Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Komedi
Naskah Orang Mabuk
1
Suka
19
Dibaca

Pernah nggak sih lo ketemu orang yang kalau mabuk, justru makin kreatif?

Gue pernah. Namanya Kardi. Orangnya kurus, jalannya miring, dan kalau ngomong, antara jenius atau ngaco setengah hidup. Dia sering nongkrong di warung kopi Udin, tempat segala gosip, obrolan ngawur, sampe curhat utang tetangga berseliweran tiap malam.

Nah, suatu malam, Kardi datang sambil bawa gulungan kertas kusut. Mukanya sumringah, matanya merah, dan bajunya kebalik tulisan NEVER GIVE UP jadi PUG EVIG REVEN. Dia langsung teriak:

"Kopi hitam satu, Din! Tapi kali ini... kopi penulis!"

Kami bertiga yang udah duduk duluan gue, Mamet si polos, sama Jono si skeptis garis keras cuma bisa saling pandang. Ini orang mau ngapain lagi coba?

Kardi duduk, buka gulungan itu, dan mulai bacain dengan penuh penghayatan:

"Judul: Pecel Lele Berdarah.

Tentang seekor lele yang kabur dari wajan, nyamar jadi barista, lalu sabotase sambel karena dendam masa lalu."

Gue nyeruput kopi buru-buru biar nggak muncrat.

Jono langsung angkat alis:

"Lele nyamar jadi barista? Ini kamu nulis pas sadar apa pas setengah sadar, Kar?"

Tapi Kardi nggak peduli. Dia lanjut bacain isi naskahnya dengan penuh semangat, lengkap dengan suara efek dan dialog dramatis. Sementara Mamet? Dia malah manggut-manggut, bener-bener percaya si lele itu kuliah D3 Barista di Bandung.

Anehnya, makin lama makin seru. Kardi bercerita tentang lele yang trauma ngeliat sesama lele digoreng, akhirnya buka kafe yang cuma jual tahu tempe, dan hidup damai sambil nulis puisi.

Absurd? Jelas.

Lucu? Banget.

Masuk akal? Sama kayak Indomie goreng dikasih kuah terus bilang itu makanan fusion.

Dan lo tau twist-nya?

Dari meja belakang, ada cowok pakai topi, ngaku produser film pendek. Dia denger semuanya, terus bilang:

"Gila. Ini... gila banget. Tapi gue suka. Lele barista itu... fresh banget!"

Kami semua bengong.

Kardi? Udah gaya-gayaan sok cool, padahal masih bau alkohol murahan.

Akhirnya si produser minta naskahnya. Katanya mau dibaca lebih lanjut, siapa tau bisa difilmkan. Kardi langsung senyum, seolah-olah dia baru menang Piala Citra.

"Tenang, Din..." katanya sambil nyeruput kopi gratis.

"Kalau film ini rilis, judulnya gue ganti jadi Kopi Lele: Sebuah Perjalanan Mabuk Menuju Sukses."

Dan itulah kisah malam itu, ketika seorang Kardi, naskah absurd, dan lele yang punya dendam bisa bikin kami semua ketawa, kagum, dan sedikit bingung... kenapa lele bisa bikin sambel?

Tapi begitulah hidup. Kadang logika nggak selalu penting. Yang penting: lucu dulu aja.

 

Besok paginya, kabar tentang Lele Barista nyebar kayak gosip mantan nikah muda. Udin yang biasanya cuma jual kopi dan gorengan, sekarang bangga banget. Katanya, “Warung ini saksi lahirnya karya besar, Met! Nanti kalo filmnya tayang, gue pasang banner: Lokasi Syuting Inspirasi!

Mamet langsung percaya bulat-bulat.

Dia bahkan nanya, “Din, bisa nggak pesen kopi yang sama kayak Kardi semalem? Biar aku juga ketularan ide.”

Udin cuma ngelirik, “Bisa. Tapi harus sekalian mabuk juga.”

Kami ketawa ngakak. Tapi Kardi, dengan wajah penuh wibawa palsu, malah nyaut, “Eh jangan salah, Din. Inspirasi itu datang dari keadaan liminal, antara sadar dan nggak. Di situ otak terbuka, kayak pintu kos yang lupa dikunci.”

“Liminal apaan?” tanya Jono.

“Pokoknya antara gila sama jenius, Jo.”

“Berarti lo udah ngelewatin batas,” sahut gue.

Dan kami semua meledak ketawa lagi.

Malam-malam berikutnya, Kardi makin rajin nongkrong. Tapi bukan cuma nongkrong dia jadi kayak sutradara warung. Setiap orang yang duduk, dia wawancarai. Tukang parkir, kurir, bahkan anak kecil yang cuma lewat bawa layangan. Katanya, semua orang punya cerita film.

Gue sempet liat catatannya:

Ide 1: Tukang parkir yang bisa ngatur nasib, bukan cuma motor.

Ide 2: Kopi sachet yang pengen jadi barista beneran.

Ide 3: Sandal jepit kiri dan kanan yang udah lama berpisah.

Gue pengen protes, tapi entah kenapa semua idenya kayak punya daya tarik aneh. Kayak lo tau itu ngaco, tapi lo tetep pengen tau lanjutannya.

Suatu malam, dia bilang serius, “Gue mau bikin komunitas penulis absurd.”

“Namanya?” tanya gue.

“ABSURDIA.”

Jono ngakak, “Kedengeran kayak nama penyakit kulit.”

Tapi Kardi cuek. Dia udah mulai tulis pamflet pake spidol dan kertas bekas.

“ABSURDIA: Tempat Berkumpulnya Jiwa yang Terlalu Logis untuk Gila, tapi Terlalu Gila untuk Logis.”

Bener-bener tagline yang cuma bisa keluar dari orang setengah teler.

Anehnya, dua minggu kemudian, beneran ada yang gabung. Ada mahasiswa seni, guru honorer, dan satu ibu-ibu yang ngaku sering denger bisikan waktu masak sayur asem. Mereka nongkrong tiap malam Jumat, baca puisi, nulis bareng, dan kadang cuma bahas kenapa tahu bulat bisa meledak tapi hati manusia nggak.

Dan siapa dalangnya? Ya jelas, Kardi.

Produser film itu sempet balik lagi, loh. Namanya Bang Raka. Katanya naskah Lele Barista udah dibaca dan menarik, cuma… agak susah divisualin.

Kardi langsung pasang tampang kecewa, “Maksudnya, Bang, gimana susah?”

“Ya gini, Kar… masa lele bisa nyeduh kopi? Nanti PETA bisa ngamuk.”

“Tapi Bang, itu simbolik. Lele itu rakyat kecil. Wajan itu sistem. Barista itu bentuk perlawanan atas hegemoni kuliner”

“Udah, udah. Jangan sok filsuf deh.”

Kami semua nahan ketawa. Tapi Bang Raka malah bilang, “Gini aja, Kar. Lo bantu gue nulis ide absurd lain. Tapi yang masih bisa dijual.”

Dan di situlah karier baru Kardi dimulai: asisten penulis mabuk freelance.

Malam-malam berikutnya dia keliatan lebih kalem. Nggak lagi mabuk berat, cuma tipsy bijaksana istilah barunya. Katanya, “Gue udah sadar, bro. Mabuk bukan buat kabur. Tapi buat ngerasain hidup tanpa filter.”

“Jadi lo masih minum?” tanya Jono.

“Ya masih. Tapi sekarang buat riset karakter.”

Beberapa minggu berlalu, sampai akhirnya poster film pendek muncul di medsos:

“Lele Barista Inspired by True Story from Warung Kopi Udin.”

Kami semua bengong. Ternyata Bang Raka beneran bikin.

Pas premiere-nya, Kardi diundang. Gue, Mamet, dan Jono ikut nonton di balai desa. Filmnya cuma 10 menit, tapi absurd parah. Lele-nya beneran ngomong! Ada adegan lele seduh espresso sambil ngomel soal eksistensi, dan ending-nya dia loncat ke kolam sambil bilang, “Aku pulang ke sumber.”

Penonton tepuk tangan.

Kardi nangis.

Mamet pun ikut, padahal nggak ngerti kenapa.

“Gue bangga, bro,” kata Kardi pelan. “Akhirnya, mabuk gue nggak sia-sia.”

Jono cuma geleng-geleng. “Lo pikir ini awal karier besar lo?”

Kardi nyengir, “Enggak. Ini cuma bukti… kadang ide paling bodoh bisa jadi paling jujur.”

Setelah itu, warung kopi Udin makin rame. Orang datang bukan cuma buat ngopi, tapi buat “nyari inspirasi absurd.” Bahkan ada yang minta kopi yang sama kayak Kardi waktu itu yang katanya bisa memunculkan ide gila.

Udin, tentu aja, langsung bikin menu baru:

Kopi Penulis (Disajikan dengan Risiko Inpirasi Tidak Masuk Akal)

Sekarang tiap malam Jumat, warung itu kayak teater kecil. Orang baca karya aneh-aneh. Ada yang nulis puisi tentang sandal jepit kesepian, ada juga yang tampil monolog jadi tahu bulat depresi.

Dan di pojok ruangan, Kardi duduk santai, bawa rokok dan senyum setengah sadar.

Kadang dia ngelihat ke arah kami, terus bilang:

“Gue nggak tau dunia ini masuk akal atau nggak, tapi selama masih ada yang ketawa, berarti hidup belum kalah.”

Kami semua diem sejenak.

Lalu Mamet nyeletuk, “Tapi, Kar… lele itu akhirnya jadi barista beneran apa enggak?”

Kardi ngelirik, terus jawab datar,

“Lele nggak butuh jadi barista, Met. Dia cuma pengen didengerin.”

Dan entah kenapa, malam itu warung kopi terasa hangat.

Mungkin karena obrolan absurd.

Mungkin juga karena kopi yang kebanyakan gula.

Tapi yang pasti, malam itu kami tahu di antara asap rokok, tumpahan kopi, dan tawa bahwa bahkan dari mabuk pun, kadang lahir sesuatu yang jujur, walau bentuknya... seekor lele yang punya dendam.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (1)
Rekomendasi dari Komedi
Cerpen
Naskah Orang Mabuk
Kusuma Bagus Suseno
Komik
TEKAD
Affandi Mudayana
Flash
Absurd
Adrikni LR
Komik
Bronze
Petualangan Athan dan Detektif Mammo
Andy widiatma
Cerpen
7 WAYS TO BE AN IDIOT BOSS
ken fauzy
Cerpen
Bronze
Purnama di atap rumahku
Desy Sadiyah Amini
Flash
Tes
Faris Amar
Komik
No Way!
Senggereng
Komik
Duta Keadilan Nasib
Nafi'ardhani Firmansyah
Flash
DESTINY
Aston V. Simbolon
Cerpen
Teori Titisan Guru Killer
Braindito
Komik
Gold
KOMIK RETJEH
Kwikku Creator
Flash
Kampung Suka Salah
Penulis N
Flash
RIBUAN KM
Xianli Sun
Komik
Bronze
AKU (Anak KUliahan)
Lukfianka Sanjaya Purnama
Rekomendasi
Cerpen
Naskah Orang Mabuk
Kusuma Bagus Suseno
Cerpen
Ada Nastar Di Kulkas
Kusuma Bagus Suseno
Cerpen
The Jhony : Antara Nasi Kucing dan NASA
Kusuma Bagus Suseno
Cerpen
Manifesto Seorang Pemancing Sungai Kecil
Kusuma Bagus Suseno