Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Presiden Pratama Wijaya mengumumkan kompetisi ‘Kursi Menteri Baru’ di tengah krisis nasional, berfokus pada upaya memulihkan negeri dari dampak judi online yang merajalela. Negeri Sonoharu sedang di ambang kehancuran. Udara di ruang kerjanya terasa sesak oleh rasa putus asa yang tak terucapkan. Sebagai pemimpin negeri, Pratama tak bisa memalingkan wajah dari kenyataan pahit yang terus menghantui krisis ekonomi yang merajalela dan tatanan sosial yang mulai runtuh.
“Negeri ini tak lagi seperti dulu,” gumamnya pelan, suara itu nyaris tenggelam di tengah suara gemuruh langkah kaki para menteri yang tengah berkumpul untuk rapat darurat.
Di layar televisi besar yang tergantung di dinding, potongan-potongan berita tentang meningkatnya angka kemiskinan, angka pengangguran, dan, yang paling mencengkeram hati, dampak dari perjudian online yang merusak keluarga-keluarga di seluruh penjuru negeri. Permainan yang awalnya hanya beredar di sudut-sudut gelap dunia maya kini telah masuk ke rumah-rumah, menggerogoti kepercayaan dan stabilitas keluarga, menghancurkan kehidupan satu per satu tanpa ampun.
Pratama mengepalkan tangan, rasa getir memenuhi dadanya. Ini bukan sekadar soal angka, ini tentang manusia orang-orang yang dia berjanji akan lindungi saat pertama kali dipilih sebagai presiden. Ia tahu bahwa solusi yang ditunggu oleh rakyat tidak akan datang dari para menteri tua yang duduk nyaman di kursi kekuasaan mereka. Dibutuhkan darah baru, energi baru. Di sinilah muncul gagasan yang gila, tapi mungkin satu-satunya jalan keluar Kompetisi “Kursi Menteri Baru.”
“Kursi Menteri Baru,” Pratama menggumamkan nama itu, menyukai kekuatan yang terkandung di dalamnya. Di luar sana, di antara rakyat jelata, tersembunyi pemimpin-pemimpin potensial yang bisa membawa perubahan. Mereka yang tahu bagaimana rasanya hidup dalam kesulitan, yang bisa berpikir di luar kerangka birokrasi kuno yang telah lama usang.
Hari itu, pidato yang disiarkan langsung di seluruh penjuru Sonoharu menjadi panggilan besar bagi negeri. Suara Pratama Wijaya terdengar dalam nada tegas namun merangkul.
"Rakyat Negeri Sonoharu, kita berada di tengah krisis yang belum pernah terjadi sebelumnya. Judi online telah merenggut begitu banyak nyawa, memiskinkan keluarga-keluarga kita, menghancurkan fondasi sosial yang selama ini kita bangun. Tapi hari ini, kita tidak hanya akan berbicara tentang kehancuran. Hari ini, saya mengundang kalian untuk berbicara tentang kebangkitan."
Seluruh negeri terdiam mendengarkan kata-katanya. Ada getaran dalam suara presiden yang tidak bisa diabaikan, sebuah kombinasi antara keputusasaan dan harapan. Di bawah kakinya, dunia yang runtuh perlahan-lahan harus dibangun kembali, dan itu membutuhkan lebih dari sekadar janji politik.
"Saya umumkan bahwa dalam minggu-minggu ke depan, kita akan menggelar sebuah kompetisi terbuka, 'Kursi Menteri Baru,' untuk memilih para pemimpin yang akan memandu negeri ini keluar dari kegelapan. Siapa pun di negeri ini yang merasa memiliki solusi, siap menghadapi tantangan terbesar dalam hidup mereka, dan bersedia berjuang untuk rakyat anda dipersilakan untuk bergabung. Ini bukan soal siapa yang paling kuat, tapi siapa yang paling tulus, paling berani, dan paling siap untuk menempatkan kepentingan negeri di atas segalanya."
Di sela-sela pidatonya, angin kota besar mengalir melalui jendela-jendela terbuka, membawa bau asap dan debu dari kota yang sibuk. Di desa-desa terpencil, suara presiden terdengar seperti gemuruh yang datang dari jauh, menggetarkan hati mereka yang telah lama merasa terlupakan oleh pusat kekuasaan.
Di antara mereka yang mendengarkan, ada lima orang yang akan mengubah nasib negeri. Lima orang yang mendengar panggilan itu sebagai panggilan pribadi, meski hati mereka masih dipenuhi oleh keraguan.
Pandangannya tertuju pada sosok Presiden Pratama yang berbicara, namun pikirannya melayang jauh. Ia adalah harapan bagi banyak petani di daerahnya. Melalui bisnis pertanian yang ia kembangkan, Surya berusaha memajukan sektor yang selama ini terabaikan oleh pemerintah pusat. Tapi politik? Itu adalah dunia yang penuh dengan jebakan, dunia yang ditinggalkannya dengan sadar. Namun panggilan ini… ia tahu, negeri ini butuh perubahan, dan mungkin ia adalah bagian dari solusi itu.
Di seberang kota, Gilang duduk di kantor keluarganya, mendengarkan pidato dengan alis berkerut. Lahir dari keluarga diplomat, Gilang telah mengatasi isu internasional, namun kini terpaksa melihat ke dalam negeri. Gilang tahu, meski ia t...