Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Misteri
Nyanyian Malam
1
Suka
25
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Malam itu, di Bontang yang tampak tenang, sebuah rahasia besar mulai menggerogoti ketenangan pikiranku. Semuanya bermula dari semangkuk rujak di bawah rembulan samar Pasar Taman Rawa Indah. Aroma pedas manis terasi yang menguar dari rujak Bang Risky, tukang rujak keliling yang mangkal di dekat GOR Hasanuddin, seharusnya menggugah selera. Namun, bagiku, malam itu rujak terasa seperti bom waktu yang siap meledak. Bang Risky, dengan gaya santai abang-abang futsalnya, lebih mirip atlet daripada pedagang biasa. Namun, bisik-bisik sebulan lalu tentang profesi sebenarnya Bang Risky sebagai seorang intel yang menyamar dalam kasus narkoba, terus menghantuiku.

Beberapa jam sebelumnya, di tengah riuhnya lapangan futsal GOR Hasanuddin, mataku tanpa sengaja menangkap interaksi aneh antara Bang Risky dan Doni, pemain baru yang penuh amarah. Tatapan Bang Risky pada Doni begitu intens, sarat akan kecurigaan yang membuatku bertanya-tanya. Apakah rujak yang kini terhidang di depanku ini adalah bagian dari sebuah rencana besar? Jari-jariku gemetar saat mengetik pesan singkat untuk Nadia, satu-satunya tempat aku bisa berbagi kegelisahan, berharap keputusanku untuk terlibat tidak akan menyeret kami berdua ke dalam bahaya yang tak terduga.

Hubunganku dengan Bang Risky terjalin tanpa sengaja melalui kebiasaan rutin membeli rujaknya di Pasar Lama. Obrolan kami selalu berkisar dari hal sepele seperti pertandingan futsal hingga lika-liku asmaraku dengan Nadia. Namun, ada satu nasihatnya yang selalu kuingat, "Kalau menyukai seorang wanita, jangan hanya bermain kata di dunia maya, Gas. Tunjukkan keseriusanmu di dunia nyata." Kata-katanya bijak, namun terkadang aku menangkap sorot mata waspada Bang Risky, terutama saat ia berbicara dengan sosok misterius di gang gelap. Siapa sebenarnya pria berjaket itu? Dan mengapa Bang Risky tampak begitu berhati-hati?

"Pilih mana dulu, Nad? Pikiranku sedang terbagi tiga: lapangan hijau, segarnya rujak, ataukah senyummu?" pesanku terkirim, mencoba menyembunyikan kecemasan di balik nada gurauan.

Balasan Nadia datang tak lama, "Tergantung suasana. Kalau kamu sendiri?"

"Rujaknya sudah menanti, tapi pukul delapan ada janji di lapangan. Aku butuh pendapatmu," balasku, mataku tak bisa lepas dari semangkuk rujak yang aromanya semakin menusuk.

"Jangan sentuh rujak itu sebelum futsal. Nanti kelikibeun," balas Nadia, menggunakan istilah lokal yang membuatku tersenyum tipis. Namun, di balik senyum itu, bayangan Bang Risky dan Doni terus berputar di benakku. Ada sesuatu yang janggal, dan aku merasa terlibat semakin dalam.

GOR Hasanuddin malam itu terasa berbeda. Kehadiran Doni, si pemain baru dengan temperamen meledak-ledak, menciptakan atmosfer tegang. Setiap gerakannya di lapangan terasa kasar dan penuh amarah. Insiden demi insiden terjadi: tekel keras yang mencederai Bang Jaja, sikut tersembunyi yang mengenai Ucok. "Main yang benar, Don!" tegur Ucok dengan nada frustrasi, namun Doni hanya menyeringai sinis. Berkali-kali kami mengingatkannya, namun matanya seolah tertutup oleh amarah yang membara. Malam ini, ketegangan mencapai puncaknya saat Doni dengan sengaja menjegal lawan, membentak saat dikritik, dan kembali melayangkan pukulan ke arah Ucok. Di tengah kekacauan itu, Bang Risky dengan sigap melerai, namun tatapannya pada Doni menyimpan perhitungan yang dingin. Aku merinding, firasatku semakin kuat bahwa Doni adalah bidak dalam permainan yang lebih besar.

Sebuah pesan dari Nadia membuyarkan lamunanku, "Dengan siapa saja kamu bermain futsal?" Aku menjawab singkat, menyebutkan nama teman-teman. Ada dorongan untuk menceritakan kecurigaanku, namun aku urungkan. Permainan berakhir dengan skor imbang dan suasana yang tak nyaman. Ucok mengajak ke warung kopi, katanya ingin membahas Doni. Di sana, di tengah kepulan asap rokok dan obrolan samar, aku melihat Bang Risky berbicara dengan dua pria berjaket yang tampak asing. Potongan kalimat seperti "target teridentifikasi" dan "penggerebekan besok" samar-samar terdengar. Jantungku berdebar kencang, menyadari bahwa dugaanku benar. Doni terlibat, dan Bang Risky adalah seorang intel. Malam itu, tatapan curiga Doni padaku saat aku tak sengaja menatapnya terlalu lama membuatku semakin waspada. "Apa yang kau lihat?" tanyanya dengan nada mengancam. Aku segera mengalihkan pandangan, pulang dengan perasaan tidak tenang.

Pesan dari Nadia kembali masuk, "Jam berapa kamu pulang? Ada keributan apa di futsal? Aku khawatir kamu ikut campur!" Nada pesannya terdengar cemas.

"Maaf, Nad, baru selesai. Tadi hanya melerai Ucok dan Doni, tidak ada perkelahian. Besok aku akan pulang lebih awal," balasku, berusaha menenangkannya.

"Aku tidak marah, hanya khawatir. Kabari aku kalau ada sesuatu," balas Nadia, nadanya melembut. Aku lega, namun pikiranku tetap berkecamuk. Aku menyimpan rahasia ini sendiri.

Gelagat Doni di GOR semakin mencurigakan. Dua minggu lalu, ia mendorong pemain lawan hingga terjatuh dan menyalahkan korban. Pekan lalu, bola tendangannya nyaris mengenai penonton hanya karena ia kehilangan bola. Aku sering melihat Bang Risky mengamatinya dari jauh, sesekali mengetik sesuatu di ponselnya. Suatu sore, saat aku membeli rujak, Bang Risky tiba-tiba berbisik, "Gas, jika ada yang aneh di GOR, jangan ikut campur. Fokus saja pada Nadia." Aku mengangguk, namun firasat buruk semakin kuat mencengkeram hatiku.

Malam itu, di warung kopi, ketika kami pulang Futsal, Doni sudah lebih dulu duduk di sudut dengan teman-temannya yang tidak kami kenal. Doni memandangi sekitar dengan tatapan liar, berbicara dengan mereka. Tatapannya yang tiba-tiba mengarah padaku membuatku membeku. "Kau menguping?" bentaknya. Aku menggeleng panik dan segera pergi.

Malam itu meski aku sangat ingin makan mie rebus, terpaksa pergi. Berada disekitaran Doni entah mengapa membuatku sungguh tak nyaman.

***

Keesokan paginya, berita penggerebekan di dekat Pasar Lama mengejutkan Bontang. Doni tertangkap dengan barang bukti narkoba. Aku lega tidak terlibat, namun sedih teman futsalku terjerumus. Bermain futsal ketika kurang orang sangat tidak seru. Meski Doni tempramen tetapi ia berguna sebagai pelengkap, beberapa temanku yang lain mudah sekali lelah dan minta diganti.

Seketika aku teringat nasihat Bang Risky dan janji rujak yang selalu tertunda dengan Nadia. Aku memutuskan untuk tidak menunda lagi.

"Nad, sore ini kita bertemu. Makan rujak bersama, tidak ada alasan untuk batal!" pesanku terkirim. "Deal! Tapi sambalnya jangan terlalu pedas," balas Nadia.

Sore itu, di beranda rumahku, kami menikmati rujak di bawah senja yang hangat. Pedas manisnya sambal dan segarnya buah-buahan menjadi saksi kebersamaan kami. Namun, saat Nadia pulang, aku menemukan secarik kertas di bawah mangkuk rujak. Tulisan tangan Bang Risky: "Terima kasih, Gas. Mulutmu rapat, operasi lancar. Tapi hati-hati, Doni bukan bos sebenarnya. Pemain besar masih ada di GOR." Aku terkejut, jantungku berdebar tak karuan. Aku menatap ke arah GOR Hasanuddin yang mulai gelap. Doni hanyalah pion. Lalu, siapa dalang sebenarnya?

Minggu berikutnya di lapangan futsal, semuanya tampak biasa. Namun, instingku mengatakan ada sesuatu yang berbeda. Bang Risky tidak terlihat. Doni pun menghilang. Pertandingan berjalan seperti biasa, namun aku merasa ada mata yang mengawasi. Setelah pertandingan usai, Ucok mengajak kami minum kopi di warung biasa. Di sana, duduk santai di salah satu sudut, adalah... Bang Risky. Namun, ada yang berbeda. Ia tidak mengenakan kaos futsalnya. Ia memakai kemeja rapi dan celana panjang. Di sampingnya duduk pria berjaket yang dulu pernah kulihat di gang. Mereka tersenyum padaku.

"Gas, kenalkan, ini atasan saya," kata Bang Risky sambil menunjuk pria berjaket itu. Pria itu mengulurkan tangan. "Terima kasih atas kerjasamanya selama ini."

Aku mengerutkan kening, tidak mengerti. "Kerjasama?"

Bang Risky tersenyum misterius. "Kau tahu terlalu banyak tentang Doni. Sikap curigamu membuat kami lebih mudah mengawasinya tanpa ketahuan. Kau adalah mata dan telinga kami di lapangan, tanpa kau sadari."

Aku terdiam, mencoba mencerna kata-katanya. Jadi, selama ini... aku tanpa sadar menjadi bagian dari operasi ini?

Tiba-tiba, Ucok berdiri dan menepuk pundakku sambil tersenyum lebar. "Jangan kaget begitu, Gas. Aku juga bagian dari tim. Justru aku yang pertama kali curiga pada Doni dan melaporkannya pada Bang Risky."

Aku menatap Ucok dengan mulut ternganga. Sahabatku sendiri... seorang informan?

Bang Risky melanjutkan, "Operasi ini lebih besar dari yang kau kira. Doni hanyalah kurir kecil. Kami sedang mengincar jaringan yang lebih dalam, dan kehadiranmu di dekat mereka tanpa menimbulkan kecurigaan sangat membantu. Rujak itu... hanyalah cara kami berkomunikasi secara tidak langsung."

Aku kembali menatap semangkuk rujak yang kini terasa memiliki makna yang sama sekali berbeda. Selama ini, di tengah hiruk pikuk futsal dan manis pedasnya rujak, sebuah permainan rahasia yang jauh lebih besar sedang berlangsung, dan aku tanpa sadar menjadi salah satu pemainnya. Dunia memang penuh kejutan yang tak terduga.

-Tamat

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Misteri
Cerpen
Nyanyian Malam
Ron Nee Soo
Cerpen
Bronze
Penemuan dan Kekuatan Baru
Mulyana
Novel
The Painting On The Wall
Ma'arif
Flash
Bronze
Biang Gila
Yuisurma
Cerpen
Bronze
Dalam Tidur
Nawala G.
Skrip Film
MALAIKAT
djuli ismail
Cerpen
BAYANG-BAYANG DI BALIK JENDELA
Penulis N
Skrip Film
Tertawalah Carola
Roufy Nasution
Cerpen
Nama Kode: B-5
Adnan Fadhil
Novel
Bronze
Demi Untuk Hidup Abadi
Rafiasamarahmad
Cerpen
PENGAKUANKU
Arthur William R
Cerpen
Bronze
Saya Adalah
Aneidda
Skrip Film
Dendam kesumat(Skrip Film)
winda nurdiana
Flash
Getaran Itu
arke milieu
Flash
PRIA MISTERIUS
Arthur William R
Rekomendasi
Cerpen
Nyanyian Malam
Ron Nee Soo
Cerpen
Jangan Mencinta Terlalu Dalam
Ron Nee Soo
Flash
Bronze
Sabar adalah Sungai, Senyumanmu adalah Muaranya
Ron Nee Soo
Cerpen
Bronze
Sukma Artis Figuran
Ron Nee Soo
Cerpen
Bronze
Apakah Saat Ini, Aku Sedang Patah Hati
Ron Nee Soo
Flash
Bronze
Tipu Daya Lelaki yang Sudah Berumur
Ron Nee Soo
Cerpen
Tiga Hari
Ron Nee Soo
Flash
Bronze
Apakah ada Ruang Untuk Cinta yang Sama
Ron Nee Soo
Flash
Hak Cipta
Ron Nee Soo
Flash
Bronze
Operator Madrasah Galau
Ron Nee Soo
Cerpen
Bronze
Sekiranya Aku adalah Menantunya
Ron Nee Soo
Cerpen
Bronze
Jejak Sujud dan Lantunan Doa Anak-anak Surau
Ron Nee Soo
Flash
Bronze
Ekspektasi
Ron Nee Soo
Flash
Bronze
Warna Cinta di Buku Saku
Ron Nee Soo
Cerpen
Bronze
Sttt... Jangan berisik. Kebenaran Bersembunyi dalam Sunyi
Ron Nee Soo