Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Drama
Must be number one
1
Suka
2,874
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Aku lahir dari keluarga yang sederhana, namaku Aris. Aku anak kedua dari tiga bersaudara. Saudara ku semuanya perempuan, aku laki-laki sendiri. Kehidupan keluarga ku seperti pada umumnya keluarga lainya.

Ayahku bekerja di sebuah perusahaan swasta di kota. Ibuku seorang ibu rumah tangga. Kami bertiga sekolah di sekolah yang sama. Kakakku bernama Eka kelas 6 SD, aku kelas 4 SD dan adikku bernama Tria kelas 2 SD.

Kami bertiga berangkat sekolah menggunakan sepeda sendiri-sendiri karena memang sekolah kita dekat dari rumah. Ibu kita tidak bisa mengantarkan karena beliau tidak bisa naik motor ataupun sepeda. Karena ibu trauma dulu pernah belajar naik sepeda jatuh ke sawah.

Keluarga kami cukup bahagia dan harmonis karena kami tidak pernah bertengkar satu sama lain.

"Ayo anak-anak sudah jam berapa ini?" Suara ibu yang keras setiap pagi seperti alarm buat kita semua. Kami semua buru-buru bangun untuk antri mandi karena kamar mandi di rumah cuma satu.

"Aku dulu mbk yang masuk udah kebelet nich," kata Tria kepada mbk eka.

"Aku dulu tria, hari ini aku ada kelas pagi. Karena hari ini ada tryout," kata mbk eka sambil berebut masuk ke dalam kamar mandi.

Begitulah suasana tiap pagi yang setiap hari ramai karena rebutan mandi dan teriakan ibu saat membangunkan kami.

Ibu dan ayah hanya bisa sabar dan tersenyum melihat tingkah laku anak-anaknya. "Besok kalau ayah ada rezeki akan ayah bangunkan satu kamar mandi lagi," ayah berkata sambil tersenyum.

"Mas, sepeda ku bocor nich. Aku bareng mas ya," Tria berkata kepada ku sambil memohon.

"Jangan sama aku, nanti aku malu bonceng kamu dek. Kamu kan perempuan sama mbk eka sajalah," kataku sambil mengayuh sepeda meninggalkan Tria.

"Kak Aris pelit, jahat tega sama Tria. Mbk Eka kan kasihan bonceng Tria nggk kuat," kata Tria sambil mewek.

"Sudah nggak apa-apa dek bareng mbk saja, mbk bonceng. Ayo cepetan keburu siang nanti terlambat," kata mbk eka sambil naik ke sepedanya.

Setiap hari suasana di pagi hari ramai. Ayah berangkat kerja naik motor. Kita bertiga juga berangkat ke sekolah naik sepeda. Ibu di rumah sendirian menjaga dan membersihkan rumah yang berantakan karena ulah kita bertiga. Meski kita hidup sederhana tapi kita bahagia, bahagia memiliki orang tua mereka.

Tahun berganti tahun dan aku naik ke kelas 6 SD. Setelah itu aku mencari sekolah SMP. Aku disuruh ibu untuk masuk ke sekolah unggulan tempat mbk eka sekolah.

"Aris, belajar yang rajin. Biar bisa masuk di sekolahnya mbk mu," kata ibu dengan bersemangat.

"Iya Bu, Aris akan rajin belajar. Supaya Aris bisa masuk ke sekolahnya mbk eka," kataku dengan sedikit tertekan.

"Bagaimana aku bisa sekolah di sekolahnya mbk eka wong nilai ku saja jauh dari kata baik," gumam ku dalam hati.

Setiap hari temanku adalah begitu banyak buku. Aku harus belajar, belajar dan belajar. Aku tidak boleh bermain sama teman-temanku. Apalagi kalau ibu tau hasil nilai ulangan harian ku jelek, pasti uang jajan ku dikurangi.

Sebegitu menyedihkannya aku, meskipun tiap hari belajar tetapi tidak pernah dapat nilai sepuluh besar. Setiap hari ibu ngomel trus.

"Masak kamu anak laki-laki kalah sama mba kamu yang perempuan. Mbk mu saja bisa peringkat satu di sekolah. Ibu sudah melonggarkan kamu nggk usah peringkat satu tidak apa-apa minimal sepuluh besar. Ibu sudah senang tapi apa sekarang semua tidak bisa kamu dapatkan," ibu berbicara dengan emosi yang sangat menyakitkan.

Ibu yang dulu yang sangat ku rindukan. Ibu yang tidak pernah membandingkan anak-anaknya tapi sekarang menjadi ibu yang penuh ambisi dan egois.

Apa sebegitu pentingnya kepintaran anaknya hanya diukur dengan sebuah angka. Dengan begitu sibuknya berteman dengan buku, aku sampai lupa caranya bersosialisasi dan berteman. Aku semakin tidak punya teman dan menjadi pribadi yang introvert.

Aku tidak dibandingkan dengan mbk ku saja, tapi aku juga dibandingkan dengan adikku Tria yang nilainya semakin hari semakin baik. Waktu pengambilan raport semester ganjil, cuma aku saja yang nilainya jelek menurut ibuku. Padahal kata ibu guru, aku Alhamdulillah banyak perkembangan di kelas 6 ini tidak seperti dulu waktu di kelas 4 dan 5.

Ayah yang tau aku diomelin ibu habis-habisan tidak pernah membelaku. Ayah hanya bisa diam menormalkan keadaan. Aku anak laki-laki sendiri tapi rasanya aku tidak dihargai. Karena ibu selalu memarahiku di depan saudaraku. Aku sangat malu dan tidak tahu harus berbuat apa. Karena aku sudah berusaha terus belajar tidak pernah bermain. Tapi apa yang aku dapat hanya Omelan dan ketidakpuasan ibu saja.

Ini adalah tahun dimana tahun yang sangat menyedihkan untuk ku. Karena aku tidak dapat diterima di sekolah unggulan tempat mbk ku bersekolah. Semenjak itu ibuku tidak pernah hangat dan tidak pernah berbicara kepada ku. Bicara kalau ada perlu saja.

Inilah kisah ku yang harus aku terima. Hanya karena sebuah angka, kehidupan keluarga ku tidak harmonis seperti dulu. Semenjak itu ayah dan ibuku sering bertengkar. Mereka bertengkar cuma hanya hal-hal sepele. Seperti malu dengan teman-temannya karena anak laki-laki satu-satunya di keluarga tidak bisa mendapatkan peringkat atau nilai baik.

Mereka juga bertengkar malu sama tetangga karena aku tidak di terima di sekolah unggulan tempat mbk ku bersekolah. Serta bertengkar dengan hal-hal sepele lainnya.

Semenjak kedua orang tuaku sering bertengkar suasana di rumah sangat dingin. Tidak ada kehangatan seperti dulu. Ayah sibuk dengan kerjaannya selalu pulang malam. Ibu hanya terdiam sendiri tanpa senyum. Mbk eka juga meskipun nilainya selalu baik tapi dia sekarang menjadi anak yang sering main di luar jarang pulang. Tria juga begitu, jadi anak yang susah di nasehati.

Semua keluarga tidak pernah bertegur sapa. Mereka sibuk dengan kegiatannya sendiri-sendiri.

"Dek mas mau pinjam penggaris, ada nggak?" tanya ku kepada Tria

"Penggaris terus, kalau nggak punya beli sendiri. Masa setiap hari pinjam punyaku," jawab Tria dengan ekspresi cemberut dan marah

Hanya sebuah penggaris Tria tidak mau meminjami. Padahal dulu Tria sangat baik dan tidak pelit kepadaku.

Ada suatu waktu ibu dan ayah bertengkar hebat. Mereka bertengkar hebat di depan kami karena saling menyalahkan. Ternyata ayah di luar sana tidak sibuk bekerja tapi sibuk dengan wanita lain.

Keluarga ku rusak dan semakin rusak jika kupikirkan masa depannya. Dan pada akhirnya mereka berdua berpisah. Mereka berdua orang tuaku, orang tua yang tidak akan bisa bersama lagi. Kami bertiga anak-anaknya sangat sedih sekali karena kami akan berpisah. Mbk eka ikut ayah sedangkan aku dan Tria ikut ibu.

Kami bertiga tetap di rumah itu, rumah yang penuh kenangan indah. Sedangkan ayah keluar kota dengan mbk eka menjalani kehidupan barunya bersama keluarga barunya.

Ibu mulai sibuk berjualan seadanya, apa saja dijual. Karena dengan umur yang sudah kepala empat sangat susah mencari pekerjaan. Aku dituntut jadi anak yang harus peringkat lagi dan berprestasi. Supaya tidak membebani ibuku, untuk mendapatkan beasiswa.

Aku setiap pagi selalu sibuk bantu ibu di dapur. Berangkat sekolah membantu menjualkan dagangan ibu di sekolah. Setelah pulang sekolah aku berteman dengan buku sampai malam. Aku selalu belajar, belajar dan belajar.

Adikku juga yang dulu manja sekarang juga dituntut mandiri. Adikku juga membantu ibu menjualkan dagangan di sekolah.

Setiap hari kita bersekolah sambil berjualan. Setelah pulang sekolah belajar, belajar dan belajar. Hari yang ku lalui sangat melelahkan dan menyita berbagai emosi. Tapi tidak apa karena masih ada ibu, ibu yang masih kuat dan tak pernah lelah mencari sesuap nasi buat kita.

Semenjak ibu dan ayah berpisah, ayah sudah tidak pernah berkabar dan memberi kita nafkah. Kita dilupakan hanya mbk eka yang dibawa bersama ayah.

Tahun berganti tahun, aku semakin dewasa. Alhamdulillah aku dapat beasiswa untuk kuliah. Kuliah di salah satu universitas di Indonesia. Meskipun nilaiku tidak bagus-bagus sekali tapi Alhamdulillah diterima. Adikku Tria juga dapat beasiswa sekolah menengah atas dengan nilai terbaik.

Sedikit demi sedikit mulai membaik keadaan ekonomi keluarga ku. Yang dulu belajar dan dapat nilai bagus hanya demi menyenangkan hati orang tua. Sekarang dapat nilai baik untuk tuntutan hidup biar dapat beasiswa. Meskipun kepintaran anak berbeda-beda tidak berpatokan dengan besar kecilnya angka sebuah nilai.

Tapi kalau kita berusaha, kita pasti mendapatkan apa yang kita inginkan. Meskipun prosesnya panjang dan penuh luka tapi kalau kita konsisten pasti akan berhasil. Kejarlah mimpi kalian mau sebagaimana keadaan keluarga kalian. Karena masa depanmu penting. Masa depanmu adalah yang menentukan mau dibawa kemana hidup mu.

Semoga kita semua diberikan semangat untuk menjalani hidup ini. Karena setiap anak berbeda. Setiap anak tidak bisa disamakan kepintarannya hanya dengan sebuah nilai. Belum tentu yang peringkat satu itu pintar dan belum tentu juga yang peringkat akhir itu bodoh.

Para orang tua jangan memaksakan kehendak dan keegoisan kalian. Karena anak semakin di tekan akan semakin stress dan depresi. Bantulah mereka dengan tidak menuntut, menuntut mereka menjadi nomor satu.

"Semua anak jenius. Akan tetapi jika kita menilai seekor ikan dari kemampuannya memanjat pohon, seumur hidupnya dia akan percaya bahwa dia bodoh," Albert Einstein.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Drama
Cerpen
Must be number one
Ika nurpitasari
Novel
Tak Seindah Fiksi
Ravistara
Novel
Traces of You
Ann Mone
Flash
Pandora
MAkbarD
Flash
Family Gift
Pamella Paramitha
Novel
Gold
KKPK Me and My Cute Cat
Mizan Publishing
Flash
Bronze
Surat dari Penjara
Sulistiyo Suparno
Novel
Bronze
Menghapus Temu
Istri Sah Woo Do Hwan
Flash
Bronze
Nama Istimewa
Sulistiyo Suparno
Novel
PULANG KE SOLO, DAN KISAH-KISAH TENTANG POLITIK KEMALANGAN
Ariyanto
Flash
Bronze
Intip
Sunarti
Novel
X Class 007
Adinda Amalia
Komik
MALAIKAT DALAM BAYANGAN
Jeremia Arthur Fajar Hasian
Flash
Sepenggal Doa di Ujung Malam
Areta Swara
Cerpen
Warteg Cinta
Foggy FF
Rekomendasi
Cerpen
Must be number one
Ika nurpitasari
Flash
Bronze
Lonely
Ika nurpitasari
Flash
Pertemuan
Ika nurpitasari
Flash
Rasa yang tak pernah hilang
Ika nurpitasari
Flash
Bronze
Kecewa
Ika nurpitasari
Flash
Kota Impian
Ika nurpitasari
Flash
Persahabatan atau Cinta
Ika nurpitasari
Cerpen
Admire
Ika nurpitasari
Cerpen
Bronze
Mencintaimu Dalam Diam
Ika nurpitasari
Flash
Berpisah atau Bersama tapi Menyakitkan
Ika nurpitasari
Flash
Pintu
Ika nurpitasari
Flash
Wedding
Ika nurpitasari
Flash
Secret Lover
Ika nurpitasari
Flash
Tangga menuju surga
Ika nurpitasari
Cerpen
Bronze
Cinta dan Lara
Ika nurpitasari