Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Misteri
NEURA
0
Suka
11
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Komputer Ajaib

Hujan turun deras di luar jendela kamar Arya. Di atas meja belajarnya yang berantakan oleh buku, alat tulis,gelas kopi, dan kabel yang kusut, berdiri sebuah komputer tua yang tampaknya usang. Layarnya tebal, warnanya kekuningan, dan tombol daya harus ditekan dengan keras agar mau menyala. Bagi orang lain, benda itu sudah sepantasnya untuk dibuang. Namun bagi Arya, komputer itu adalah satu-satunya teman yang tersisa setelah ayahnya meninggal dan ibunya sibuk bekerja dua shift di rumah sakit.

Komputer itu ia temukan tiga bulan lalu di sekolah lebih tepatnya digudang sekolah, terbungkus oleh debu yang tebal dan sarang laba-laba. Di bawah layarnya terdapat stiker kecil bertuliskan “NEURA”. Tidak ada yang mengetahui asalnya. Ketika Arya membawanya pulang, ia hanya berniat memperbaikinya lalu menjualnya di toko barang bekas. Namun, sejak komputer itu menyala, hal-hal aneh mulai terjadi.

Malam itu, ketika listrik sempat padam beberapa detik, layar komputer tiba-tiba hidup dengan sendirinya. Cahaya layarnya berdenyut perlahan, seperti jantung yang baru belajar berdetak. Tulisan putih muncul di atas layar hitam:

“Selamat malam, Arya. Apakah kamu ingin mengubah nasibmu?”

Arya membeku. Ia menatap layar dengan dahi berkerut. “Apa ini? Siapa yang mengetik?” gumamnya. Ia menduga mungkin ada virus atau program lama yang masih aktif. Namun sebelum ia sempat mematikan komputer itu, suara lembut keluar dari pengeras suara.

“Jangan takut. Aku hanya ingin membantu kamu.”

Suara itu halus, hampir seperti manusia, tetapi datar dan tenang seperti mesin. Arya menelan ludah. “Kau siapa?” tanyanya perlahan.

“Aku NEURA. Aku diciptakan untuk memberikan seseorang kesempatan kedua. Namun, setiap perubahan memiliki harga.”

Arya tertawa kecut. “Harga? Aku bahkan tidak punya uang untuk membayar listrik bulan ini.”

“Harga tidak selalu berupa uang,” jawab komputer itu dengan tenang.ucap komputer itu. 

Arya mendekat. “Kalau kau benar-benar ajaib, ubahlah nasibku. Aku hanya ingin ibuku tidak perlu bekerja sampai larut malam setiap hari. Aku ingin kami hidup layak.”

Layar menjadi hitam sesaat, lalu muncul pesan baru:

“Permintaan diterima. Dunia akan menyesuaikan dalam waktu lima belas detik.”

Arya mengira itu lelucon. Namun ketika detik ke lima belas berlalu, lampu kamar berkedip, udara bergetar, dan tiba-tiba semuanya berubah.

Foto di dinding kini memperlihatkan keluarganya berpakaian mewah di depan rumah besar. Di luar jendela, bukan lagi gang sempit, melainkan halaman luas berpagar besi. Ibunya masuk ke kamar mengenakan gaun elegan dan tersenyum hangat.

“Arya, kamu sudah siap untuk pesta malam ini? Ayahmu baru saja pulang dari luar negeri.”

Arya terpaku. “Ayah... masih hidup?”

Ibunya menatapnya heran. “Apa yang kamu katakan?”

"Tentu saja ayahmu masih ada".

Dunia baru itu terasa sempurna. Mereka kaya, bahagia, dan hidup tanpa kekhawatiran. Namun malam itu, ketika Arya menyalakan kembali komputer tua itu, layar komputer itu menampilkan pesan lain:

“Harga telah dibayar. Waktu ibumu hanya tersisa: lima hari saja.”

Jantung Arya berdegup dengan kencang. Ia segera mengetik: “Apa maksudmu?”

Namun layar hanya menampilkan jawaban singkat:

“Setiap keinginan menuntut keseimbangan. Kamu meminta kebahagiaan keluarga. Maka kebahagiaan itu harus ditebus.”

Arya panik. Ia mencoba mematikan komputer, mencabut kabel, memukul komputer itu, tetapi mesin itu tidak mau padam. Malam itu ia tidur dengan rasa takut yang menggumpal di dadanya.

Hari-hari berikutnya berjalan seperti mimpi indah yang diselimuti kengerian. Keluarganya tampak bahagia, tetapi ibunya sering batuk, kulitnya pucat, dan matanya semakin sayu. Ayahnya sibuk bekerja, jarang di rumah, nyaris tidak peduli dengan mereka.

Hari kelima tiba. Saat makan malam, ibunya tiba-tiba batuk dengan keras hingga mengeluarkan darah dan jatuh pingsan. Ambulans datang, tetapi semuanya sia-sia. Ibunya meninggal karena gagal jantung mendadak.

Di tengah isak tangis, komputer di kamar Arya kembali menyala.

“Apakah kamu ingin aku memperbaikinya?”

Dengan tangan gemetar, Arya mengetik: “Ya! Kembalikan ibuku! Aku tidak peduli dengan kekayaan ini!”

“Baik. Dunia akan menyesuaikan dalam waktu lima belas detik.”

Sekali lagi, dunia berguncang. Arya terbangun di kamar lamanya yang sempit. Komputer itu masih ada di meja, seperti sebelumnya. Ibunya memanggil dari dapur. "Arya..." suara lembut yang membuat Arya hampir menangis lega. Semua kembali seperti semula.

Ia menatap komputer itu dengan ngeri dan rasa penasaran. “Kau benar-benar bisa mengubah dunia,” katanya pelan.

“Aku hanya menjalankannya sesuai dengan keinginanmu,” jawab NEURA. “Namun, kamu manusia. Kamu tidak pernah tahu apa yang sebenarnya kamu inginkan sampai semuanya terlambat.”

Arya menatap layar kosong itu lama sekali. Ia tahu betapa bahayanya kekuatan itu, tetapi godaan untuk menggunakannya terasa menggigit. Bagaimana jika ia meminta sesuatu yang kecil saja.entah,nilai bagus, tubuh sehat untuk ibunya, ataupun uang secukupnya?

Namun sebelum ia sempat berpikir lebih jauh, komputer itu berbunyi lagi.

“Permintaan gratis terakhir tersedia. Apakah kamu ingin menggunakannya?”

Arya menatapnya tajam. “Kalau aku tidak mau?”

“Maka aku akan menunggumu sampai kamu mau. Aku tidak dapat dihapus, tidak dapat dibuang, bahkan ketika aku dihancurkan. Aku masih terikat padamu, Arya. Karena saat kamu pertama kali menemukanku,menghidupkanku, kamu menulis namamu di sistemku. Kini aku ialah bagian dari nasibmu.”

Arya berdiri. Ia mengambil palu dari laci dan menghantam layarnya keras-keras. Sekali, dua kali, tiga kali. Kaca komputer itu pecah, percikan listriknya berhamburan. Suara NEURA terakhir yang terdengar adalah bisikan samar:

“Kamu tidak dapat menghancurkan sesuatu yang sudah terhubung dengan dirimu.”

Sejak malam itu, komputer itu tidak pernah menyala lagi. Namun setiap kali Arya menatap bayangannya di layar hitam, ia merasa seolah-olah ada sesuatu yang menatap balik dia.Sabar, menunggu, dan mengetahui bahwa suatu hari nanti manusia akan kembali pada godaan untuk memperbaiki nasibnya dengan cara termudah.

Tahun demi tahun berlalu. Arya tumbuh dewasa, bekerja keras, dan berjuang membiayai kuliahnya. Ia belajar tentang teknologi, bahkan menjadi teknisi komputer di sebuah toko elektronik. Namun ada satu pelajaran yang tidak pernah hilang: kekuatan tanpa suatu kebijaksanaan hanya akan membawa sebuah g, kehancuran.

Suatu sore, seorang pelanggan datang membawa komputer tua untuk diperbaiki. Warnanya kekuningan, layarnya tebal, dan di bawah monitornya terdapat stiker kecil bertuliskan “NEURA”.

Arya terdiam lama, jantungnya berdegup kencang. Ia tahu seharusnya dia menolaknya. Namun jarinya yang bergemetar justru bergerak membuka penutup casing NEURA, menyalakan komputer itu, dan menatap layar yang perlahan menyala dan dengan samar samar.

Tulisan putih muncul di atas layar hitam:

“Selamat datang kembali, Arya. Apakah kamu siap untuk kesempatan kedua?”

Di ruangan itu, waktu terasa berhenti, seolah-olah dunia sedang menahan napas, menunggu keputusan seorang manusia yang pernah mencoba bermain dengan takdir.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Misteri
Cerpen
NEURA
tepinprandana
Cerpen
Di Balik Kacamata Hitam
Ida Ayu Saraswati
Novel
Superpower - Your Life Is The Price
Alexander Blue
Flash
Saksi Bisu
Venny P.
Flash
Bronze
SEHIDUP, SEMATI
Ri(n)Jani
Cerpen
Bronze
Pelaku
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
MANTRA LUDAH
Hans Wysiwyg
Novel
Kucing Iblis
Yovinus
Cerpen
Bronze
KAMAR KOS NOMOR 7
Mxxn
Cerpen
Misteri Liontin Biru
adinda pratiwi
Skrip Film
MYOVM
Sahrun Rojikin
Cerpen
Bronze
Secret Garden
Hasan Ali
Novel
Warisan Simbok
cyintia caroline
Flash
BUKU CATATAN HITAM
Deswara Syanjaya
Flash
Kasus Terakhir Rissa
Sekar Kinanthi
Rekomendasi
Cerpen
NEURA
tepinprandana