Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Drama
Nanti juga Bahagia
0
Suka
1,842
Dibaca

Daniel menunduk. Matanya tertumbuk ke arah lubang yang menganga lebar di bawahnya. Sebuah peti sudah mendarat dengan selamat di bagian terbawah lubang itu. Daniel meringis.

Selamat bukanlah kata yang tepat untuk menggambarkan situasi saat itu. Di dalam peti itu, bersemayam tubuh Mama. Ibunya yang meninggal kemarin malam di rumah sakit. Kakek bilang penyebabnya sakit jantung.

Dada Daniel sesak dengan situasi yang saat itu ada di hadapannya. Namun, entah kenapa tangisnya tidak mampu bergulir di pipinya. Ia kemudian mengalihkan tatapannya ke tempat lain.

Orang-orang yang berdiri tepat di pinggir lubang mulai menimbunnya dengan tanah. Daniel tidak sanggup melihatnya. Ia menyembunyikan wajahnya di balik punggung Kakek.

Daniel tidak tahu dengan Kakek. Tapi, dirinya enggan meninggalkan tempat itu. Namun, tangan Kakek yang menggandengnya membuat Daniel terpaksa menjadikan mereka orang terakhir yang berlalu dari pemakaman.

***

Tujuh hari telah berlalu sejak ibunya meninggal dunia. Akan tetapi, Daniel masih berduka. Dunianya tidak lagi sama. Ketidakhadiran Mama, membuatnya semuanya tidak lagi bermakna.

Daniel sejatinya tidak ingin bersekolah. Namun rupanya lembaga pendidikan itu membatasi waktu berkabung seseorang selama tiga hari saja. Selebihnya, ia dipaksa mengikuti pelajaran.

Siapa yang berhak membatasi waktu duka seseorang? Terlebih yang meninggal itu adalah Mama, ibu yang melahirkannya?

“Daniel, PR kamu mana?”

Suara guru memudarkan lamunannya. Daniel melengos. Ia tidak peduli. Tidak ada gunanya mengerjakan tugas sekolah. Tidak ada gunanya melakukan apapun di dunia ini.

Daniel tidak dapat menyerahkan PR-nya. Jadi ia memutuskan diam saja. Ia sudah bersiap-siap mendapatkan hukuman atau disuruh melapor ke kepala sekolah karena ketidakpatuhannya itu.

Tidak tahunya, guru yang menegurnya tadi justru memaklumi. “Ya sudah, nanti kalau PR-nya sudah selesai, kamu langsung antar ke meja Ibu di kantor guru, ya.”

Daniel masih bergeming. Ia menyenderkan kepalanya di meja. Ajaib, Ibu Guru tetap tidak mengatakan apa-apa. Mungkin sebagai orang yang berduka, ia mendapatkan kebebasan melakukan apa saja.

***

Langkah Daniel gontai tatkala memasuki halaman rumahnya. Kakinya berhenti sewaktu mendengar beberapa anak kecil sedang bersenda gurau di teras rumahnya. Kakeknya memang membolehkan anak-anak tetangga untuk bermain di sana.

Salah satu dari anak-anak kecil itu masih berusia empat tahun. Jadi, tingkahnya yang mengikuti saja aksi anak-anak yang lebih besar terlihat lucu. Daniel ingin tertawa menyaksikannya.

Namun, niat itu urung ia lakukan. Bibir Daniel kembali mengerut. Cepat-cepat Daniel masuk ke rumahnya dari pintu belakang. Di ruang keluarga, cowok yang baru kelas 1 SMP itu melihat Kakek yang sedang bersama dua orang tukang.

Alih-alih menyapa kakeknya, Daniel langsung masuk ke kamarnya. Tanpa mengganti seragam sekolahnya, remaja itu berbaring di atas tempat tidur dan menatap langit-langit kamarnya.

Kalau ada Mama, Daniel pasti sudah terkena omelan, begitu pikirnya. Tapi, sekarang tidak ada Mama lagi. Siapa yang mau memarahinya karena tidak mengganti seragam sebaik pulang sekolah?

***

Ada suara ketukan di pintu kamarnya. Daniel tentu saja mengabaikannya. Matanya setia memandangi langit-langit. Ia sendiri tidak tahu sudah berapa lama berdiam dalam posisi seperti itu.

Daniel juga tidak yakin apakah ia sempat tertidur atau matanya tidak pernah terpejam sama sekali. Ketukan di pintu masih terdengar. Kali ini diikuti dengan panggilan namanya.

“Daniel?” Suara Kakek.

Tidak berapa lama kemudian, Kakek masuk ke dalam kamarnya. Daniel buru-buru memejamkan mata, pura-pura tidur. Tapi, Kakek beranjak duduk di pinggiran tempat tidur dan bertanya, “Kangen Mama ya?”

Daniel tahu jelas itu bukan pertanyaan. Namun, meskipun Kakeknya itu benar-benar ingin tahu jawabannya, Daniel tetap bergeming.

“Kakek juga kehilangan anak perempuan, Niel,” kata Kakek lirih.

Daniel membuka mata dan menoleh ke arah Kakek. Ia baru menyadari kalau bukan hanya dirinya yang berduka. Kakek juga. Tidak dapat dibandingkan siapa yang lebih kehilangan, apa yang Daniel dan kakeknya rasakan adalah hal yang sama.

“Perasaan itu sementara sedangkan hidup terus berlangsung. Ada kalanya kita sedih, tapi tidak jarang juga kita bahagia kan? Sekarang Daniel sedih, nanti juga bahagia lagi.”

Ibarat ada batu yang bercokol di tenggorokannya, Daniel tersengal-sengal. Tidak lama kemudian, air mata mengaliri pipinya. Sekuat tenaga ia menahan, namun akhirnya suara jeritan keluar dari mulutnya.

Kakek mendekati Daniel dan meraihnya ke dalam pelukan. Daniel terisak-isak di dada kakeknya itu. Ketika tangisnya reda, sebuah gugatan muncul dari bibirnya.

“Nggak. Nggak mau. Buat apa? Nggak mungkin bisa juga. Mama udah nggak ada,” katanya.

Sebenarnya, Daniel ingin menceritakan lebih jauh bahwa perasaan bersalah selalu menyelimutinya setiap saat. Tadi, melihat anak tetangga yang sedang bermain di teras, Daniel ingin tertawa.

Hanya saja, sedetik kemudian rasa bersalah menyergapnya. Bagaimana mungkin ia bisa bahagia kalau Mama tidak ada di sisinya?

Kakek tidak pernah melepas pelukannya. Orangtua dari Mamanya itu menepuk-nepuk punggungnya, mungkin agar Daniel memiliki kesempatan menumpahkan seluruh tangisnya.

Baju Kakek sudah banjir dengan air mata. Tapi, kakeknya itu tampak tidak peduli. Daniel justru yang merasa tidak enak telah merusak kemeja yang dikenakan oleh kakeknya itu.

Daniel pun melepaskan diri dari pelukan Kakek. “Maaf, Kek,” katanya.

Kakek mengusap pipi Daniel yang basah oleh air mata. Orang tua itu tersenyum kepadanya. “Kalau ada apa-apa, cerita ke Kakek ya.”

Daniel tidak tahu hendak merespons apa. Ia adalah seorang anak laki-laki yang pemalu dan pendiam. Biasanya ada Mama yang menjembatani mereka berdua. Mama akan mengatakan apa yang ingin Daniel sampaikan.

“Bantu Kakek ya?”

Permintaan itu mengherankan bagi Daniel. Apa yang bisa seorang anak laki-laki yang masih SMP lakukan untuk membantu kakeknya?

“Sudah lama Kakek tidak mengurus anak kecil.”

Daniel tertegun. Mama adalah anak satu-satunya dari Kakek dan Nenek. Masa-masa Kakek ketika mengurus Mama yang masih kecil pasti sudah lama sekali. Kakek sudah mengalami kehilangan Nenek. Dan sekarang, Mama.

“Kok Kakek bisa?” tanya Daniel.

“Bisa apa?”

Daniel ingin tahu bagaimana kakeknya itu menjalani hidup setelah ditinggal oleh Nenek dulu. Daniel tidak pernah mengenal Nenek. Menurut cerita Mama, Nenek dan Ayah meninggal dunia karena kecelakaan.

Keduanya berada dalam satu bus yang sama dan meninggal saat itu juga. Daniel waktu itu masih bayi. Jadi, dalam hidupnya memang hanya Mama, - dan sesekali Kakek -, yang menjaga dan merawatnya.

“Bukan cuma Mama. Dulu… Nenek….” Daniel menghentikan kalimatnya. Ia takut Kakek malah bertambah sedih.

Di luar dugaannya, Kakek malah tersenyum. “Makanya percaya sama Kakek. Kesedihan itu juga akan berlalu. Badai pasti berlalu. Ada lagunya jaman dulu,”’ ujar Kakek lalu mulai melantunkan lagu yang dimaksud.

Menyaksikan itu, Daniel tergoda untuk tertawa. Tapi, ia masih menahannya. Ia kan sedang berduka.

“Tidak apa-apa, Niel. Mama justru senang kalau lihat anaknya bahagia,” kata Kakek yang sudah menghentikannya nyanyiannya.

“Tapi nggak bisa, Kek.” Daniel jujur mengatakan itu. Kesedihan dan kegalauan masih menyelimuti hatinya. “Gimana caranya biar nggak merasa kayak gini terus?”

“Ingat yang Kakek bilang tadi. Kesedihan itu sementara. Nanti juga bahagia lagi. Tapi, Kakek juga tahu caranya supaya emosi itu bisa disalurkan dengan baik.”

Daniel tertarik mendengarnya.

“Ayo ikut Kakek.”

***

Kakek membawanya ke ruang keluarga. Tukang-tukang yang tadi Daniel lihat ada di sana sudah pulang. Namun, ada benda baru yang menghiasi ruang keluarga itu. Sebuah piano. Warnanya hitam dan berukuran besar.

Kakek menuntunnya untuk duduk di depan piano itu. Bersisi-sisian dengan Daniel, Kakek berkisah, “Mama kamu juga dulu pendiam.”

Daniel tidak menyangkanya. Pasalnya, Mama selalu punya banyak cerita yang dikisahkan kepada Daniel.

Kakek menganggukkan kepala demi meyakinkan Daniel. Lebih lanjut, Kakek mengatakan, “Mama mencurahkan isi hatinya dengan main piano.”

Kakek mulai menekan tuts piano tersebut. “Ayo kamu juga coba.”

Daniel melihat posisi tangan Kakek dan menirukannya. Jari tengahnya tidak sampai pada tuts yang seharusnya ia tekan. “Susah,” katanya.

“Coba lagi. Seumur kamu, tangan Mama malah lebih kecil kan?”

Sosok Mama membayang-bayangi pikiran Daniel. Kalau Mama bisa, Daniel juga semestinya mampu. Terpikir satu hal di kepalanya, Daniel bertanya, “Lagu apa yang biasanya Mama mainkan?”

Kakek menjawabnya dengan memainkan sebuah lagu. Daniel membayangkan Mama yang tersenyum gembira tatkala menekan tuts-tuts piano demi bisa memainkan lagu itu dengan sempurna.

“Ajarin Daniel, Kek,” pintanya setelah lagu itu selesai dimainkan Kakek.

Kakek tersenyum dan mulai menjelaskan nada-nada yang terdengar kalau tuts-tuts piano itu ditekan.

Tahu kalau Mama dulu menekuni piano, Daniel pun memperhatikannya dengan saksama. Ia tahu dengan mempelajari piano, sosok Mama seolah-olah hadir juga bersamanya.

Dengan mencurahkan emosinya lewat piano, Daniel yakin kata-kata Kakeknya pasti akan terwujud. Nanti juga bahagia.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Drama
Novel
Bronze
Mr. Melancholic dan Subscriber-nya
Lady Mia Hasneni
Novel
Iam Young Teacher
Kurnia Maya Sari
Flash
Rahara
Andini Pradya Savitri
Cerpen
Bronze
Mimpi Ku Adalah Kamu
karin olivia
Cerpen
Nanti juga Bahagia
SURIYANA
Novel
Luka, Luka, dan Luka
Dewanto Amin Sadono
Novel
Puisi dari army untuk army
Ainun Zakiyah
Skrip Film
MORE THAN LOVE
Meria Agustiana
Novel
Pada Detak Yang Salah
Ratulip
Novel
Bronze
Jejak: Romantic Love Story #1
Imajinasiku
Novel
Niskala
Gloria Pitaloka
Novel
We School : Sesak
Putri Lailani
Novel
Bronze
The Colours of Life
Sofia Grace
Novel
Siscon
Aflu Asilem
Flash
Jesi
Safitri
Rekomendasi
Cerpen
Nanti juga Bahagia
SURIYANA
Flash
TERLALU BAIK
SURIYANA
Flash
Sang Pengasuh
SURIYANA
Novel
Bronze
Pinjaman Berbunga Cinta
SURIYANA
Cerpen
Bronze
Menjemput Jiwa
SURIYANA
Flash
Apa Artinya Cinta
SURIYANA
Cerpen
Karmini Karmila
SURIYANA
Cerpen
Bronze
Dear Mima
SURIYANA
Cerpen
Cinta yang Tersisa
SURIYANA
Flash
Bronze
BAHASA
SURIYANA
Flash
Tidak Hanya Wanita
SURIYANA
Novel
Bronze
Cinta Ini Rasa Itu
SURIYANA
Flash
Mengakhiri Kesendirian
SURIYANA
Flash
Badut
SURIYANA
Flash
Hidup tanpa Warna
SURIYANA