Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Drama
OKB yang Sombong
1
Suka
49
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Warung sembako Mbak Surti terlihat sangat ramai. Cukup kontras dengan beberapa warung di sekitarnya yang malah sepi. Bagaimana tidak ramai, warung Mbak Surti sudah seperti grosiran besar. Apa saja ada, sehingga banyak orang lebih memilih belanja di sana daripada warung eceran di sekitarnya. Padahal Mbak Surti terkenal galak meski suaranya kecil dan pelan. Seringkali juga Mbak Surti julid pada orang – orang tertentu yang dianggapnya remeh.

Misalnya, pedagang sayur yang pernah berhenti di halaman depan warung Mbak Surti. Pedagang sayur keliling itu hanya berhenti sebentar karena dicegat gerombolan ibu – ibu pemburu bahan makanan untuk memasak lauk. Paling tidak sampai lima belas menit, ibu – ibu sudah pada bubar dan si pedagang sayur pun akan segera pergi. Namun, wajah Mbak Surti sudah prengat – prengut saja di dalam warungnya. Entah apa maksud Mbak Surti. Ketika si pedagang sayur baru saja memacu motornya pergi, Mbak Surti membawa segayung air dan dengan kasar menyiram bekas parkiran si pedagang sayur tadi. Bu Tuti yang lewat depan warung pun menegur Mbak Surti dengan heran.

“Nyiram apa Mbak Surti? Perasaan tadi Mamang sayur yang barusan berhenti di situ?”

Mbak Surti menjawab sambil cengengesan. “Anu, Bu Tuti, nyiram bekas muntah anjing, hehe.”

Bu Tuti dengan wajah heran berlalu dari hadapan Mbak Surti. Dalam hatinya, Bu Tuti geleng – geleng dengan tingkah Mbak Surti yang sombong. Bu Tuti tahu pasti kalau tidak ada muntahan anjing di halaman warung Mbak Surti.

Perilaku Mbak Surti yang menyiram bekas parkir pedagang sayur pun menjadi topik hangat pergibahan di tongkrongan ibu – ibu tetangga.

“Sombong sekali ya Mbak Surti itu, padahal tukang sayurnya cuma berhenti sebentar.” Ucap salah satu tetangga.

“Semenjak warungnya rame beberapa tahun lalu, sifat sombongnya makin kelihatan.” Timpal ibu – ibu yang lain.

“Biasa OKB… dulunya miskin, sekarang udah bisa beli apa – apa, duit banyak, ya sombong jadinya.”

“Tapi duit banyak begitu, sama mertua pelit.”

“Kualat emang itu laki – bini. Lagian lakinya Mbak Surti nggak tegas, masa istri sering jahat ke mertua dibiarin aja.”

“Parah memang mereka. Nunggu azab aja lagi tuh!”.

Begitulah dunia pergibahan tentang Mbak Surti. Ada banyak hal yang bisa dibahas. Mbak Surti tentu saja tahu. Hanya saja ia tidak ambil peduli. Terserah orang mau bilang apa. Bodo amat ia dikata – katai seperti apa. Uangnya yang akan berbicara. Selama ini tidak ada yang berani menasehati Mbak Surti. Mau sejulid apa pun mulutnya, orang – orang hanya diam saja. Paling – paling ada yang mengelus dada. Tidak sedikit juga yang sakit hati. Bahkan ada yang menangis hingga mengucap sumpah serapah. Tapi semua itu hanya di belakang Mbak Surti. Di depan si OKB, tidak ada yang berani bersuara.

***

“Nggak usah banyak urusan Pakde. Kalau nggak punya uang, nggak usah bikin acara yasinan!”

Begitu cela Mbak Surti pada Paman suaminya. Si Paman hanya bermaksud mengundang Mbak Surti dan suaminya untuk ikut acara yasinan di kampung Si Bibi. Jaraknya lumayan jauh dari kampung mereka. Harapan si Paman, Mbak Surti dan suaminya berbaik hati mengantarkan Paman dan istrinya pulang kampung dengan uang bensin yang ditanggung oleh si Paman. Tapi bukan jawaban penuh kerelaan yang didapat, si Paman pun pulang ke rumah dengan tangisan setelah mendapat celaan dari Mbak Surti. Sedangkan si suami hanya diam mendengar Pamannya dicela begitu saja.

“Memang begitu si Surti, kalau ke keluarganya dia selalu dikasih bantuan. Keponakannya saja sampai dikuliahkannya S2. Giliran keluarga suaminya malah dihina – hina. Padahal kita ya nggak ngemis.” Ucap salah satu anak si Paman. Memang keluarga besar si Paman bukanlah orang berkecukupan macam Mbak Surti dan suaminya. Mbak Surti pun berhak untuk menolak ajakan atau menolak membantu jika tidak berkenan. Tapi tidak dengan cara melemparkan hinaan.

Lalu suatu kali, anak Mbak Surti akan berangkat ke pesantren. Mbak Surti dan suaminya pamitan pada para ibu – ibu tetangga yang sedang senam melangsingkan tubuh di ruko sebelah. Mereka lalu berangkat mengantarkan anak semata wayang mereka. Ibu – ibu itu berbisik – bisik. Bagaimaa bisa Mbak Surti dengan santainya menyalami para ibu – ibu yang bukan siapa – siapa, sedangkan ibu mertuanya yang sedari tadi duduk di depannya tidak ia sapa sama sekali. Boro – boro disalami sembari berpamitan, dilirik saja tidak. Entah apa yang dirasakan si ibu mertua yang sudah nenek – nenek uzur itu. Masih beruntung cucunya mau berpamitan dan memeluknya.

Bukan hanya mertua dan paman suaminya yang ia perlakukan tidak beradab. Suatu kali, Paman bungsu si suami menitipkan anak gadisnya di rumah Mbak Surti. Di depan si Paman, Mbak Surti bersikap sopan dan manis. Selepas si Paman pergi, mulut Mbak Surti menggosip ke sana kemari. Si Paman dikatai tidak tahu diri. Anak gadis si Paman awalnya diperlakukan dengan baik. Si anak gadis ikut membantu mengurus warung Mbak Surti. Barang – barang yang berserakan dirapikannya. Pelanggan yang kebingungan pun dibantunya. Namun, Mbak Surti mulai memperlihatkan taringnya. Saat si gadis yang ternyata pelupa sering bertanya berulang – ulang soal harga barang. Diam – diam Mbak Surti membisikinya “bodoh”. Padahal, wajar saja ada orang pelupa.

Lalu yang paling membuat si gadis sakit hati, saat Mbak Surti terus prengat – prengut melihat keakraban si gadis dengan ibu – ibu pelanggan warung. Si ibu pamit pada si gadis saat akan beranjak pergi. Sedangkan Mbak Surti tidak dipamiti. Ini membuat Mbak Surti tidak hanya julid tapi juga iri. Sikap Mbak Surti berubah. Mbak Surti berusaha memperlakukan gadis itu bagai pembantu. Bertambahlah sifat buruk Mbak Surti. Suatu kali, ketika si gadis sedang menghitung belanjaan seorang anak, Mbak Surti ikut nimbrung dan menyebut si anak lebih pintar dibandingkan dengan si gadis. Tersinggunglah gadis itu. Bukannya bersyukur mendapat karyawan gratis, Mbak Surti malah berusaha membuat gadis itu tidak betah. Muaklah gadis itu dan undur diri dari rumah Mbak Surti.

Kesombongan dan kejulidan Mbak Surti sudah diluar batas. Padahal, warung Mbak Surti itu berdiri karena uang modal yang diberikan oleh ayah si gadis secara cuma – cuma. Bahkan dulunya saat masih bujang, suami Mbak Surti ikut dengan si Paman Bungsu dan diajari banyak hal cara bekerja untuk bertahan hidup. Si suami diperlakukan dengan baik, namun begitulah balasan Mbak Surti dan suaminya yang “penurut”. Malah kini membully Si Paman yang berjasa berikut dengan anak gadisnya. Kesombongan Mbak Surti sang OKB membuatnya mengembalikan uang si Paman karena konfliknya dengan si anak gadis yang enggan bertegur sapa dengan Mbak Surti untuk selamanya.

***

Mbak Surti terbaring lemah di ruang tengah. Anak lelaki satu – satunya memijat lengan Mbak Surti dengan penuh kekhawatiran. Seorang saudara sepupu suami Mbak Surti masuk ke dalam rumah membawa sebungkus besar lauk. Dengan rendah hati si sepupu meminta maaf karena baru bisa menjenguk akibat ia sibuk berjualan di pasar.

“Maaf ya kak, aku baru bisa jenguk. Ini aku masakkan lauk. Barangkali kakak belum bisa masak.”

Anak Mbak Surti menerima lauk itu dan berterima kasih, sedangkan Mbak Surti hanya tersenyum. Di tengah bercakap – cakap dengan sepupunya itu, Mbak Surti kedatangan tamu lain, si pemilik konter sebelah.

“Mbak, maaf saya baru bisa jenguk. Ini saya bawakkan buah – buahan. Saya langsung pamit ya Mbak, ada urusan lain soalnya. Semoga cepat sembuh ya Mbak Surti.” Si pemilik konter menyerahkan parcel buah kepada anak Mbak Surti yang disambut Mbak Surti dengan sumringah.

“Nah itulah nak, kalau kamu mau lihat bagaimana baiknya orang lain sama kita.”

Deg. Berdegup kencang jantung si sepupu mendengar ucapan Mbak Surti pada anaknya. Dalam keadaan sakit pun, sempat – sempatnya Mbak Surti menyindir si sepupu yang sudah berbaik hati memasakannya lauk agar Mbak Surti tidak kesulitan. Ternyata malah dapat sindiran dan diperlakukan remeh sebagai balasan. Padahal, orang lain yang disebutnya baik itu hanya menjenguk sekilas mata. Menyesal rasanya si sepupu sering menjenguk dan membawakan lauk untuk Mbak Surti yang telah lama sakit – sakitan. Tak lama kemudian, si sepupu pun pamit pulang.

***

Terdengar kabar warung Mbak Surti kebobolan. Yang mengejutkan, malingnya adalah saudara jauh Mbak Surti sendiri. Gosip berhembus itu akibat kesombongan si OKB. Entah kata – kata apa yang telah diucapkan Mbak Surti kepada para maling tersebut hingga warungnya dibobol dan maling yang berjumlah empat orang itu masih bisa petantang – petenteng.

Suami Mbak Surti menangis karena ditegur dan dinasehati oleh Paman Bungsu. Mungkin dulu ia pernah mengucapkan kata – kata yang menyakiti. Tentu sudah saatnya introspeksi. Namun, bukan Mbak Surti namanya kalau tidak sombong. Sedari dulu masih jualan sayur pakai gerobak tanpa mengenakan sandal, mulut Mbak Surti memang sudah biadab. Sekarang, saat Tuhan sedang berbaik hati memberikan banyak rezeki, kosakata julid Mbak Surti pun bertambah luas. Sombongnya pun bertambah tinggi. Pokoknya apa pun yang terjadi sudah pasti bukan salah Mbak Surti.

Konter yang ramai disebelah warung Mbak Surti tidak dibobol sama sekali. Warung – warung yang lain pun bahkan tidak dilirik. Hanya warung Mbak Surti yang jadi target pencuri. Orang – orang bilang Mbak Surti terkena azab. Di depan Mbak Surti, orang – orang terlihat prihatin. Namun, di area pergibahan orang – orang menertawakan. Mbak Surti si OKB yang julid akhirnya kena teguran.

Tapi, seperti yang sudah dikatakan tadi. Mbak Surti tetap saja tidak intrsopeksi. Baru – baru ini, saat lebaran, orang – orang kembali mengelus dada mendengar kejulidan Mbak Surti kepada beberapa orang yang keadaan ekonominya ada di bawahnya. Ketika seorang anak butuh bantuan dengan orang tuanya yang butuh dukungan, Mbak Surti malah mencela dengan sindiran. Baru saja bermaaf – maafan, Mbak Surti sudah berulah lagi. Dan lagi – lagi orang – orang tidak menegur Mbak Surti. Barangkali Tuhan mau berbaik hati menegurnya. Sekarang, azab Mbak Surti masih ditahap pencurian. Dan beberapa bulan Mbak Surti sempat sakit – sakitan. Mana tahu di masa depan, ada yang lebih menghantam.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Drama
Novel
One Persen Of People
Renita Sylvia
Novel
KEPADA AKHIRNYA
QQ
Komik
INFECTION
Miftahur Rahmah
Cerpen
OKB yang Sombong
Refy
Novel
Bronze
Buku Harian Alana
Nur Chayati
Skrip Film
BUS MALAM, COVID-19 DAN KAMU (Script)
Siti Sarah Madani
Skrip Film
1024 : We're All Done
Pradita Dina Salsabila
Flash
Pepatah Bilang.....
AlifatulM
Novel
Jejak Luka, Jejak Cinta
yulia nady
Skrip Film
Telepon Yang Tak Pernah Berdering
Daffa Amrullah
Cerpen
Bronze
I B U
Yuli Harahap
Cerpen
Bronze
Tebusan Jiwa
elysia noir
Skrip Film
RETAK RETAK SOLU
Sri kartini Handayani
Flash
Ria dan Rio
Mira Herani
Novel
Bronze
HOPE
Rizky Karista Syavira
Rekomendasi
Cerpen
OKB yang Sombong
Refy
Cerpen
Bronze
TRAUMA
Refy
Cerpen
Penyesalan Rianti
Refy
Cerpen
Bronze
Di Tengah Malam
Refy
Cerpen
PENGAKUAN DOSA
Refy