Bronze
Blaming The Victim
Dewi Fortuna
Cerpen
Bukan Tak Cinta
Dewi Fortuna
Flash
Bronze
Berhati Emas
Dewi Fortuna
Cerpen
Surat Cinta
Dewi Fortuna
Cerpen
Masih Adakah Kesucian?
Dewi Fortuna
Cerpen
Bronze
Basement
Dewi Fortuna
Cerpen
Belahan Jiwa
Dewi Fortuna
Cerpen
Cintaku Terjerat di Yogya
Dewi Fortuna