Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
3 tahun lamanya aku mengabdi, dia masih mendefinisikan aku sebagai musuh pribadi. Aku setia mendampingi, dia ibarat tak punya hati nurani. Dia adalah atasanku sekaligus partnerku di divisi lain, yakni divisi warehouse. Seorang lelaki berumur 25 tahun yang memiliki jabatan senior chief. Kami memanggilnya Pak Edward.
Fisiknya hampir sempurna, tinggi, tampan, rapi, wangi, cool. Hanya menurutku semua itu tertutupi oleh kejutekannya.
***
Hari senin, mengawali pagi dengan wara-wiri. Bahkan bukan hanya hari senin, setiap hari adalah hari yang menyibukkan untukku. Apakah aku gagal menjadi supervisor divisi PPIC (Plan Production Inventory and Control) yang memfollow up semua tentang fabric? Atau memang partnerku yang egois?
"Bella, selamat pagi, semangat mengawali hari, sorry aja to the point nih. Gimana kedatangan fabric hari libur kemarin? Adakah kedatangan fabric baru?" Tanya Mba Sonya, atasanku di divisi yang sama, diawali salam hangat dengan maksud menyemangati.
"Selamat pagi Mba sayang, terimakasih buat salam hangatnya. Untuk fabric chiffon coliur black aman, untuk fabric HMC print vocadote juga dipastikan aman. Hanya ada masalah untuk fabric sequin colour scarlet cancel datang hari Sabtu kemarin lusa, sedangkan schedulenya akan masuk ke produksi hari Kamis besok lusa. Supplier dan MD (Merchendiser) ngabarinnya mendadak." Tuturku disertai rasa panik.
"Boleh saya melakukan pembelaan Mba? Saya yakin MD lupa konfirmasi ke saya, secara kasar ini bukan murni kesalahan PPIC dong. Sekarang solusinya, saya mau konfirmasi lanjutan ke MD dan meminta pertanggung jawaban entah itu minta extend delivery atau apapun. Lalu saya mau konfirmasi ke PPIC schedule team buat minta ganti PO lain sebelum menunggu PO sequin. Terakhir, saya siap mendengarkan keluh kesah Pak Edward warehouse". Aku mencoba tenang menawarkan solusi.
"Gue yakin elu bisa follow up ini. Koreksi sedikit, jangan dulu minta team schedule buat mundurin produksi PO ini, kan belum tentu juga extend di acc oleh buyer. Kalau urusan fabric datang telat semoga Pak Edward mau mengerahkan anak-anaknya buat lembur seandainya fabric datang telat". Mba Sonya mencoba membantu menenangkan keadaan.
***
"Aku barusan telpon MD Mba, Mba Sari bilang ini pure kesalahan supplier fabric dan MD lupa konfirmasi ke PPIC. Supplier bilang hari Sabtu cancel impor karena ada masalah di payet, dan kabar baiknya fabric diestimasikan sampai di warehouse hari ini sehabis dzuhur." Penjelasanku dengan ekspresi sumringah kepada Mba Sonya.
"Oke, turut berbahagia Bella, hari ini aman dari Pak Edward yah." Jawab Mba Sonya sembari menggodaku
Betapa bahagianya dikelilingi orang baik, termasuk atasanku yang satu ini, dia benar-benar mengayomiku. Berbanding terbalik dengan partnerku Pak Edward. Kadang aku tak mengerti kenapa aku seperti menjadi incaran kemarahannya?
"Bella, mau kemana?" Meila team buyer PPIC mencoba mencegahku yang hendak beranjak dari tempat duduk.
"Ada apakah?" Aku berbalik tanya.
"Telpon dari Pak Edward." Katanya jelas dengan wajah lugunya yang berekspresi menakutiku.
Muka malasku menghampiri telpon yang terpasang di dekat meja kerja Meila.
"Selamat pagi. Dengan Bella PPIC ada yang bisa saya bantu?" Sapaku dengan nada yang manis walaupun itu sebatas pura-pura.
"Bella, Bella, Telpon dekat meja kerjamu kemana? Di silent kah? Kamu mau menghindar dari fabric sequin yang kamu janjikan datang Sabtu kemarin?" Dia langsung menodongku dengan pertanyaan yang berbau kesoktahuan.
"Telponnya rusak Pak, dan untuk fabric... " Belum selesai penjelasanku, Pak Edward segera memotongnya.
"Temui saya di warehouse sekarang." Perintah Pak Edward sembari menutup telpon.
Masih dengan muka malasku, aku menutup telpon.
"Mei, maaf kalau Mba Sonya tanya, aku ke warehouse temui Pak Edward dulu." Aku menitipkan pesan kepada Meila
"Sip. Info ini penting banget sih Bell, biar kita tau kalau kamu nggak balik-balik berarti kamu udah ditelen sama Pak Edward." Jawab Meila sambil tertawa, kemudian diikuti karyawan lain.
"Saya senang jika kalian puas, bye." Jawabku ketus, namun aku sama sekali tidak tersinggung dengan candaan mereka.
Aku segera berbalik meninggalkan ruangan besar itu, yang mana membernya sampai mencapai 50 orang.
"Semoga ada kabar baik ya Bell." Teriakan team buyer, tujuannya antara menyemangati atau meledek.
***
Sesampainya di ruangan warehouse. Ternyata Pak Edward sudah stand by menungguku di depan pintu.
"Pagi Pak, sebetulnya saya bisa menjelaskan fabric yang bermasalah lewat telpon." Terpaksa aku harus membela diri, walaupun Pak Edward akan menyangkanya aku terlihat berani kurangajar dari biasanya.
"Saya tidak mau kamu beralasan telpon jauh dari komputer dan data-data kamu, jadi kamu susah menjelaskannya ke saya. Sekarang mana saya lihat hard copy data fabricnya." Minta Pak Edward
"Saya buru-buru Pak, tapi saya siap kasih Pak Edward informasi yang detail terkait fabric yang bermasalah." Jelasku dengan wajah masih terlihat ngos-ngosan karena berjalan turun tangga dari lantai 1 ke lantai 1.
"Cerdas sekali Bella. Memangnya kamu mentalist? Kamu tahu saya mau tanya fabric yang mana saja?" Tegas Pak Edward.
"Saya harus balik lagi ke lantai 3 untuk mengambil catatan, kemudian kembali ke lantai 3 dan berakhir dilantai 1." Saya mencoba protes atas rencana Pak Edward yang saya bayangkan tidak berperikemanusiaan.
"Ayo ikuti saya." Dia bergegas jalan ke meja kerjanya dengan cepat. Diambilnya air mineral dalam gelas, kemudian dia menusukkan sedotan, dia memberikannya padaku.
"Minum dulu." Pintanya
Tidak lupa dengam membaca basmalah dan juga dzikir-dzikir saya meminumnya sambil duduk di kursi tamu depan meja kerjanya. Saya akui saya haus, tapi saya khawatir dia menaruh jampi-jampi dalam minuman itu.
"Terimakasih Pak." Jawabku.
"Saya ikut ke ruangan kamu, ada banyak hal yang ingin saya tanyakan." Tegasnya.
Tanpa basa-basi dia berjalan dengan cepatnya menuju ruangan PPIC. Aku mengikutinya dari belakang, terkadang aku berlarian kecil karrna langkahnya yang panjang dan cepat.
***
Sesampainya di ruangan PPIC, semua orang terbelalak melihat kedatangan sosok super sangar. Entah mereka takut, atau terpesona dengan ketampanan sang senior chief termuda, atau menatap iba kepadaku yang berjalan dibelakangnya seperti kacung. Langkah Pak Edward terhenti di meja kerjaku. Dia mempersilahkanku duduk, sedangkan dia hanya berdiri disampingku sambil menatap catatannya. Dia dengan tegas bertanya banyak hal tentang fabric. Membuatku tertaih-tatih karena tak hentinya mengajakku berdebat.
***
Keributan di jam pertama setelah bel berbunyi di divisi warehouse.
"Ada apa ini? Udah bel masuk loh, malah ribut-ribut." Tanya Pak Edward dengan sangat ingin tahu kepada beberapa adminnya yang terlihat sedang berkerumun.
"Ini loh Pak, ada peresmian best couple in office." Jawab salah satu admin warehouse bernama Yosi.
"Siapa sih?" Tanya Pak Edward semakin penasaran.
"Erwin dan Bella Pak." Celetuk admin yang lain.
Terlihat Erwin langsung mengalihkan perhatian ke pekerjaannya tanpa menghiraukan admin-admin yang sedang bergosip ria. Sesekali Pak Edward memperhatikan Erwin. Ia tidak berkomentar sedikitpun terkait gosip baru yang menimpa salah satu anggota warehouse dengan partner terdekatnya Bella supervisor divisi PPIC.
"Udah konsen kerja, kejar target, jangan ngurusi yang nggak penting." Perintah Pak Edward dengan ketus.
***
"Bella, ada masalah fabric kah?" Tanya Pak Edward segera ketika dia melihat aku masuk ke ruangan warehouse team.
"Aman Pak." Ucapku penuh percaya diri.
"Terus ada perlu apa kamu ke warehouse? Apa ada hubungannya dengan gosip yang baru tadi pagi ramai dibicarakan?" Tanya Pak edward ingin tahu.
"Gosip? Gosip apaan Pak? Saya kesini mau check stock buat order selanjutnya. Ini permintaan Mba Sonya, bukan alibi saya ya Pak, mohon maaf." Jawabku penuh percaya diri.
"Silahkan. Tapi semestinya kamu tidak perlu pura-pura nggak tahu dengan gosip yang beredar". Tegasnya.
"Tumben Bapak bicara diluar jobdesc kita, bahas-bahas gosip pula"
." Jawabku dengan santai.
"Karena saya tidak mau kerjaan kamu dengan saya jadi kacau gara-gara cinta-cintaan gak jelas". Tuturnya.
Tak lama setelah beberapa langkah aku akan menghampiri admin warehouse team, semua admin perempuan yang kurang lebih berjumlah 10 orang dan juga semua warehouse team laki-laki beranjak menghampiri keberadaan Pak Edward sembari membawa kue ulang tahun yang disematkan lilin di atasnya dengan angka 26. Betapa romantisnya mereka yang sempat-sempatnya memberikan kejutan spesial walaupun bosnya begitu sangar dan menyebalkan.
"Kita siang ini makan-makan dimana Pak? Celetuk salah satu team warehouse.
"Terimakasih buat kejutannya, saya senang, saya terharu betapa rimantisnya kalian. Insyaallah hari ini saya puasa, jadi tidak ada jadwal makan diluar. Mungkin lain waktu." Jelasnya langsung pada intinya.
"Nggak kaya biasanya pak." Celetuk salah satu admin.
Namun Pak Edward terlihat tidak menghiraukannya, dia malah menatapku yang terdiam kaku dan disampingku terlihat Mas Erwin yang sedang menemani. Aku takut dia berprasangka mengambil kesempatan dalam kesempitan. Ah, lagi-lagi aku keliru.
***
"Nanti malam kamu lembur, tapi tidak di ruangan kamu, di warehouse saja. Kamu bantu follow up fabric reject yang baru dikirim dari supplier. Ini urgent, lusa masuk ke produksi." Pinta Pak Edward lewat telpon.
Aku mengadu ke Mba Sonya.
"Mba, Aku nyerah aja Mba, Pak Edward tuh semena-mena banget sama aku. Sekarang aja dia minta lembur. Ini kan tugas warehouse." Protesku.
"Sabar, elu tuh spesial, elu bisa cair komunikasi sama Pak Edward, kalau sama yang lain itu sikapnya bukan dingin lagi, udah mau mendekati beku tau gak. Coba perhatikan lagi gimana cara Dia memperhatikan elu." Jawab Mba Sonya
Ada 1 orang lagi yang aku adukan atas keotoriteran Pak Edward, pacarku, Mas Erwin yang 1 divisi sama dia. Mas Erwin jabatannya sama denganku, dia dibawah Pak Edward, baru supervisor. Beruntung aku punya Mas Erwin, dia tempat berkeluh kesahku terkait keganasan yang dilakukan Pak Edward, kadang dia menyelamatkanku dari santapan Pak Edward.
"Mas, masa aku disuruh lembur sama bos sadismu itu loh." Keluhku.
"Aduh, gawat! Aku curiga dia sengaja mau menggagalkan rencana ngedate romantis kita sayang." Jawab Mas Erwin.
"Kok bisa kamu nebak kaya gitu?" Tanyaku.
"Aku kan sekontak Whatsapp sama Pak Edward, kamu tau kan aku update story, malam jumat bersama ayang?" Mas Erwin bertanya balik.
Aku hanya merenung seolah mengiyakan nasibku yang harus bermalam di kantor, sedangkan esoknya aku harus bekerja seperti biasa. Bukankah sikapnya jelas tidak berperikekaryawanan?
***
Aku tidak bersemangat malam itu, Pak Edwardpun turut menyaksikan aku yang terlihat badmood di ruang warehouse team sambil menyantap tugas laporan malam. Dia menghampiriku.
"Kerja tuh harus semangat, jangan cuma karena ada Erwin, saya cuma mau menyelamatkan kamu dari malam jumat bersama yang bukan muhrim kamu." Ucap Pak Edward dengan sok tau
"Saya semangat kerja bukan karena Mas Erwin Pak, saya mau jalan keluar bukan mau berduaan dipojokan, dan saya badmood karena nggak kebayang badan saya begitu terdzolimi, sekarang lembur besok kerja pagi." Jawabku dengan berani terus terang.
"Saya kan tanggung jawab, kamu dibayar full lemburan dari perusahaan dan ada bonus tambahan dari saya pribadi." Tegasnya menjanjikan. "Hari ini saya kan ulang tahun, sebenarnya saya agak kecewa kamu sebagai partner dekat saya tidak ikut serta mengucapkan kaya karyawan saya yang lain. Saya mau menawarkan traktiran supaya lembur kamu semangat juga, kamu tinggal sebut aja mau makan dan minum apa, nanti saya pesan gofood." Ujarnya dengan nada bicara yang tidak biasanya, dia terlihat lebih lemah lembut.
"Maaf ya Pak, sebelumnya saya ucapkan selamat ulang tahun. Saya mau tanya tadi Bapak ditagih traktiran sama anak-anak warehouse Bapak bilang lagi puasa, tapi kenapa tiba-tiba Bapak mau traktir saya?" Tanyaku heran.
"Tadi memang lagi puasa, ini kan udah waktunya buka." Tegasnya
"(Ada aja alasan buat pelit, dasar bos aneh)." Gumamku.
"Kenapa kamu mau pacaran sama Erwin?" Tanya Pak Edward tiba-tiba.
"Karena dia ganteng." Jawabku singkat.
"Pemilih. Ganteng aja nggak cukup. Cinta itu memang buta Bell, kamu tidak tahu berapa perempuan yang sudah digoda Erwin?" Tegasnya seolah-olah memprovokator.
"Kata Mas Erwin saya the one and only, begitu juga sebaliknya. Memangnya memurut Bapak kriteria apa dong yang bisa menjamin kenyamanan hati?" Tanyaku mencoba menantang.
"Smart, karir di puncak, cool biar nggak jelalatan sama perempuan lain." Dia memberikan pendapat seolah menggambarkan dirinya. Sudah kubaca.
"Itu sih Pak Edward banget. Maksudnya Bapak siap bersaing dengan Mas Erwin?" Tanyaku sengaja memancing.
"Erwin? Itu sih enteng. Masalahnya emang kamu pede kalau saya suka sama kamu?" Tanyanya tidak mau kalah.
"Bisa iya bisa nggak." Jawabku menandakan kalah dengan permainan ini.
Keadaan semakin cair dan kegiatan lembur jadi terasa santai ketika kami mulai saling melempari celetukan satu sama lain diluar pekerjaan. Kami makan bersama ditemani team warehouse lain yang terlibat pekerjaan lembur dadakan ini.
"Kamu pulang ke kosan sendiri? Berani?" Tanya Pak Edward ketika aku akan beranjak pulang.
"Bisa jadi." Jawabanku tidak meyakinkan, karena sejujurnya aku takut harus pulang jalan kaki larut malam begini, walaupun kosanku hanya berjarak 1 km ke tempat kerja.
"Saya antar, ayo naik ke mobil." Pintanya.
Aku tidak bisa berpura-pura berani jalan sendirian, aku lebih percaya Pak Edward bisa membawaku pulang ke kosan dengan aman.
***
Kring kring kring
Suara telpon dekat meja kerjaku tak henti berdering. Aku tidak bisa hadir ke kantor hari jumat itu. Badanku terasa pegal, suhu tubuhku naik. Ini fix aku kecapean.
"Hallo dengan siapa? Ini Sonya, ada yang bisa dibantu?" Mba Sonya mencoba angkat telpon di mejaku.
"Edward Mba. Kemana Bella?" Tanya Pak Edward singkat.
"Sakit dia, nggak masuk, gara-gara diajak begadang terus sama elu. Tanggung jawab lu!" Mba Sonya mencoba menggodanya.
"Manja banget tuh badan Bella, merepotkan aja mau ditengokin saya." Ucap Pak Edward percaya diri.
"Pede banget lu. Syukur deh kalau lu inget sama partner lu buat ditengokin." Pungkas Mba Sonya.
"Oke Mba, makasih yah infonya." Tutup Pak Edward.
"Oke sama-sama." Tutup Mba Sonya.
***
Tok tok tok
Terdengar suara pintu diketuk. Aku mengintipnya dari jendela sebelum membukanya.
"Mas Erwin. Ini waktunya istirahat kantor, kenapa nggak makan siang aja? Kenaoa malah nyamperin aku kesini?" Tanyaku.
"Aku khawatir kamu belum makan. Nih makn dulu, minum obat yang kemaren dapet dari dokter." Pinta Mas Erwin.
"Makasih Mas, buat nanti sore aja, aku udah makan. Tadi dikirimin security katanya dari Pak Edward." Jawabku terus terang.
"Syukurlah kalau dia merasa bersalah dan mau tanggung jawab atas perbuatan tidak berperikekaryawanannya." Jawab Mas Erwin.
"Makasih ya Mas, kamu nggak tersinggung karena makananmu ada yang saingi." Jawabku menggoda Mas Erwin.
"Nggak lah, aku kan the one and onlynya kamu. Gitu kan katamu?" Tanya Mas Erwin mengingatkanku pada kata-kata yang pernah aku lontarkan kepadanya.
***
"Makasih Pak buat kiriman makanan kemarin. Semoga Allah membalas kebaikan Bapak."
"Aamiin. Jangan geer itu cuma bentuk tanggung jawab saya aja." Dia menckba menegaskan.
"Saya nggak geer kok pak. Saya juga nyangkanya begitu. Jawabku tidak mau kalah.
Terdengar suara hentakan heels dibelakang kami.
"Mas, ada karyawan baru. Kemarin makanan untuk Bella toh Mas yang dititip ke Pak Sugiono." Tanya seseorang berambut panjang, berkulit kuning langsat, tinggi semampay, kam menyebutnya dia perempuan sempurna. Dia salah satu HRD di kantor kami. Namanya Raline.
"Hallo lin, makasih yah. Oh iya ini Bella PPIC gara-gara diajak lembur langsung tepar dia. Lemah banget badannya. Saya takut dituntut. Ya, bentuk jawab lah." Tegas Pak Edward.
"Aku akrab kok sama Bella, gak perlu dikenalin ya Bell?" Tanya Raline kepadaku.
"Iya dong Bestie banget nggak sih kak?" Tanyaku mencoba mencairkan suasana.
"Pastinya. Oh iya, selamat atas gosip yang beredar yang nyampe ke security bahkan ke warteg-warteg, habis ditembak Mas Erwin kan? Akhirnya si ganteng dan si tampan bersatu. Tapi Erwin si ganteng level 2, karena level 1 Mas Edward, hehe." Jawab Raline sembari tertawa seolah ia memberitahu bahwa dirinya sedang bercanda.
Saat Rosaline pamit Pak Edward merubah raut mukanya seperti tidak enak dengan obrolan yang terjadi barusan.
"Kenapa dia panggil saya mas?... " Belum selesai Pak Edward menjelaskan, saya sudah tidak sabar untuk menjawabnya.
"Karena dia pacar Bapak." Jawabku dengan tegas.
"Saya mencium bau-bau api cemburu." Pak Edward malah menggodaku.
"Seperti yang Bapak tahu, saya sudah punya pacar yang menurut saya ketampanannya itu ada di level 1. Saya panggil dia Mas, begotu pula dengan Kak Raline dia memanggil Pak Edward dengan sebutan Mas. Itu artinya nggak ada lagi jawaban lain." Jawabku tidak mau kalah.
"Dia menyukaiku. Tapi aku menjawab aku hanya bisa menghargainya, aku hanya bisa jawab terimakasih. Tidak lebih dari itu. Silahkan untuk dipercaya. Bell, pokonya kamu the one and only deh." Jawabnya berusaha meyakinkanku.
"Itu kan prinsip aku dan Mas Erwin. Kok Bapak ngikutin sih? Lagian maksud Bapak apa ngomong kaya gitu?" Tanyaku tak mengerti.
"Ayok kerja, ngomongin hati mulu nggak ada habisnya." Jawabnya tidak memberi kepuasan.
***
Akhir-akhir ini Pak Edward sikapnya selalu bikin aku meleleh. Benar kata Mba Sonya, walaupun banyak tugas numpuk yang dia bebankan padaku, dia tetap memperlakukanku dengan spesial. Aku menikmati peranku, jobdescku, dan posisiku sebagai partner Pak Edward.
Pagi ini ketampanan Pak Edward benar-benar memancar karena aku sangat mengenal sisi baiknya, dia juga terlihat rapi dan wangi dari biasanya, menambah nilai ketampanannya dimata kami.
"Kebetulan ada kamu disini. Kamu pernah nonton twilight? Kamu tau nama tokohnya Bella dan Edward? Sama seperti nama kita". Pungkasnya yang tidak seperti biasanya.
"Tau, lantas apa hubungannya dengan jobdesc saya?". Aku bertanya-tanya.
"Saya pindah tugas ke Bogor, saya merekomendasikan kamu ikut pindah kantor. Kita cocok jadi partner kerja, seperti halnya nama kita yang terlihat cocok sebagaimana di film twilight". Ucapnya penuh dengan percaya diri.
"Bapak jadi pindah? Saya udah denger soal ini, dan saya udah kasih alasan ke manager soal ini, saya gak bisa ninggalin kuliah yang udah 5 semester Pak, maaf". Jawabku dengan ekspresi yang menunjukkan kesedihan.
"Kecewa sih sebenernya, saya tidak bisa komplen ke manajer, saya tidak bisa komplen ke hati saya karena berat ninggalin kamu." Jawabnya masih terlihat sedih
"Memangnya ada apa dihati Bapak untuk saya?" Tanyaku penasaran.
"Kamu nanti tahu. It's okay, it's okay. tolong save selalu nomer saya, sesampainya di Bogor saya akan hubungi kamu, jangan lupa tetep bales chat saya, saya pamit." Jawabnya terlihat sedih sembari menatap ke arahku.
Dia sudah berlalu, dia berangkat ke anak perusahaan kami yang ada di bogor. Dia begiru dipercaya, dia akan merintis anak peeusahaan yang baru disana. Dia meninggalkan sepucuk surat, coklat, dan mawar merah. Tertulis nama penerimanya adalah namaku.
"Kamu tahu artinya mawar merah dan coklat. Cukup jawab iya atau tidak." Tulisnya.
***
"Gimana perasaan lu ditinggal Pak Edward? Tanya Mba Sonya.
"Biasa aja." Jawabku masih dalam kondisi tidak bersemangat.
"Biasa tapi kaya galau. Udah dihawab pesannya?" Tanya Mba Sonya yang seolah tau tentang persoalanku dengan Pak Edward.
"Loh kok Mba tau?" Tanyaku kaget.
"Dia berguru dulu ke gue, hehe. Gue yakinin dia kalau cinta harus bicara. Sekarang masalahnya di elu. Elu mau nggak sama dia yang ngejar elu dengan cara unik dan tak terlupakan?" Tanya Mba Sonya.
"Masalahnya, aku udah ada Mas Erwin Mba. Bukannya dalam hubungan kesetiaan itu penting. Kenapa Mba bikin aku galau bukannya menyemangati aku setia ke Mas Erwin." Tanyaku heran.
"Buat apa setia kalau hatinya berlarian kesana kemari?" Tanya Mba Sonya yang semakin membuatku galau.
***
Mas Erwin, aku mencintainya, walaupun hubungan ini belum lama, aku melihat ketulusannya.
Pak Edward, caranya unik mendekati saya, aku merasa spesial dekat dengan dia. Dia memperlakukanku seperri ratu tanpa ragu di depan siapapun itu.
Aku tidak merasa paling cantik, tapi kenapa aku harus diperebutkan. Dan inj membuatku uring-uringan. Aku takut mengecawakan salah satunya.
Aku menimbang-nimbang, sampai kerja tidak karuan, dan pada akhirnya Aku menyimpan bunga dan surat itu di lemari tempat aku menyimpan arsip yang telah lama dan usang.
Dia adalah arsip, yang paling istimewa diantara arsip yang lain. Akan kujaga biar ia tidak usang.