Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Thriller
Pada Hari Minggu yang Cerah
1
Suka
5,365
Dibaca

Pada hari minggu yang cerah, di kawasan perumahan, tepatnya di sebuah rumah yang berada paling ujung bernomor kapling z100, keluarga Bapak Susanto menjalani hari dengan biasa saja. Sebagaimana pada umumnya, hari minggu adalah waktu untuk berlibur bagi pekerja kantoran. Orang-orang bebas memilih, akan menghabiskan hari ini dengan tamasya bersama keluarga atau hanya bersantai di rumah.

Keluarga Bapak Susanto memilih opsi kedua. Mereka sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Bapak Susanto sendiri, setelah selesai sarapan dengan ote-ote dan secangkir kopi, ia mencuci mobilnya di bawah kanopi depan garasi. Suatu bentuk terima kasih kepada kendaraan itu karena telah berjasa menemani selama sepekan penuh pergi ke kantor.

Pada siku-siku yang menyangga kanopi itu, tergantung sangkar burung kenari. Ia bersiul sangat merdu. Pakannya telah habis, baik sawi atau biji-bijian. Bapak Susanto berniat, setelah selesai mencuci mobil, ia akan memandikan burung itu dan memberinya pakan. Bapak Susanto sangat menyayangi unggas kecil berbulu kuning itu. Ia membeli dengan harga mahal saat sang burung memenangi kontes.

Langit biru tanpa awan. Terik musim kemarau. Walau masih terbilang pagi, udara terasa hangat. Bahkan sedikit menyengat—berita di televisi menyebut bahwa kondisi ini disebabkan oleh pemanasan global, sehingga es di kutub mencair dan lihatlah! BMKG memprediksi dua bulan kedepan suhu bumi bisa mencapai suhu tiga puluh sembilan derajat celcius, sudah seperti orang demam saja!

Hal ini dimanfaatkan Bu Darmi—istri Bapak Susanto—untuk menjemur kasur bekas kena ompol si bungsu Gio. Kasur itu di jemur di atas kanopi. Bu Darmi di bantu Pak Susanto dan anaknya yang paling tua untuk memindahkan kasur itu ke sana.

Di antara ketiga anak Bapak Susanto, Gio adalah anak yang paling manja. Usianya baru menginjak lima tahun dan masih suka tidur bersama orang tuanya. Selain itu, Gio juga langganan mengompol saat tidur. Bapak Susanto menyuruh Bu Darmi mencari capung agar kebiasaan anaknya itu hilang. Tetapi, di kota metropolitan ini, capung adalah serangga yang sangat langka. Selangka kunang-kunang.

Bapak Susanto membeli dua kapling perumahan ini sekaligus. Jadi rumah mereka terbilang luas. Memiliki lima kamar dan dua lantai. Dua kamar berada di lantai bawah. Seharusnya semua anak-anak kecuali Gio menempati kamar di lantai dua. Sedangkan, Bapak Susanto dan istrinya ada di lantai bawah, dekat jendela depan. Satu lagi ada di bagian belakang dekat ruang makan dan dapur, khusus untuk tamu.

Sejak pagi—lebih tepatnya, saat mengetahui Gio mengompol—ibu Darmi tidak henti-hentinya mengomel. Meski si bungsu salah, Danang—kakak tertua di keluarga ini—akan selalu kena imbasnya. Bu Darmi akan menyinggung-nyinggung soal pekerjaan dan soal moral kakaknya itu. Memang tidak ada hubungannya, tetapi, begitulah kenyataannya. Begini gerutu yang selalu keluar dari mulut Bu Darmi:

"Gio!" bentaknya, sambil melotot ke arah si kecil. Kedua tangan Bu Darmi sudah berada di pinggang. Kemudian ia melanjutkan, "kamu itu! Sudah ibu larang masih saja bandel, mau masa depanmu nanti menjadi suram seperti kakakmu!?"

Memang benar apa yang dikatakan Bu Darmi, Danang sudah tujuh tahun menganggur. Meski begitu, Danang memiliki cita-cita jadi penulis hebat—Ah, standar hebat di sini terlalu subjektif. Mungkin hebat bagimu adalah penulis yang karyanya laku di pasaran, atau dia yang mendapatkan seribu pengharagaan. Tetapi, bagi Danang, tidak demikian. Ia tidak membutuhkan semua itu, Si lelaki menyedihkan ini hanya ingin karyanya dibaca tanpa mengharap imbalan.

Sejak awal, Danang ingin hidup seperti Tsushima Shuji, sosok idolanya. Dia terlalu terpengaruh dengan karya-karya yang dibuat oleh idolanya itu. Sehingga, Danang pernah menjadi pentolan gerakan pemberontak. Dia juga menjadi pecandu narkoba karena pengaruh lingkungan dan bacaannya. Uang kuliah yang diberikan Bapak Susanto kepadanya, selalu ia belikan buku-buku dan sabu.

Danang merasa lebih produktif menulis ketika sedang ngebong. Meski begitu, tulisan yang dihasilkan amat sangat jelek. Sebuah tulisan kritik yang sangat telanjang. Media mana pun merasa enggan untuk menerbitkan tulisannya itu. Ia amat frustasi dan menyalahkan siapa pun. Ia menjadi sosok nihilis yang menyebalkan. Selalu nyinyir dengan karya orang lain. Menganggap mereka tolol dan tidak tahu soal sastra.

Seiring berjalannya waktu, Danang ketahuan suka nyabu dan terlibat gerakan pemberontak oleh Bapak Susanto. Sebelum ketahuan, harapan kepada Danang sangat besar. Ia memikul harapan keluarga. Tetapi, semua sirna saat Bapak Susanto menemukan bungkus sabu di bawah bantalnya. Sejak saat itulah sikap Bu Darmi jadi membenci Danang.

Bapak Susanto juga geram. Ia tidak lagi memberi uang jajan kepada Danang. Keluarga itu menyerahkan Danang untuk direhabilitasi. Setelah sembuh, Bapak Susanto menyogok kampus supaya meluluskan Danang. Semua diatur sedemikian rupa. Termasuk urusan pekerjaan dan masa depan, Bapak Susanto memasukan Danang ke kantornya. Tetapi Danang memberontak.

"Pak, aku tidak mau menjadi seperti kenari milikmu yang harus bersiul merdu agar diberi makan oleh tuannya!"

Danang mantap memilih jalan hidup sebagai penulis. Tetapi, sastra tidak pernah berpihak kepadanya. Tidak ada satupun tulisan yang diterima baik oleh media atau pun penerbit. Benar bahwa Danang sudah sembuh mengkonsumsi narkoba. Dia membutuhkan uang hanya untuk membeli buku. Hanya buku. Semakin ia mencoba, semakin tulisannya di tolak. Kualitas tulisannya pun menurun. Tidak jelas. Acak-acakan. Hal itu berlanjut sampai tujuh tahun lamanya. Dan, dia tidak menghasilkan apa-apa.

Mejanya dipenuhi oleh naskah yang ditolak. Ia nanar melihat tumpukan karyanya itu. Perasaan gagal menjadi manusia kembali muncul. Sosok bayangan hitam yang keluar dari lubang di hatinya. Bayangan itu berkata:

"Sodomi saja pantat sastra. Buatlah karya yang membodohkan, berbau cinta dan seks yang dibalut kata-kata indah. Banjiri otak mereka dengan dopamin sampai jadi orang tolol!"

Danang pun membuat karya seperti yang disarankan bayangan hitam itu. Tulisannya terbit. Ia mendapat uang. Tubuhnya gemetar saat menarik uang di ATM. Seakan telah berbuat dosa yang tidak bisa diampuni. Danang terkulai lemas. Nasaf memburu. Perut mual-mual.

Sekonyong-konyong. Ia keluar dan berlari kencang. Danang tiba di toko pupuk. Ia membeli Potas sebanyak sepuluh butir. Mulutnya berkelit akan meracuni tikus di rumahnya dengan bahan kimia itu. Tetapi sampai sekarang racun itu masih belum digunakan. Masih tersimpan di dalam jaketnya.

Dua hari yang lalu, Danang sudah bersiap pamitan kepada sastra. Ia menjual semua bukunya. Termasuk buku Tsushima Shuji yang ia sayangi. Semua buku itu dia jual ke toko loak. Dia hanya mendapat uang lima ratus ribu. Bukan harga yang sepadan.

Kemarin, Danang berbicara kepada orang tuanya. Ia ingin bekerja di kantor paman mereka yang ada di luar kota. Bapak Susanto senang dan langsung menghubungi Paman Susilo—adiknya—untuk menitipkan Danang. Sedangkan Bu Darmi masih menyimpan curiga. Dia menyepelekan niat Danang.

Malam harinya Danang habiskan dengan meminum anggur dan bir di loteng. Uang hasil menjual buku habis semua.

Pagi menjelang. Danang tetap terjaga. Bu Darmi datang dan mengomel kepadanya karena ulah Gio yang mengompol. Dwi terbangun dan langsung keluar dari kamarnya. Rambutnya masih berantakan. Tangan mengepal karena kesal. Dwi pun ikut memarahi kakanya itu. Danang hanya tersenyum kepada mereka berdua. Sebuah sampul senyum yang begitu getir.

Hari minggu ini sangat cerah. Danang menatap langit yang biru dari dalam kamarnya. Bapak Susanto bersantai di teras setelah mencuci mobil dan memandikan burung kenarinya. Bu Darmi bersiap memasak untuk makan siang dan menyambut Paman Susilo. Gio bermain keluar bersama anak-anak perumahan lainnya. Dwi bermalasan di shofa.

Si Paman pun datang saat menjelang siang. Bapak Susanto berjabatan dengan adiknya. Bu Darmi dan Dwi ikut keluar dan menyambut Paman Susilo. Tanpa disangka oleh keluarga itu Danang turun dengan antusias. Ia bersalaman dengan pamannya itu.

"Tumben," sindir Dwi yang heran dengan tingkah kakaknya. Bu Darmi pun tidak kalah kagetnya.

Danang menghiraukan ejekan Dwi dan mimik heran Bu Darmi.

"Paman, tunggu sebentar. Aku mau siap-siap dulu," pinta Danang sambil bergegas masuk kembali. Tanpa mereka ketahui, Danang mengunci kamarnya. Kemudian menenggak sepuluh butir Potas sekaligus. Tubuhnya kejang-kejang, wajahnya memerah kemudian mati dengan busa putih keluar dari mulutnya.

Di lantai bawah, semua orang bersuka ria atas kedatangan Paman Susilo. Gio datang dari bermain. Ia langsung bermanja dengan pamannya itu. Bapak Susanto dengan perasaan menggebu-gebu berkata bahwa dirinya merasa bangga kepada Danang, karena akhirnya dia mau berkerja.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (1)
Rekomendasi dari Thriller
Cerpen
Pada Hari Minggu yang Cerah
Galang Gelar Taqwa
Novel
Bronze
The Butterfly Illusion
Rezwandari Andela Putri
Novel
TAKDIR TUHAN
susanti ardiana
Novel
Bronze
True Colour
Yudith Maretha
Novel
Merah Putih
Kenny Marpow
Cerpen
Bronze
Dinding
Rere Valencia
Flash
Glitch
mutaya saroh
Novel
Bronze
BEHIND THE STAGE
I. Majid
Novel
Bronze
Phantom Lily
Joselind Sienydea Salim
Novel
The World of Crime : Fate
Arzen Rui
Novel
Gold
Every Wrong Thing
Noura Publishing
Novel
Gold
Playing Victim
Noura Publishing
Novel
Bronze
The Writer and The Detective (L.A. The Detective 2)
Nur Baiti (Hikaru)
Flash
SAKSI BISU
M. Ferdiansyah
Novel
SPATULA AYA
R Hani Nur'aeni
Rekomendasi
Cerpen
Pada Hari Minggu yang Cerah
Galang Gelar Taqwa
Cerpen
Buku-Buku di Penjara
Galang Gelar Taqwa
Cerpen
Pemangsa Paling Kejam
Galang Gelar Taqwa
Cerpen
Makhluk Tanah
Galang Gelar Taqwa
Cerpen
Sisifus Erostus not Ereksi
Galang Gelar Taqwa
Cerpen
Di Penghujung Hari
Galang Gelar Taqwa
Cerpen
Darahmu Tetap Saja Berwarna Merah
Galang Gelar Taqwa
Cerpen
Rumah Tanpa Pagar & Pintu
Galang Gelar Taqwa
Cerpen
Aku dan Hantu Fyodor Dostoevsky
Galang Gelar Taqwa
Cerpen
Luka di Lutut Alberto & Kisah Monogusha Taro yang Ganjil
Galang Gelar Taqwa
Cerpen
Bau yang Menyeruak dari Mayat Sahabatku
Galang Gelar Taqwa
Cerpen
Aku Bersimpuh di Hadapan Kopi yang Tengah Ku Seduh
Galang Gelar Taqwa
Cerpen
Mimpi Malam Kesebelas
Galang Gelar Taqwa
Cerpen
Kujang
Galang Gelar Taqwa
Cerpen
Serupa Daun-daun
Galang Gelar Taqwa