Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Slice of Life
Oh, Nani, Mastrubasi
2
Suka
47
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Mas, semenjak pulang dari perantauan, tak sekali pun kau mencumbuiku. Meremas buah dadaku. Kemaluanku. Menghisapnya. Seperti dulu. Apakah karena sudah tak ranum lagi? Ya, memang tubuhku sudah kendur termakan usia. Dan, buah dadaku juga habis disesap Rahma, Ratih dan Ratna.

Namun, bukankah kau menginginkan anak sembilan? Ini baru tiga, Mas! Bagaimana bisa kita membuat anak sebanyak itu jika kau tak mau lagi bercinta denganku? Aku tak bisa membuat anak hanya dengan bermastrubasi. Tanganku ini hanyalah batang tak bersaripati. Tak akan menghasilkan buah. Menghasilkan keturunan.

Aku rindu saat-saat kita bercinta dahulu. Sesudahnya, aku selalu merebahkan badan di pangkuanmu. Kau menyesap sebatang rokok. Peluh kita belum mengering sempurna. Ah, Mas, kita selalu larut dalam percakapan sampai malam menjadi lingsir. Dan, Kau akan selalu bersumpah setia kepadaku. Mengecup bibirku sampai kita menutup mata.

"Aku akan selalu setia kepadamu, Nani. Istriku sayang."

Kata-katamu itu selalu terngiang di benak ku. Mulanya indah. Lama-lama berubah, Mas, seiring Kau tak mau lagi mencumbui tubuhku. Kata-katamu itu menjadi sebuah beban yang tak bisa lagi ku pikul. Berat. Sikapmu membuatku curiga. Kau pasti selingkuh. Kau sudah tak setia. Mendua.

Saat kau jauh di perantauan sana. Aku sempat menguji kesetiaanmu beberapa kali. Komar, tetangga kita yang ikut merantau bersamamu, Mas. Ku suruh ia untuk mengujimu secara langsung. Mulanya, aku hanya menanyakan kabarmu kepadanya. Katanya, kau baik-baik saja dan tidak macam-macam di sana.

Namun, kata-kata itu tak cukup buatku. Mata Komar masih bisa salah. Kau bisa saja menutupi keburukanmu, Mas. Maka, ku suruh ia untuk mengajakmu ke tempat pelacuran. Siapa tahu Kau akan menunjukan sifat aslimu kepadanya.

Aku sebenarnya cemas, bahkan takut jika penyebab utama Kau tidak meniduriku lagi, karena sudah gandrung dengan pelacur. Terbayang dalam benaku, Kau meniduri perempuan yang sudah tidur dengan ribuan pria lain sebelumnya. Jijik. Tak sudi. Membayangkannya pun aku tak sudi.

Sempat aku berfikir. Jika itu benar penyebabnya maka aku tak mau lagi tidur denganmu. Lebih baik kita berpisah, kau sudah mengotori sumpah setiamu. Untuk apa aku hidup dengan orang yang sudah mengingkari janji. Janji setia saja tidak bisa, apalagi menepati janji-janji yang lainnya.

Lebih baik aku mencumbui diriku dengan jari-jariku sendiri. Hingga aku menemukan penggantimu. Itu pun, jika ada yang mau dengan janda beranak tiga. Bila tidak, biarlah aku cukupkan dengan jari-jariku saja. Seperti saat Kau jauh di sana. Aku memasukan jari-jariku diantara lubang selangkangan.

Untungnya, keraguanku atas dirimu berhasil terbantahkan. Komar memberi kabar bahwa kau malah lari terbirit-birit saat diajak ke tempat seperti itu. Aku menjadi lega. Bersyukur. Kelegaanku serupa puncak saat kita bercinta. Cairan-cairan lengket yang luruh dari rahim.

Namun, keceriaanku. Kelegaanku itu tak berlangsung lama. Saat Kau pulang dari perantauan, dirimu tetap saja tak mau menjamah tubuhku. Aku pun kembali larut dalam kecemasan. Aku bertanya padamu pun tidak kau menjawab apa penyebabnya. Hingga Kau kembali berangkat merantau. Dan, dengan seenaknya saja berkata:

"Kau tak perlu cemas, Nani. Istriku sayang."

Kau berangkat hanya meninggalkan kecemasan bagiku. Bahkan Kau tidak meninggalkan bekas bibir yang menempel di pipi atau dahiku. Kau meninggalkan sebuah tanda tanya besar juga. Apakah ini yang Kau sebut sayang, dengan tidak menyentuhku lagi ketika Kau pulang? Atau bagimu rasa sayang itu hanya sekedar nafkah berbentuk uang?

Akhirnya aku hanya bisa tenggelam dalam lautan pasrah. Terpenting bagiku Kau baik-baik saja di sana. Dan, Aku pun di sini akan baik-baik saja. Meskipun, tanpa sentuhanmu aku masih memiliki jari-jariku.

**

Oh, Nani. Istriku sayang. Begitu banyak cobaan dan godaan saat aku tengah berada di perantauan. Contoh kecilnya saja Mirna. Tetangga kamar kos ku. Saat Aku berpapasan dengannya, baik pulang atau pergi bekerja, atau saat ia menjemur pakaian, ia selalu saja menyimpulkan senyum. 

Bukannya Aku terpesona. Aku selalu memalingkan muka dari Ia yang seperti sengaja menggoda dengan senyum itu. Senyum yang mengandung warna gincu merekah. Namun, Istriku sayang. Semakin Aku menghindarinya, Ia semakin menjadi-jadi.

Terkadang, ia sengaja mempertontonkan pahanya yang bulat berisi. Seperti tak mau kalah, Istriku, buah dadanya pun ia pertontonkan. Ah, tidak semuanya. Aku melihatnya sekilas belahan dadanya itu. Hanya bagian atasnya. Selebihnya tetap menjembul dan tertutup handuk.

Ia sempat meminta bantuanku untuk membetulkan lampu kamar mandi. Ya, aku hanya merasa kasihan kepadanya. Ia seorang janda yang merantau. Meninggalkan anak bersama orang tuanya di kampung nun jauh di sana.

Aku segera keluar setelah itu. Aku selalu teringat padamu, Nani. Istriku sayang. Aku memegang teguh sumpah setiaku padamu. Tak akan mengingkarinya. Mencederainya. 

Jika rinduku padamu datang bersama rangsangan yang muncul dari ingatan percintaan kita, Aku akan selalu melingkarkan jari. Lalu merogohkannya ke selangkangan. Membuat suatu gerak maju-mundur. Meskipun terasa kasar, Aku menikmatinya. Ku bayangkan rasa kasar ini seperti jarak yang memisahkan kita. Memarut batinku dengan rindu.

Oh, Nani. Istriku Sayang. Godaan itu bukan hanya muncul dari Mirna. Tapi, Komar juga. Suatu waktu Ia mengajak ku keluar. Kami mencari Ciu Bekonang. Sekedar menghangatkan badan. 

Saat itu pukul dua malam. Jalanan di Jakarta tak pernah tidur. Selalu ada geliat dari kendaraan. Kami berkendara sepanjang Kali Ciliwung. Lalu masuk ke gang sempit. Dan, tiba lah di warung remang-remang.

Aku memperhatikan tempat itu. Cukup luas. Di depan warung banyak orang berkerumun. Sepertinya para pelanggan, germo dan pelacur. Siapa pun pasti akan tahu. Bukan berarti Aku menilai penampilan luar saja.

Namun, bukan kah sudah jelas, bahwa perempuan baik-baik mana yang masih bangun jam segini, mengenakan pakaian seksi, berparas menor, bersandar dan menggoda lelaki, jika bukan pelacur.

"Di sini minumannya murah," kata Komar membujuk.

Ia tahu Aku menunjukkan gelagat ragu. 

"Sudah lah, biar aku yang bayar. Janji kita ke sini hanya untuk minum," bujuknya.

Aku pun mengindahkan bujukkannya. Kami melewati orang-orang itu. Dan, perempuan yang berdandan paling menor membelai daguku.

"Ayo, Mas, tidur bareng. Cuma lima puluh!" Aku bergidik di buatnya. 

Kami pun berhasil masuk ke tempat itu. Aku kembali memperhatikan sekitar. Di dalam sini suasananya begitu bising. Musik dangdut berdendang keras. Terdapat juga orang yang sudah lunglai. Ada orang yang meracau dalam mabuk. Lampu tumbler berkelip warna-warni. Dinding yang terbuat dari bilik.

Perhatianku teralihkan pada suatu ruangan yang tertutup oleh gordeng berwarna merah. Sontak saja pikiranku langsung menerka bahwa itu adalah tempat peraduan. Namun, bagaimana bisa orang terangsang dalam kondisi yang seperti ini.

"Ciu dua botol!" pinta Komar.

Tak berselang lama, sepasang manusia keluar dari sana. Aku memperhatikan yang laki-laki. Ia berjalan sambil membetulkan ikat pinggang. Tubuhnya tambun sehingga Ia kesulitan. Setelah beres dengan urusannya, ia mengeluarkan beberapa lembar uang. Lalu, memberikannya kepada si perempuan. Si perempuan, langsung mencium pipi laki-laki itu.

Ah, di sini lah letak permasalahannya. Aku terlibat dalam suatu perdebatan dengan salah satu pelacur yang menggodaku. Pelacur yang tadi berdandan paling menor itu.

"Tidak! Aku sudah punya istri," tolak ku kepadanya dengan nada tegas. Oh, Nani. Aku akan tetap setia kepadamu apa pun yang terjadi.

"Istri lu ga akan tau!"

"Tetap tidak! Aku tidak akan mau mengkhianati cintaku dan janjiku."

"Alah, basi amat. Eh, ya, cinte tu kaga bisa dimakan! Tetep aje, lu ngasih bini lu duit, kan?"

"Ya, terus? Hal itu memanglah kewajibanku sebagai suami."

"Eh, ye, gue bilangin. Mau itu bini, kek. Pecun, kekKite, nih, perempuan tuh tabiat nye dibayar buat diewe!"

Mataku terbelalak mendengar itu. Kapal pemikiranku bergoncang. Aku dilanda badai keyakinan. Perkataannya adalah fakta. Namun, tidak sepenuhnya benar.

Oh, Nani. Istriku sayang. Bagaimana jika sebenarnya, selama ini aku hidup bersamamu atas dasar nafsu belaka? Apakah selama ini, aku juga memperlakukanmu tak ayal hanya sebagai pelacurku?

Aku menjadi ragu akan hal itu. Namun, rasa cintaku kepadamu tak ada sedikit pun keraguan. Aku yang selalu setia kepadamu. Hanya saja aku menjadi ragu untuk menyentuhmu. Menyetubuhimu. Maka, maaf kan jika aku pulang nanti tak sedikit pun menjamah tubuhmu.

***

50 Cerpen Pilihan Kamar Sastra

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Slice of Life
Cerpen
Oh, Nani, Mastrubasi
Galang Gelar Taqwa
Cerpen
Bronze
Perjuangan Menggapai Mimpi di Tengah Cobaan
Azhar Ainun Hidayat
Cerpen
Bronze
Hari Batih Hani
Melyuchan
Cerpen
Luka di Lutut Alberto & Kisah Monogusha Taro yang Ganjil
Galang Gelar Taqwa
Cerpen
Aku Bersimpuh di Hadapan Kopi yang Tengah Ku Seduh
Galang Gelar Taqwa
Cerpen
Sabda Pasar
Galang Gelar Taqwa
Cerpen
Dua Jendela
Dhiyaunnisryna
Cerpen
Bronze
Coba Kau Lihat ke Arah Ban, Nak!
Nuel Lubis
Cerpen
A MAN WITH FEMALE BIRD
dito bagas
Cerpen
Bronze
Mendekap Surga
Trippleju
Cerpen
Pahlawan Tanpa Tanda Apa-apa
Wina Alda
Cerpen
Bronze
Apakah Salah Untuk Pasrah?
godok
Cerpen
Staf Admin (gak) Support
Maya Suci Ramadhani
Cerpen
Bronze
LALAT-LALAT BERSAYAP DURI
Sri Wintala Achmad
Cerpen
CALON MANTU
Ani Hamida
Rekomendasi
Cerpen
Oh, Nani, Mastrubasi
Galang Gelar Taqwa
Cerpen
Luka di Lutut Alberto & Kisah Monogusha Taro yang Ganjil
Galang Gelar Taqwa
Cerpen
Aku Bersimpuh di Hadapan Kopi yang Tengah Ku Seduh
Galang Gelar Taqwa
Cerpen
Sabda Pasar
Galang Gelar Taqwa
Cerpen
Serupa Daun-daun
Galang Gelar Taqwa
Cerpen
Bronze
Balada Tiga Hyang
Galang Gelar Taqwa
Cerpen
Di Penghujung Hari
Galang Gelar Taqwa
Cerpen
Tugas Akhir
Galang Gelar Taqwa
Cerpen
Pasar Bisa Diciptakan
Galang Gelar Taqwa
Cerpen
Balada Cinta Gila
Galang Gelar Taqwa
Cerpen
Pemangsa Paling Kejam
Galang Gelar Taqwa
Cerpen
Sisifus Erostus not Ereksi
Galang Gelar Taqwa
Cerpen
Makhluk Tanah
Galang Gelar Taqwa
Cerpen
Simulasi Mati
Galang Gelar Taqwa
Cerpen
Aku dan Hantu Fyodor Dostoevsky
Galang Gelar Taqwa