Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Cermin yang Tidak Setia
“Kita tidak pernah tahu wajah kita sendiri; kita hanya tahu pantulan orang lain dalam mata yang menatap kita.”
– Lacan, dalam cermin bayi manusia
Lior terbangun sebelum fajar, saat dunia masih diam dan waktu belum memutuskan arah.
Ia tak dibangunkan oleh suara alarm atau mimpi buruk—melainkan oleh keheningan yang terlalu utuh, seperti kitab yang belum dibaca tapi sudah menyala dalam dada.
Angin dini hari menyelinap dari celah jendela, menggoyang tirai putih yang compang, menebarkan aroma jamur kayu dan sisa mimpi dari penghuni-penghuni rumah sebelumnya.
Lior bangkit perlahan, mengenakan jubah linen yang terlalu besar, seperti tubuhnya belum memutuskan bentuk apa yang layak ia kenakan pagi ini.
Ia berjalan ke meja kerja, di mana satu cermin bundar tanpa bingkai tergeletak seperti Yata-no-Kagami dalam mitologi Shinto—cermin suci yang memperlihatkan bukan rupa, tapi kebenaran jiwa.
Cermin itu tak pernah memantulkan hal yang sama dua kali.
Pagi ini, pantulan Lior muncul seperti lukisan Renaisans yang belum selesai.
Rahang tajam, tapi dagu lembut. Mata kanan lebih teduh, mata kiri lebih tajam.
Ada yang laki-laki di matanya.
Ada yang perempuan di garis lehernya.
Tapi tak satu pun bisa disebut dengan pasti.
Lior menatap cermin itu bukan untuk mencari rupa—melainkan untuk mengingat luka.
Di masa kecilnya, ia pernah membaca:
“Tuhan menciptakan manusia menurut gambar-Nya; laki-laki dan perempuan dijadika...