Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Komedi
Pagutan Rocan
0
Suka
26
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Pagutan Rocan


  Lelaki itu menggeliat. Sinar matahari sudah menerobos dari balik jendela apartemennya. Ia tidak segera beranjak dari ranjang. Bayangan Rocan kembali mengganggunya. Maka remote kontrol pun diraihnya dan Rocan pun datang kepadanya secepat ia menekan tombol remote tersebut. Ia pun mengulang adegan semalam yang menenangkannya. Rocan kemudian membuatkan kopi seperti yang dimintanya, sebelum menghilang melanjutkan pekerjaannya menyapu, mengepel, mencuci baju mereka, mengelap jendela apartemen, membersihkan kamar mandi, menyirami tanaman gantung di balkon, kemudian akan duduk manis menemaninya ngegym maupun sekadar menonton TV.

  Hm… waktu demikian cepat berjalan. Umurku sudah 49 tahun ini. Kalender menunjukkan bulan Januari tahun 2045, dua bulan lagi Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang keseratus. Ya, belum genap seratus tahun Indonesia merdeka, tapi teknologi sudah secanggih ini. Ia pun menggumam sebelum akhirnya menuju kamar mandi.

  Rocan mengepel lantai hanya mengenakan bikini sejak keluar kamar pagi tadi. Ada yang menjalari tubuhnya dan mengalir bersama aliran darahnya ketika melihat kemolekan tubuh Rocan. Tubuhnya sintal sekaligus mulus bagaikan manekin di toko-toko busana. Wajahnya apalagi, sangat halus mulus tanpa pori-pori meskipun tidak berbedak. Hidungnya meruncing berakhir dengan bentuk ujungnya yang seolah dioperasi padahal memang cetakannya demikian. Matanya membulat tapi sayu dengan garis kelopak yang tampak berlipat indah. Sesekali kuolesi eyeshadow dan bulu mata palsu. Bibirnya sensual dan menggantung dan sesekali aku pun memolesi lipstik aneka warna. Pipinya didesain ala bakpao dengan lesung menawan di kiri kanannya. Rambutnya pirang dan telah kusiapkan wig aneka potongan rambut dan warna.

   Lelaki itu pun spontan mendekat karena tersengat gairah sesaat untuk sekadar mendekapnya erat. Tapi ia tersadar kemudian tersentak. Bukankah ia belum memprogramnya? Ia belum diprogram untuk mau dipeluk ketika sedang mengepel lantai mengenakan bikini. Bagaimana jika ia mengamuk lalu korslet yang membuatnya mati kena setrum sambil berdiri?

Ia pun segera menepis gairah yang muncul lagi ketika melihat gaya Rocan berbikini mengepel lantai. Pemandangan yang indah bak dalam alam mimpi. Wanita secantik itu dengan tubuh seksi terawat, mau mengepel lantai kendati mengenakan bikini. Yang dilakukan kemudian adalah memanggilnya. Ia menyebut namanya untuk sekadar memperoleh senyuman manis dengan lesung di kedua pipi, kedipan mata genit, diakhiri dengan juluran lidah, lalu bibir manyun nan seksi.

"Mely Sayang,"serunya dan ia pun mendapatkan yang diingini. Senyuman manis dengan lesung di kedua pipi, kedipan mata genit, diakhiri dengan juluran lidah, lalu bibir manyun nan seksi.

Setelah mandi ia pun sarapan tanpa Mely yang duduk manis menemaninya. Energi Mely telah habis karena semalaman bekerja keras dan paginya pun masih harus memasak, mencuci dan menyeterika baju, berlanjut menyapu dan mengepel lantai. Maka Melly sedang dalam mode off dan dicharger. Setelah sarapan sambil menunggu charger Melly terisi penuh, ia pun bermain game.

Kembali ia melongok ke balkon dari lantai 27 itu. Jalanan selalu ramai seolah yang lalu lalang tersebut tak pernah tidur. Bahagiakah aku dalam kesendirianku? Ya. Tentu saja. Aku merasa nyaman saja dalam menjalani hari-hariku, terlebih setelah Rocan alias robot cantik yang kunamai Mely itu menemani hari-hari sepiku. Aku khusus memesan desainnya sesuai dengan seleraku dan wujudnya pun sangat menyentuh gairahku.

Hari-hariku bersama si Mely sangat kunikmati sebagai karunia, terserah sebayaku mau mengatakan apa. Ada saja satu dua orang yang mengataiku kena karmalah, kena kutukanlah, kuwalatlah, karena aku lebih suka menjalani hidupku bersama Rocan daripada dengan wanita-wanitaku yang dulu. Mereka terlalu ribet bagiku. Tuntutannya pun terlalu tinggi. Aku harus bekerja di sinilah, di situlah, harus berlabel inilah, itulah, padahal harta tidak dibawa mati.

Salahkah aku ingin bekerja sesuai passionku? Tapi mereka mana mau mengerti. Manakala kupamerkan kesibukanku yang sekiranya bakal memberikan sekarung uang, mereka pun memburuku berebutan tak peduli aku mengaku milik orang. Manakala aku datang hanya bermodal tampang padahal lumayan tampan, mereka pun menghilang diam-diam. Duh…menyebalkan, bukan?

Maka, lebih baik aku memilih hidup bersama Rocan. Selain mereka bisa dibeli secara dipesan sesuai seleraku, aku pun tidak dituntut harus bekerja sebagai ini itu, di instansi ninu ninu, dengan jabatan begini begitu. Itu pun masih harus menyetorkan seluruh gajiku lengkap dengan struknya. Uang yang tidak mudah untuk diminta kembali jika proposal yang kuajukan tidak sesuai.

Hm…bersama si Rocan, tidak ada acara begituan. Apalagi interogasi aku nanti pulang jam berapa, ke mana, dan pergi bersama siapa saja? Ia tidak akan bertanya karena tidak kuprogram untuk bertanya demikian. Ia pun tidak kuprogram untuk cemburu, sehingga ia tidak marah apabila ada beberapa teman wanita yang kuajak ke apartemenku. Ia tetap bekerja seusai yang kuprogramkan untuknya, yaitu memasak, membersihkan rumah, mencuci baju dan menyeterika, merawat tanaman, kemudian menemaniku ketika aku sedang bersibuk. Kesibukanku pun beragam dari tidur sampai makan dan senam. Si Rocan selalu ada dan tidak pernah berkata-kata yang menyakiti telinga, tanpa menuntut bayaran pula. Aku hanya menyediakan energi listrik untuk menggerakkannya.

Akan halnya untuk memprogram langkahnya sesuai dengan kemauanku, tentunya aku bekerja sama dengan ahlinya. Adakalanya aku membayar mereka, tapi aku pun mencoba belajar secara otodidak tentang dasar elektronika dan arduino, coding python untuk robot, bahkan belajar AI dan vision untuk robot cerdas. Selain itu, aku pun harus memperhatikan tips antikorslet saat menggunakan robot, misalnya sering cek tegangan listrik, menggunakan resistor dan breadboard, uji simulasi dulu.

“Huh,ribet! Hati-hati bisa korslet. Kamu bisa mati,”gerutu Sefia saat kuberi tahu aku lebih memilih robot daripada dirinya yang bagiku sangat dominan dalam mengatur waktuku, perasaanku, dan uangku. Ia sama saja dengan wanita-wanitaku lainnya. Semua kutinggalkan karena aku lebih suka bersama Rocan.

“Lebih baik mati cepat karena robot cantik ini korslet, daripada mati pelan-pelan karena ulahmu yang kontroling dan doyan duit,”sanggahku tak mau kalah mendengar cibirannya yang bernada sinis.

Kemarahan dan kekecewaan yang ternyata tidak hilang meskipun ia telah meninggal dunia, karena energinya masih menyertaiku dan menghantuiku. Hal itu mengganggu ketenanganku bersama Rocan tentunya.

Rocan memelukku dengan erat atau tepatnya memagutku. Sedemikian kuat sampai nafasku terengah-engah. Ciumannya untukku bukan lagi memberikan rasa nikmat seakan ribuan semut menjalari tubuhku seperti biasanya, tetapi malah membuat bibirku kesakitan, bahkan seolah hampir tersedot untuk ditelan bulat-bulat. Aku memberontak sekuatnya tapi pagutannya terasakan semakin erat. Pagutan yang bukan lagi pelukan hangat dan mesra melainkan menjadi semacam cekikan. Napasku hampir terhenti dibuatnya.

Beberapa menit kemudian, suasana normal kembali. Ia pun lembut kembali. Akan tetapi, dari balik gorden jendela, sekilas nampak bayangan Sefia menyeringai dengan ekpsresi kecewa dan memendam amarah yang sangat. Betulkan itu Sefia? Atau aku hanya berkhayal saja karena merasa berdosa kepadanya?

Sefia memang kupacari bertahun-tahun tanpa kejelasan dan kepastian kapan akan kunikahi. Dalam kurun waktu selama itu, ia telah kehilangan waktu, tenaga, bahkan uang. Bukan aku berniat mempermainkan perasaannya. Aku hanya bosan. Bosan kepada semuanya yang ada pada dirinya, terlebih sikap kontrolingnya dan ngambeknya yang seringkali dilakukannya tanpa sebab yang logis. Pada awal hubungan memang terkesan imut dan lucu seperti ciri fisiknya. Lama-kelamaan terasa menyebalkan dan aku pun meninggalkannya begitu saja.

Ia tidak bisa menerima cara-caraku tentunya meskipun telah kujelaskan berulangkali. Obsesinya memiliki aku sebagai suami dibawanya sampai mati, ketika suatu senja sepulang kerja, tiba-tiba ia terkena stroke. Beberapa bulan kemudian meninggal dunia.

Akankah energi amarahnya masih berkeliaran di bumi? Energi tersebut kemudian menyalurkan amarah melalui Rocan yang tengah bermesraan denganku? Akibatnya, yang kurasakan bukan lagi kemesraan melainkan cekikan yang hampir merenggut nyawaku.

Akan tetapi, kemarin Rocan telah kubawa ke ahlinya untuk dicek ulang dan dibenahi barangkali ada kabel yang korslet. Ketika sudah tidak bermasalah, ia pun kubawa pulang lagi. Ketika ditawari membeli desain terbaru, aku hanya tertawa saja. Lelaki itu pun menutup pintu, meninggalkan balkon, ketika sang mentari semakin memancarkan panas menyengat bertepatan dengan energi Rocan yang kembali menguat.

                                                                                      31 Mei 2025

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Komedi
Cerpen
Pagutan Rocan
Kinanthi (Nanik W)
Komik
Bronze
The Daily of ARLO
Anindosta Studios
Flash
LAKI-LAKI DI TOKO BAJU
nonatua
Komik
Bronze
SMKPreet
lam21 EnT
Cerpen
TETANGGA BIKIN KESAL
Shea
Flash
Bronze
The End of Joni Oblong
DMRamdhan
Komik
Jangan Asal Ikut-ikutan
Tethy Ezokanzo
Komik
Balada Budak Korporat
Jay Ryady
Komik
Maple Haven
Authentic Remixes
Komik
Sendu Gurau
Goji
Komik
Bronze
AFTER MARRIAGE
Agam Nasrulloh
Cerpen
Terajana (Teras Janda Muda)
Ragiel JP
Komik
Bronze
YATO & IATO
Animarska
Komik
Idol Patah Hati
baerea
Komik
Bronze
Setan Ngomik : Aconk x Kunti
Putra Sanjaya
Rekomendasi
Cerpen
Pagutan Rocan
Kinanthi (Nanik W)
Novel
Bronze
Menolak Takdir
Kinanthi (Nanik W)
Cerpen
Tergiur Bunga
Kinanthi (Nanik W)
Novel
Bronze
Agar Kamu Tidak Sombong
Kinanthi (Nanik W)
Novel
Karena Umur
Kinanthi (Nanik W)
Cerpen
Ada Apa di Balik Itu?
Kinanthi (Nanik W)