Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Kiara mempererat pelukannya pada Teh Nuni. ART setianya itu seperti tak mau melepaskan tubuhnya. Ia merasa bersalah, Kiara tahu itu. Tapi ia juga tak punya pilihan, dan Kiara pun mengerti itu. Maka berkali-kali Kiara mencoba meyakinkannya bahwa ia akan baik-baik saja meski Teh Nuni harus berhenti bekerja dan Kiara harus tinggal berdua saja dengan Mori.
"Pokoknya mba, semua perlengkapan makan udah teteh turunin ke lemari bawah. Nomor telpon tukang galon, tukang gas, tukang bersih-bersih semua udah teteh kirim ke WA mba Kiara. Tukang sayur dan warteg depan juga udah." Teh Nuni kembali menghujani Kiara dengan wejangan-wejangan tak putusnya yang semakin membuat Kiara tersenyum haru.
"Lampu emergency yang di ruang tengah rusak, jangan lupa cepat beli yang baru ya mba," tambah teh Nuni lagi. Kiara menepuk jidatnya, kesal karena ia lupa lagi soal itu, padahal teh Nuni sudah bilang dari seminggu yang lalu. Ia lalu mengangguk cepat, meyakinkan teh Nuni yang mulai memasang muka cemberut karena ia selalu lupa.
Teh Nuni memang sangat mengenal Kiara yang sudah seperti adik sendiri baginya itu. Tidak mempunyai kakak maupun adik, teh Nuni lah yang jadi tempat bercerita dan berkeluh kesah bagi Kiara. Yang menemaninya sehari-hari. Apalagi sejak ibunda Kiara berpulang kepada sang Khalik 3 bulan yang lalu, mereka hanya tinggal berdua dan saling mengandalkan. Ditambah lagi dengan kondisi fisik Kiara sekarang, tak terpikirkan oleh teh Nuni untuk berhenti bekerja kecuali gadis itu sendiri yang memecatnya. Namun ternyata Tuhan memberinya jodoh. Jodoh yang mengharuskannya pulang ke Bogor dan meninggalkan Kiara berdua saja dengan kucingnya.
Setelah satu pelukan terakhir dan satu kalimat...