Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Thriller
OVERLOAD
1
Suka
26
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Hampir saja Ibrahim mati tersengal di ruang sempit tanpa cahaya. Ia berhasil melepaskan diri dari kedua tangan yang mencekik lehernya. Setiap hari ia menyendiri di sana, setiap hari juga ia bertanya pada suara-suara yang tak bertuan "apa aku masih hidup?"

Ibrahim berteriak keras, berharap seseorang membuka pintu lalu membiarkan ia berlari bebas ke hutan belantara tanpa jejak. 

"Ibu, tolong aku!" Teriak Ibrahim dengan suara tangisan. Suaranya semakin keras hingga siulan burung-burung pipit tak terdengar. 

Ibrahim tersungkur, memukul lantai berkali-kali. Mulai menyalahkan Tuhan, menyalahkan kedua orang yang membawanya ke dunia ini.

Berlarut-larut, ia tahu bahwa tidak akan ada orang yang menyelamatkan dirinya. Riuh kepala memerangi diri, mencaci maki diri sendiri. Menganggap dirinya tak berguna dan tak dibutuhkan, ia lelah hingga tertidur di lantai. 

***

"Ibrahim! Ayo bangun!" Seorang wanita tua menepuk bahu Ibrahim. Ibrahim membuka mata, mendapati dirinya berada di kamar miliknya. Ia menatap sekeliling, memperhatikan setiap lukisan-lukisan yang di pajang di tembok. 

"Ayo mandi dan sarapan! Sarah sudah menunggu lama di luar." 

"Iya, Bu." Sahut Ibrahim. 

"Bu, seluruh badanku sakit. Sepertinya aku absen bekerja hari ini. Tolong sampaikan ke Sarah!" 

Ibu memandang Ibrahim, lalu meletakkan tangan ke dahi Ibrahim. Ibu ingin memastikan keadaan Ibrahim. 

"Ah, ini hanya demam biasa. Ibu rasa gak begitu parah. Setelah mandi dan sarapan, pasti energimu kembali" Ibu menarik selimut dari tubuh Ibrahim, sedikit memaksa agar Ibrahim tetap bekerja hari ini. 

"Kalau kamu gak bekerja hari ini, gajimu pasti di potong. Kamu kan masih kontrak, pengeluaran kita banyak bulan ini. Utang koperasi harian juga belum ibu bayar tiga minggu ini" Wajah Ibu mulai sendu. 

Hati Ibrahim tersentuh, bangkit lalu beranjak ke kamar mandi. 

"Ib, wajahmu pucat dan matamu merah. Kamu sakit, ya?" Ucap Sarah melihat Ibrahim yang tetap tersenyum tanpa kata. Hanya mengisyaratkan agar Sarah bergeser posisi, membiarkan Ibrahim mengemudi. 

"Ibrahim kenapa selalu memaksa, kenapa selalu menutupi rasa sakitmu. Membiarkan seluruh hidupmu tak bahagia untuk memberikan segalanya pada orang tuamu" Celoteh Sarah dalam perjalanan. 

Ibrahim tertawa, membiarkan Sarah tersiksa mencari jawaban sendiri. Namun tubuh Ibrahim kian lemah, ia berhenti di tengah jalan. Menyadari bahwa hari ini tak mungkin bekerja, Ibrahim meminta Sarah untuk melanjutkan perjalanan sendirian.

Ibrahim duduk tak berdaya di pinggir jalan. Ia berusaha membuka mata, namun dunia seketika gelap. Tubuhnya jatuh ke tanah dan tak sadarkan diri"

****

"Maaf Dok, pasien ini kami temukan di pinggir jalan. Ia berusaha kabur dengan mencuri sepeda motor milik pengunjung" 

"Bagaimana keadaannya?"

"Tidak ada yang serius, hanya luka di bagian siku dan pergelangan kaki. Ini murni kecelakaan tunggal"

Riuh suara rumah sakit membangunkan Ibrahim. Luka-luka di tubuhnya terasa perih. Ia merintih, sembari berteriak mencari Ibunya.

"Tenang Ibrahim! Kamu sudah di rumahmu" Dokter berusaha menenangkan.

Di balik jeruji besi seorang wanita menangis meratapi Ibrahim. Melihat itu, Dokter menghampiri.

"Bu Sarah, ini ketiga kalinya Ibrahim melarikan diri. Kemarin ia mengamuk dan memukul seorang pengunjung laki-laki yang hendak memarkirkan motornya. Setelah itu Ibrahim membawa motornya pergi"

Sarah tertunduk diam,

"Apa itu bertanda bahwa kondisi Ibrahim semakin parah, Dok?"

"Betul, Bu. Sebulan terakhir, Ibrahim sering mengamuk. Berteriak dan suka memanggil-manggil ibunya. Kadang setelah itu ia menangis, lalu tertawa sembari memukul-mukul tembok atau lantai"

Rupanya, Ibrahim hidup dalam bayang-bayang trauma yang membuatnya tak bisa lagi mengontrol diri. Ketakutan, kecemasan dan rasa bersalah kini berumah dalam dirinya. 

Sarah termenung, menyadari kakak laki-lakinya depresi berat. Wujud dari penyesalan Ibrahim karena telah menghabiskan nyawa kedua orang tua mereka. Namun Sarah tak pernah menyalahkan Ibrahim, sejak kecil ia selalu dipukul dan disiksa oleh Ayah, Ibu juga tak pernah membela. Setelah dewasa Ibrahim dituntut untuk menghidupi keluarga. Lalu Ayah menghabiskan uang hasil kerja keras Ibrahim untuk berjudi dan mabuk-mabukan. 

Puncaknya, di suatu hari tiga orang laki-laki mendatangi rumah mereka untuk menagih hutang. Ibu mereka terlibat cekcok dengan para penagih. Kejadian ini sering menjadi tontonan para tetangga. Menjadi bahan omongan yang tak pernah usai. Karena merasa malu, Ibrahim pergi meninggalkan rumah. Ibrahim merasa seperti seorang yatim piatu. Jika dia menolak permintaan ayah dan ibunya, ibunya akan menangis,

"Ibu susah payah melahirkanmu, membesarkanmu, berharap kamu dapat menolong keluarga ini"

Itu adalah senjata Ibu yang selalu meluluhkan hati Ibrahim.

Sepanjang hidupnya Ibrahim selalu hidup dalam tekanan, tapi ia tak mau melawan. Ia selalu tunduk dalam perintah ayah dan ibu. Hal gila, lima orang wanita datang mengaku dihamili ayah. Ibrahimlah yang mengurus, namun ibu tak mau melepaskan ayah. Suatu hari Ayah meminta uang pada Ibrahim, Ibrahim tak memberi karena tak punya uang. Ayah menampar Ibrahim, menganggap Ibrahim bukan anak yang berbakti. 

"Sudah banyak yang kulakukan untuk ayah, dan ayah tak pernah merasa cukup" Ibrahim menunjuk wajah ayah dengan emosi.

Ayah tak terima, "yang kamu lakukan tidak akan cukup membalas semua usaha ayah membesarkanmu" 

 

"Jangan menghitung apa yang sudah kamu lakukan untuk ayah dan ibu, karena itu sudah tugasmu" ucap ibu membela ayah

Ibrahim membanting TV, Sarah menangis segukan. 

Hal itu menimbulkan amarah besar dihati ayah, ia mengambil pisau hendak menusuk Ibrahim. Tetapi ayah sudah terlalu tua, tenaganya sudah tak sekuat dulu. Ibrahim meraih pisau dari tangan ayah dan menancapkan pisau itu ke perut ayah. Ibu sangat syok, tak terima separuh jiwanya pergi. Ia hendak menyiram Ibrahim dengan air panas, namun dihalangi oleh Sarah. Ibrahim tak terima, ia mengambil air panas itu lalu menumpahkan di atas kepala ibunya.

Mengingat itu air mata Sarah bercucuran, Sarah berjalan perlahan. Mengayunkan tongkat yang menopang kaki kiri yang patah karena sering dipukul dengan kayu oleh Ayah. Sebagai wujud cinta pada Ibrahim, Sarah setiap hari menjenguknya ke rumah sakit jiwa. Ia terus berdoa agar Ibrahim lekas sembuh walau harus menghabiskan sisa umurnya nanti di penjara. 

***

Di suatu pagi, Sarah melihat Ibrahim datang mengunjunginya. Tangan Ibrahim di borgol, ia didampingi oleh dua orang polisi. Ibrahim menangis berharap Sarah terbangun. Dalam hati, Ibrahim sadar bahwa selama ini ia terlalu meratapi nasib, sulut emosi yang semakin-makin lalu lupa menanyakan perasaan Sarah. Sarahlah yang menyimpan semua tragedi yang terjadi di rumah mereka. Setelah Ibrahim membunuh kedua orang tua mereka, Sarah menganggap Ibrahim sudah kehilangan kewarasan atau gila. Karena itu Sarah hidup dalam ilusi, selalu berhalusinasi tentang Ibrahim di rumah sakit jiwa. Nyatanya Ibrahim di penjara, dan Sarah karena traumanya yang tak berkesudahan. Ia mengalami gangguan psikologis akut. Ia pernah mencoba membunuh Ibrahim dengan cara mencekik leher Ibrahim namun tak Ibrahim berhasil meringkuk Sarah. Sarah tak terima ibunya dibunuh dan terus merasa bersalah. Sebelum Ibrahim kembali ke Penjara, Sarah terbangun namun sudah tak mengenali Ibrahim dan dirinya sendiri.

 

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Thriller
Cerpen
OVERLOAD
Adriana Gur
Flash
Text Message
Fann Ardian
Novel
Bronze
Ranting
Ariya Gesang
Novel
Am I a Monster?
sintia indrawati
Novel
M.A.T.A.D.O.R
mahes.varaa
Skrip Film
Stupid Idea My Family
fadila annisak
Cerpen
canvas of sin
Alfiya
Cerpen
O2
Rian Widagdo
Flash
Petualangan Mimpi: Pingsan
Tirani K. C.
Flash
Jangan Dimakan!
Yaraa
Novel
Dinner Party
Khay khay
Novel
My Brandal Brother
cimollll
Novel
B!
Katarina Retno Triwidayati
Novel
Bronze
Darling, bisa aku bedah kepalamu?
mahes.varaa
Flash
Pertolongan
Soerja HR Hezra
Rekomendasi
Cerpen
OVERLOAD
Adriana Gur