Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Hari ini adalah hari di mana ayah Miko tewas dibunuh. Dirinya mengingat betul saat melihat jasad ayahnya terbujur kaku di ruang tamu. Ada rumor yang mengatakan, jika monster yang berada di danau lah yang membunuhnya. Danau itu sendiri berada tak jauh dari penginapannya. Airnya berwarna hijau lumut dan terasa sangat sunyi ketika siapapun berdiri di dekat sana.
Miko sekarang telah mewarisi penginapan milik orang tuanya. Setelah ibunya meninggal akibat terkena serangan jantung. Umur Miko sekarang telah menginjak 23 tahun. Dirinya bukanlah seorang perempuan yang penakut, hanya saja hari ini terasa sekali sangat suram. Mungkin dirinya tengah mengenang kembali kematian orang tuanya, pikirnya.
Malam ini hujan pasti akan turun, karena langit telah terselimuti dengan awan tebalnya yang kelabu. Angin yang datang dengan kencang telah menggoyangkan semak-semak berduri. Miko menutup seluruh jendela rapat-rapat. Tak lama dari itu, hujan menyerbu dengan deras dan menimbulkan suara rintiknya.
Ada suara ketukan di pintu. Siapa yang datang saat hujan begini, batin Miko. Dia membuka pintunya dengan perasaan ragu-ragu. Ketukan semakin kencang dan Miko pun terkejut karenanya. Apa boleh buat, dirinya membuka pintu itu dan melihat bayangan hitam yang berdiri di ambang pintu.
***
"Mengapa kau lama sekali!" kataku. Aku agak kesal harus menunggu dan mengetuk berulang kali ditengah hujan begini. Perempuan itu tak menjawab, dan kuputuskan untuk langsung masuk saja.
"Namaku Takeshi," ucapku ketika Perempuan itu masih terperangah. "Aku ingin menginap di sini untuk sementara waktu. Bisa, kan? Hello!"
"Oh, ya, tentu saja bisa. Tunggu sebentar, aku akan mengambilkan handuk untukmu segera." Dia berlari dengan cepat dan menghilang di balik pintu.
Aku heran, memangnya aku ini terlihat seperti hantu? Kenapa ekspresinya seperti itu? Tak lama, dia datang kembali dengan membawa handuk dan kimono. Dia menuntunku menuju ruang ganti.
"Masukkan saja pakaian basahnya di keranjang cuci," ucapnya dari balik pintu.
Setelah selesai, dia memberikanku kunci kamar nomor 4. Dia mengantarku ke lantai dua dan menunjukkan kamar mana yang harus kutempati.
"Silahkan beristirahat dahulu, di sana ada pakaian ganti khusus untuk tamu. Aku juga akan membawakanmu teh hangat." Setelah bicara, dia membungkukkan badan dua kali dengan cepat dan bergegas turun kembali.
Pelayan yang aneh, pikirku, saat melihat Perempuan itu turun.
***
Miko sekarang merasa tidak enak dengan tamunya. Dia telah salah menyangka yang tidak-tidak. Dia menyalahkan pikirannya yang kacau yang menyebabkan semua ini terjadi. Sekarang dia membuatkan teh untuk pria itu.
Miko kembali naik ke atas dan mengetuk pintu tamunya. Pria itu membuka pintu dan mengambil tehnya dari tangan Miko, lalu tanpa basa-basi menutupnya kembali. Miko hanya membungkuk di depan pintu yang telah tertutup itu. Sudah sepantasnya dirinya mendapatkan perlakuan semacam itu, dan ini akibat dari kesalahannya, pikirnya.
Hujan tampaknya belum juga reda. Semakin malam maka semakin deras, kilatan cahaya dan gemuruh juga saling bergantian mengisi kekosongan sunyi malam itu. Miko melamun kembali di meja resepsionis.
***
Aku mendapatkan kamar yang sempurna, dari sini aku bisa melihat pemandangan danau itu. Aku kira danau itu pastilah memiliki panjang 100 meter. Untuk kedalamannya aku masih belum tahu. Apa benar ada monster yang hidup di sana? Katanya, pemilik penginapan ini telah dibunuh. Pelakunya masih belum ditemukan sampai sekarang. Orang-orang mengatakan jika ini perbuatan monster penunggu danau. Nanti akan kucoba untuk menanyai pemilik penginapan ini. Mungkin yang ada di sini adalah anaknya.
***
Lewat tengah malam, ada sesosok bayangan hitam yang keluar dari dasar danau. Mula-mula adalah kepalanya. Lalu, semakin dia berjalan mendekati daratan, tubuhnya semakin terlihat. Bentuk dari sesosok makhluk ini belumlah jelas. Dia berjalan secara perlahan ditengah hujan yang terus mendera dengan hebat. Sesekali, kilatan cahaya menerangi tubuhnya yang terdapat lumut dan ganggang danau.
Sosok ini mulai naik ke daratan. Dia menuju ke arah penginapan itu.
***
Aku terperanjat dari kursi setelah mendengar suara kilat yang menyambar disertai dengan gemuruh yang besar. Barusan aku tertidur dan tidak menutup jendelanya, dan mengakibatkan air membasahi jendela dan lantainya. Harusnya aku terjaga untuk memastikan kemunculan monster itu. Sayangnya udara dingin dan sweater hangat ini telah membuatku mengantuk.
Aku mengintip ke luar jendela. Ada sebatang pohon yang tumbang tak jauh dari penginapan ini, yang mana letaknya ditengah-tengah antara danau dan penginapan. Sepertinya petir telah menyambar pohon itu. Aku mengedarkan pandanganku ke semua arah, lalu mendapati sesosok bayangan hitam tengah berjalan mendekati tempat ini. Jalannya pun agak lambat dan seperti tengah menyeret kakinya sendiri.
Untuk memastikan lebih jelas, aku memicingkan mata dan mengeluarkan kepalaku lebih jauh lagi. Aku juga menahan pandanganku dengan tangan, supaya air hujan yang turun dari atas tidak mengganggu penglihatanku.
Tapi rasanya sia-sia saja. Angin telah membuat air hujan menerpa wajahku, dan rasanya seperti dilempar batu kerikil dalam jumlah banyak. Aku memutuskan untuk keluar dan mengeceknya sendiri. Di lantai bawah aku juga melihat ada payung yang bisa kugunakan.
Ya, mari bergegas agar aku tak kehilangan momen ini. Jika monster itu benar adanya, maka aku harus bisa menangkapnya. Dengan cara apapun.
***
Miko yang tengah melamun mendengar suara langkah kaki yang tergesa-gesa. Suara itu menuruni tangga, dan terlihat pria yang barusan datang itulah yang sedang berlari. Dirinya tak menghiraukan Miko. Pria itu sekarang mengambil payung yang berada dekat pintu.
"Maaf, Tuan! Anda mau kemana?" tanya Miko yang langsung berdiri.
"Ada sesuatu yang penting, aku harus melihatnya sendiri," jawabnya sambil tergesa-gesa.
"Tetapi aku telah mengunci pintunya, tidak ada yang boleh keluar disaat seperti ini."
"Kalau begitu buka saja pintunya," ucap pria itu setelah mencoba untuk menggeser pintu tersebut.
Miko tetap tidak ingin menuruti perkataan pria itu, dan lawannya menatap balik lalu menghampiri.
"Berikan kuncinya! Sekarang!" tegasnya.
Miko tak gentar. Dia membalas. "Tidak! Cuaca diluar sedang hujan lebat, ditambah lagi banyak kilat yang menyambar. Jika terjadi sesuatu pada tamuku, maka nama penginapan ini akan tercoreng."
"Aku yang akan bertanggung jawab atas segalanya. Berikanlah kunci itu. Ini benar-benar penting!"
"Maaf, Tuan! Aku benar-benar tidak akan mengizinkanmu untuk pergi keluar! Atau aku akan menghubungi polisi karena keanehanmu ini!" Miko mengancamnya.
Takeshi merasa kesal, tetapi harus mencoba tetap bersabar. Lalu dia menjelaskan perihal kedatangannya kemari dan sekarang dirinya melihat sesuatu yang mencurigakan di luar sana. "Ada monster!" kata Takeshi.
Miko terperanjat dan mulutnya meng-nganga. Sadar akan hal itu, dirinya buru-buru mengalihkan percakapan.
"Tetap tidak bisa!" katanya. "Kau tahu sendiri kan, jika pernah ada rumor tentang penginapan ini!?"
"Maka dari itu aku kesini," balas Takeshi. "Ayolah, cepat berikan saja!"
Sekarang Takeshi benar-benar kesal dan tak mampu lagi menahan emosinya.
"Baiklah jika kau tidak mau! Aku akan turun melalui jendela kamar saja!"
Setelah mengatakan itu Takeshi dengan cepat naik kembali. Dia masuk ke kamar dan membuka jendelanya. Seperti yang dia katakan, Takeshi melompat dari jendela itu. Saat mendarat, dirinya terpeleset di rumput yang licin. Tubuhnya terhempas ke belakang dalam posisi terduduk. Itu membuat bokongnya terasa nyeri, beberapa saat setelah dirinya selesai meresapi rasa sakit yang terjadi, dia berdiri dan memeriksa sekitarnya.
Payung yang dia bawa tampaknya tak berguna lagi. Tubuhnya telah basah, meskipun dia tetap membuka payungnya. Sementara Miko menyusul ke lantai atas dan melihat jendela yang telah terbuka. Orang ini benar-benar gila, pikirnya. Dia melihat tamunya berjalan kesana-kemari ditengah hujan. Orang itu berlari dari ujung ke ujung, dan setelah itu mendekati arah danau. Miko merasa khawatir dan ketakutan, kalau-kalau mitos tentang monster itu memang benar, maka tamunya akan berada dalam bahaya.
Dia turun ke bawah dan membuka pintu. Mengambil payung lalu menyusul tamunya itu. Miko berlari dengan hati-hati agar tidak terpeleset, dirinya juga berteriak memanggil orang tersebut. Hanya saja suaranya teredam oleh derasnya suara hujan.
***
Sialan! Aku kehilangan jejak monster itu! Kalau saja Perempuan itu bisa lebih cepat membuka pintu, pasti tak akan seperti ini. Padahal jarak danau dan penginapan ini tidak begitu jauh. Monster itu juga berjalan dengan lambat, bagaimana mungkin dia bisa hilang secepat ini! Apa aku yang salah lihat? Atau itu hanya bayangan seekor hewan?
Tidak, tidak! Aku yakin itu adalah monster danau! Dia terlihat berdiri seperti manusia, dan sekilas aku dapat melihat tubuhnya saat cahaya kilat menerangi. Habis sudah kesempatanku malam ini!
***
Takeshi terkejut saat ada sesuatu yang menyentuh bahunya. Dia hampir-hampir jatuh kembali, dan ternyata Miko lah yang datang menjemputnya.
"Apa yang kau lakukan disini? Kau mengagetkanku!"
"Aku menjemputmu, diluar bahaya!" kata Miko, yang suaranya hampir tak terdengar karena hujan.
Mereka berdebat sejenak, setelah itu Takeshi terpaksa harus mengalah. Monster yang ia cari tak terlihat lagi, dan dirinya juga mengkhawatirkan perempuan ini. Akhirnya Takeshi lah yang mengajak Miko untuk kembali.
Sekarang mereka telah berada di penginapan. Miko yang merasa kedinginan tetap melayani tamunya. Takeshi yang melihat itu, agak merasa iba dengannya. Dia membiarkan dirinya sendiri yang mengurusi segalanya, dan mempersilahkan Miko untuk berganti pakaian.
Takeshi melepas baju dan berlari mengambil handuk yang terdapat di kamar mandi. Setelahnya dia mengepel seluruh lantai hingga benar-benar bersih. Miko telah keluar dengan pakaian yang lebih hangat, lalu menawari diri untuk mengambil alih pekerjaan tamunya. Orang itu setuju, sekarang tamunya lah yang berganti pakaian.
Takeshi turun kembali dan meminta maaf karena telah merepotkan, walaupun masih terdapat kekesalan yang tersimpan pada wajahnya. Begitu juga dengan Miko.
Lalu Takeshi hendak bertemu pemilik penginapan ini. "Apakah mereka ada?" tanyanya.
"Aku adalah pemilik penginapan ini," Miko menjawab.
Takeshi sekarang terkejut.
"Mengapa kau tidak bilang sedari tadi?"
"Karena kau tidak bertanya."
"Ok, aku yang salah! Seharusnya aku menjelaskan tujuanku datang kemari."
"Apa tujuanmu?" tanya Miko.
"Aku ingin membuktikan keberadaan monster itu. Bahkan jika perlu, aku ingin menangkapnya."
Miko merasa ngeri sekaligus heran. Apakah orang ini benar-benar percaya dengan mitos penunggu danau? Dan itulah alasannya dia datang kemari?
"Maaf, Anda sungguh-sungguh percaya dengan monster itu? Padahal aku sendiri tidak mempercayainya," kata Miko.
"Ya, aku percaya. Mengapa kau tidak mau percaya? Bukankah pemilik penginapan sebelumnya telah tewas terbunuh? Dan pelakunya masih belum ditemukan."
"Itu ayahku, memang benar dia telah mati. Hanya saja, apa alasannya orang-orang menyangkut-pautkannya dengan sebuah mitos?"
"Lalu, memangnya apalagi yang bisa kita lakukan? Mencoba untuk mencari kebenaran yang ada dari semua sumber."
Miko tampaknya masih tak memahami perbuatan dan tujuan orang itu. Dia lebih memilih untuk menghidangkan minuman hangat bagi tamunya.
"Anda mau teh atau kopi?"
"Aku pilih kopi," jawab Takeshi.
***
Kejadian semalam telah membuat diriku yakin akan keberadaan monster itu, walaupun ada sedikit masalah yang telah menghambat pengejaranku.
Pagi ini aku akan mengunjungi danau. Pohon tumbang semalam terlihat hangus menghitam akibat tersambar. Tak ada yang aneh di sekitar sini, hanya terdapat kesunyian yang terasa saat aku berdiri di dekatnya. Apa yang menyebabkan monster itu berada di sini dan keluar melakukan pembunuhan? Darimana asal-usulnya?
Aku menghampiri Perempuan itu di ruang tamu dan menanyai kejadian yang menimpa ayahnya. Dia sendiri sepertinya agak kurang senang untuk membahas hal tersebut, terlihat dari cara dirinya menghindari setiap pertanyaanku.
"Di mana dirimu saat itu?" tanyaku.
"Maaf, Tuan, aku tidak ingin membahas masalah ini lagi. Kejadiannya sudah lama dan aku sudah melupakannya."
"Siapa namamu?"
"Miko. Miko Sawaguri!"
"Aku Takeshi, salam kenal! Jadi kau tidak ingin menjawab pertanyaanku? Kau tahu, kan, kalau menutupi kesaksian, kau juga akan dicurigai."
"Aku sudah memberikan kesaksian kepada polisi. Lagi Pula Anda bukanlah seorang polisi, dan Anda bisa ditangkap jika mengaku-ngaku sebagai polisi."
Dia pintar, ucapku dalam hati. Aku memang bukan polisi, aku hanyalah seorang pria yang menyukai cerita misteri dan, mungkin seorang maniak.
"Baiklah, kuakui kau pintar, tetapi aku di sini juga ingin menangkap monster tersebut. Jika dirimu mau bekerja sama denganku, maka kita bisa menangkapnya," kataku.
"Jangan bodoh, Tuan. Tidak ada yang ingin berurusan dengan monster. Jika mereka memang benar ada," balasnya tanpa menoleh ke arahku.
"Panggil aku Takeshi saja, aku masih muda. Baiklah jika kau tidak mau, yang jelas, kedatanganku kemari tidak boleh sia-sia. Nona Miko, aku berharap dirimu tidak akan mengganggu pekerjaanku disini. Jika kau tidak ingin menceritakan kejadian yang lalu, maka biarkan aku menangkap monster itu demi diriku sendiri."
"Aku hanya tidak ingin ada kasus lagi di penginapan ini. Aku sudah mengatakannya kepadamu semalam, jika terjadi sesuatu, maka nama tempat ini akan tercoreng. Ini adalah satu-satunya warisan orang tuaku dan juga tempatku mencari uang."
Dia mengatakan itu lalu pergi. Memang benar apa yang diucapkannya, aku sebisa mungkin tidak akan merusak reputasi tempat ini.
***
Dari arah tangga, turun seorang pria tua yang mengenakan kimono. Dia berjalan sambil menguap lalu memanggil Miko untuk dibuatkan teh hangat.
Takeshi menoleh saat mendengar suara serak pria ini. Siapa dia, tanyanya. Penghuni kah? Atau...
"Maaf, siapa nama Anda?"
"Siapa? Kau pendatang baru?" tanyanya.
Saat itu Miko segera keluar sambil membawa teh hangat untuk dua orang.
"Dia sedang menginap di sini, namanya Mr Kimura," kata Miko.
Pria itu duduk dengan sembrono dan menghirup tehnya.
"Sudah berapa hari Anda ada di sini, Mr Kimura?"
"Apa perlumu bertanya, Anak Muda!? Itu merupakan hak privasi diriku. Seharusnya aku yang bertanya, ada keperluan apa dirimu datang ke tempat terpencil ini?"
Takeshi ragu untuk menjawab jujur setelah melihat sikap tamunya yang kurang bersahabat.
"Aku hanya ingin menyendiri. Tak ada yang lain."
Mr Kimura tertawa. "Bah! Seorang anak muda ingin menyendiri di sebuah desa kecil? Apakah kau tengah mengalami depresi? Apakah kau ingin melakukan bunuh diri dengan menenggelamkan tubuhmu di danau? Lemah sekali mental kalian, Anak Muda!"
"Maaf, tapi Anda salah menuduh. Aku tidak hendak melakukan hal itu."
Miko yang tengah sibuk membereskan ruangan hanya menguping pembicaraan mereka, dirinya juga tak hendak menginterupsi perkataan salah satunya. Miko sepertinya tahu jika Takeshi hendak menutupi kunjungannya kemari di depan orang tua itu.
"Aku adalah seorang pensiunan tentara," lanjut orang itu. "Saat perang dunia kedua, kami setiap hari telah menghadapi banyak kematian, sementara para anak muda di Jepang setiap harinya selalu merasa depresi dan bunuh diri, padahal mereka sama sekali tidak menghadapi perang di zaman sekarang. Apa sih, yang ada dipikiran anak muda jaman sekarang?!"
"Aku tidak tahu, aku tidak sama dengan mereka," jawab Takeshi. "Mr Kimura. Apa Anda mengetahui kejadian pembunuhan di tempat ini? Orang-orang mengatakan bahwa itu adalah ulah monster?"
Kimura diam sejenak, dan beralih ke arah tehnya.
"Aku tidak tahu masalah itu," jawabnya dengan suara yang agak pelan. "Apa memang monster itu ada? Aku hanya mengetahui kematian dengan cara yang normal, sebagaimana yang terjadi saat di medan perang. Orang Jepang memang mempercayai mitos-mitos tertentu, dan begitu juga dengan sebagian anggota pasukan kami. Namun diriku selalu berpikiran logis tanpa membawa-bawa hal-hal yang berbau mistis."
Setelah mengatakan itu, ada keheningan di antara mereka. Takeshi tidak tahu lagi ingin mengatakan apa, karena dirinya mengerti jika orang tua ini tidak akan percaya dengan cerita monster. Walaupun Takeshi sedikit curiga dengan gelagat aneh orang ini.
Karena tidak ada yang bicara, Mr Kimura akhirnya beranjak pergi menuju halaman. Dia meregangkan tubuhnya dan mendesah kuat.
Miko kembali lewat di depan Takeshi.
"Kenapa kau tidak mengatakan jika ada orang lain yang menginap selain diriku?" tanya Takeshi.
"Karena kau tidak bertanya," jawab Miko dengan singkat.
***
Miko berpesan kepadaku untuk tidak pergi terlalu jauh, karena sebentar lagi waktunya sarapan pagi. Aku tidak peduli, aku tetap melanjutkan usahaku untuk mencari petunjuk lain. Tentang bagaimana monster itu bisa menghilang dengan cepat. Gerakan monster yang lambat sambil menyeret kakinya, sudah pasti tak akan bisa bergerak secepat itu.
Kali ini aku akan memeriksa di sekitar tempat ini, kalau-kalau ada rumah penduduk yang lain yang juga melihat monster itu. Tak jauh dari sana aku melihat asap yang mengepul, kemungkinan di tempat itu terdapat tempat tinggal, jadi kuputuskan untuk menuju ke sana. Jaraknya kurang lebih 400 meter dari penginapan.
Benar, asap itu berasal dari sebuah rumah sederhana. Tak ada rumah-rumah lain yang menemaninya, hanya ada satu itu saja. Rumput-rumput di halamannya telah meninggi dan tak terawat, dan ada bau dupa yang tercium dari dalamnya. Aku mengetuk pintu itu, tapi tak ada yang menyahut. Lalu kucoba kembali sambil sedikit berteriak. "Permisi! Ada orang di dalam?" kataku.
Lalu pintu itu terbuka. Penghuninya adalah seorang wanita yang sudah tua. Tubuhnya telah membungkuk.
"Maaf mengganggu!" kataku. "Aku Takeshi. Aku berasal dari penginapan di sana, aku kemari hendak bertanya sesuatu."
Wanita itu memperhatikan diriku dari atas sampai ke bawah. Lalu berkata.
"Bertanya tentang apa?"
"Hmm, mungkin saja ini terdengar agak aneh, tapi, apakah Anda pernah melihat monster yang lewat kemari? Atau ada seseorang mencurigakan yang terlihat mengarah ke sini?"
Sekarang dia mengernyitkan dahinya. Tampaknya dia merasa aneh dengan pertanyaanku.
"Tidak," katanya sambil menggeleng. "Aku tidak pernah melihat monster atau apapun itu. Aku sudah lama tinggal di sini dan tak ada kejadian aneh sedikitpun. Bahkan aku tinggal seorang diri."
"Begitu, ya? Apakah Anda tahu mengenai kematian pemilik penginapan di sana? Orang mengatakan itu adalah ulah monster."
"Aku tidak pernah mampir ke sana, bahkan tidak sedikit pun untuk melihat danau itu. Jadi aku tidak tahu mengenai kematian si pemilik penginapan. Lagipula, legenda monster itu kemungkinan diciptakan oleh orang-orang yang iseng. Penduduk di sini tidak pernah mengetahui adanya monster danau."
"Anda tinggal sendiri? Lalu, apa yang Anda kerjakan?"
"Aku seorang tukang pijat yang akan dipanggil jika klienku membutuhkan. Aku hidup dari sana. Lagipula, ada urusan apa anak muda sepertimu melakukan interogasi kemari?!"
Wanita tua ini belum mengetahui kalau aku bukanlah polisi. Jadi kuputuskan untuk berbohong saja.
"Aku seorang penyidik yang sedang bertugas. Aku kemari hendak menggali informasi tambahan mengenai kematian pemilik penginapan itu. Jadi aku butuh kesaksian dari warga sekitar."
"Aku pernah didatangi polisi dengan alasan yang serupa, tetapi itu sudah lama. Lalu mengapa kalian bertanya lagi?"
"Untuk informasi tambahan, aku sudah mengatakannya di awal. Nah, aku harap Anda mau bekerja sama denganku, hanya sementara!" tukasku. "Mula-mula, siapa nama Anda?"
"Panggil saja aku Satomi," katanya.
"Baiklah, Nyonya Satomi! Bisakah aku melihat ke dalam rumah Anda?"
Dia ragu sejenak. Setelah itu mengizinkanku untuk masuk.
"Apakah Anda punya anak dan suami?" aku melanjutkan. "Tadi Anda bilang kalau Anda tinggal seorang diri."
"Anak dan suamiku telah mati, itu sudah lama sekali. Jadi aku memutuskan untuk kembali kemari dan tinggal seorang diri. Silahkan Anda duduk di mana saja," katanya sambil membalikkan badan.
Rumah ini lantainya terbuat dari tanah liat yang mengeras. Dinding-dinding terbuat dari papan kayu, tidak terlihat seperti rumah tradisional Jepang pada umumnya. Kurasa, rumah ini dibangun untuk tempat sementara. Di bagian ruang tamu terdapat tiga kotak peti yang entah fungsinya untuk apa, dan aku duduk di salah satu kotak itu.
"Tapi, tadi Anda bilang jika masyarakat di sini tidak mengenal mitos monster itu. Lalu, bagaimana tempat ini bisa terkenal dengan mitos tersebut?"
"Itu hanya cerita yang dibawa oleh orang luar dan disebarkan, lalu kemungkinan media yang meliput juga menggunakan istilah tersebut untuk menaikkan beritanya. Maka jadilah cerita itu disebarkan dari mulut ke mulut setiap orang."
"Mengapa tidak ada rumah penduduk lain di sekitar sini? Aku baru melihat hanya ada rumahmu dan penginapan yang di sana."
"Aku tidak banyak mengetahui tentang penginapan itu, aku dulunya hidup di kota sebelum pindah kemari ketika anak dan suamiku tiada. Tempat ini memang bukan tempat yang akan dihuni oleh masyarakat, jarak 3 kilometer baru lah kau akan melihat rumah para penduduk. Tanah di sini hanya merupakan tempat penggembala mencari rumput, dan kau bisa lihat jika hanya ada rumput-rumput yang panjang tak terawat. Mungkin saja pemilik penginapan itu dulunya juga rumah biasa, lalu beralih menjadi penginapan bagi orang-orang yang lelah dalam perjalanan."
Ada benarnya juga, lagipula aku belum bertanya jauh mengenai penginapan itu kepada Miko. Saat kami bicara dan Nyonya Satomi hendak mengambilkan aku minum, aku sedikit mencium bau busuk dari ruangan ini. Sekalipun aroma dari dupa sangatlah kuat, tetapi hidungku tetap bisa mencium bau yang lain. Aku hendak mencari di mana sumber bau itu, tetapi bukanlah hal yang sopan jika aku melakukan sesuatu tanpa izin.
Nyonya Satomi kembali membawakan air putih untukku.
"Aku minta maaf kalau hanya ini yang bisa kuberikan untukmu."
"Tak apa, ini saja lebih dari cukup," balasku.
Saat kami berbincang lagi, aku melihat seekor lalat hijau yang sangat besar dengan suara dengungnya yang juga besar. Aku melirik ke arah lalat itu. Aku sadar jika ini adalah kesempatan bagus untuk mencari tahu di mana sumber dari bau tersebut. Mula-mula, lalat itu berhenti di atas lantai tanah dan merangkak. Tak lama dari itu terbang kembali untuk berputar-putar.
Lama aku menunggunya hingga dia berhenti pada salah satu kotak. Lalat itu hinggap di atasnya, terus turun ke bawah dan ke sela-sela celah pembuka pada kotak peti itu. Aku bisa melihat seolah-olah dirinya tengah berusaha membuka celahnya, mungkinkah bau busuk itu berasal dari sana, pikirku.
"Ada apa? Apa kau melihat sesuatu?" tanya perempuan itu.
Aku langsung menggeleng dan membuat alasan.
"Nyonya Satomi, untuk apa kotak yang terlihat seperti peti ini? Kau memilikinya tiga buah."
"Itu untuk menyimpan sesuatu, kau mungkin tidak akan menyukainya jika harus melihat isinya."
"Aku tidak keberatan, aku akan melihat jika Anda mengizinkan."
"Kalau begitu, akulah yang keberatan, Anak Muda!"
"Ada apa? Apa kau menyembunyikan sesuatu yang bisa membuat dirimu dicurigai? Kau lupa jika aku adalah seorang penyidik, jadi tak ada yang boleh ditutupi di depan mataku."
Nyonya Satomi mengedipkan matanya, lalu menoleh ke arah kotak yang selalu kuperhatikan sedari tadi.
"Apakah hak privasi tidak dibutuhkan?" tanyanya.
"Apakah yang ada di dalam sana memang merupakan sesuatu yang sangat rahasia?" Aku mulai bangkit dan mendekati kotak itu. "Sepertinya tidak ada yang perlu dirahasiakan di antara kita. Aku tadi mencium bau busuk dari arah sini, dan terlebih lagi kau telah membakar dupa yang sangat banyak untuk menutupi baunya. Benar, kan, Nyonya Satomi?"
"Kau sangat yakin sekali dengan tebakanmu. Apa memang sudah pasti begitu, Anak Muda?" katanya, dan dia juga ikut bangkit dari tempat duduknya.
Nyonya Satomi memegang penutup kotak itu, dia terlihat menekan tangannya seolah-olah hendak menjaga kotak itu tetap tertutup. Aku tersenyum, dia juga tersenyum. Senyumnya ku akui agak mengerikan, wajah keriputnya dan giginya yang sebagian menghitam telah membuat senyumku menjadi kaku. Aku mengalihkan pandanganku ke arah peti agar bisa menghindari wajah seramnya.
"Mari kita buka," kataku pada akhirnya. "Aku ingin melihat isinya."
"Anak muda memang tak lagi mempunyai sopan santun. Mereka sudah berani melawan orang tua. Tunggu di sini, aku akan mengambil kuncinya."
Nyonya Satomi kembali ke dalam dan meninggalkan aku sendiri untuk menunggu. Ada perasaan was-was dan juga perasaan tak sabar, seolah-olah aku seperti sedang menahan perut yang mulas. Akhirnya dia kembali dan menyerahkan kunci itu kepadaku dengan tangan gemetar. Dia menyodorkannya secara perlahan.
Aku sekarang membukanya. Terdengar suara kunci terbuka dan celah antara penutup serta badan kotaknya meng-nganga sedikit. Bau dari dalam sana langsung menguar begitu saja. Bau dari dupa seolah-olah tak berlaku lagi, aromanya kalah bersaing dengan bau busuk di depanku. Tutupnya kuangkat perlahan-lahan, dan aku terdiam melihatnya isinya.
"Bagaimana, Anak Muda? Sudah menemukan yang kau cari?" Dia mengatakan itu sambil terkekeh. Suara tawanya sama menyeramkannya dengan wajahnya.
Aku merasa malu dan benar-benar kecewa. Lalu dengan segera aku menutup dan menguncinya kembali.
"Aku minta maaf sudah menuduh Anda yang bukan-bukan," kataku sambil membungkuk hormat dengan sangat dalam.
"Tak mengapa, anggap saja ini pelajaran untukmu." Dia tertawa lagi setelah mengucapkan itu.
Aku yang tidak tahu ingin berbuat apa lagi pada akhirnya harus izin untuk pamit. Ini memalukan, dan hanya itulah salah satu cara untuk tidak ditertawakan kembali olehnya.
"Baiklah Nyonya Satomi, aku rasa aku harus pergi sekarang. Terima kasih juga atas waktu dan kerja sama Anda, dan aku minta maaf sekali lagi!" Aku membungkuk sekali lagi. Dan keluar dari rumah itu.
Dari luar, aku masih bisa mendengar suara tawanya yang terdengar jahat. Dia masih mengejekku dan kali ini suaranya bertambah kuat.
"Sialan!" kataku. "Hari ini dan semalam aku sudah mendapatkan kesialan. Lagipula, untuk apa orang tua itu menyimpan bangkai ikan di sana!? Apakah dia sudah gila? Kalau memang begitu, maka aku telah berbicara dengan orang gila!"
Aku agak merasa kesal, dan sebagai gantinya aku mengibas-ibaskan rumput yang ada disekelilingku dengan kuat. Sekarang aku putuskan untuk kembali ke penginapan.
***
Miko menunggu tamunya dengan cemas, sarapan pagi ini sama sekali belum juga tersentuh. Berkali-kali dirinya mengetuk pintu kamar Takeshi untuk memastikan apakah dia telah kembali atau belum. Telah diputuskan olehnya untuk membawa makanan tersebut kedalam kamar Takeshi. Jika tamunya kembali, maka dia bisa langsung memakan jatah sarapannya, pikirnya.
Sementara Mr Kimura tengah sibuk memancing di danau. Ember yang dibawanya berisi seekor ikan yang agak besar, kali ini dia sedang dalam keadaan beruntung.
Takeshi kembali dengan wajah yang lesu, dan membuka pintu dengan sembrono. Miko yang berada di meja resepsionis langsung memberitahukan perihal sarapan pagi yang telah ditinggalkan di kamarnya.
"Anda kemana saja?" tanya Miko saat Takeshi melewatinya.
"Ada apa? Kenapa kau peduli sekali? Sudah kukatakan kalau aku tengah mencari jejak monster itu."
"Aku sudah bilang untuk tidak pergi dahulu sebelum sarapan. Ditambah lagi ini adalah penginapan milikku, ada aturan di sini."
"Aku pengunjung di sini. Aku juga membayar biaya penginapan, apa kau lupa kalau pelanggan adalah raja?"
Miko tak mengatakan apapun, dan Takeshi pergi menuju kamarnya.
***
Karena semalam aku berlari di tengah hujan lalu ditambah pagi ini aku juga telah terlambat sarapan, maka aku pun terserang flu. Awalnya hanya pilek biasa, namun tiba-tiba badanku menjadi lemas karenanya. Siang ini pun aku jadi tak bernafsu makan, mungkin juga Miko akan menggedor pintu kamarku. Biarkan saja, biarkan dia mengoceh sepuasnya.
Benar sekali! Dia sekarang sedang mengetuk pintu. Aku terpaksa bangun untuk menjawab ocehannya. Aneh sekali, baru kali ini aku melihat seorang pelayan sekaligus pemilik penginapan yang sangat cerewet dengan tamunya.
"Nona Miko! Sepertinya aku terserang flu, dan kemungkinan aku juga akan terserang demam, jadi, aku minta kau tidak mengganggu waktu istirahatku. Hari ini aku tidak akan turun untuk makan siang, karena barusan aku sudah memakan sarapan pagiku. Aku hanya meminta kau untuk menaruh makanan dan obat di depan pintuku saja. Apa kau bisa melakukannya untukku?" kataku saat menemuinya di ambang pintu.
"Terserah!" kata Miko.
Aku anggap bahwa dia telah mengerti, meskipun wajahnya terlihat datar dan tak peduli. Ya, aku juga berharap bahwa dia memang tak perlu peduli kepadaku. Seperti pada saat malam itu.
"Oh, ya! Ini uang untuk membeli obat, aku minta tolong kepadamu agar membelikanku obat demam dan juga flu. Kau tidak perlu khawatir soal biaya sewa, berapa hari pun aku menginap di sini, aku akan bayar semuanya!"
"Dimengerti, Takeshi!"
Lalu dia pergi setelah mengatakan itu. Ada apa dengannya? Mengapa dia terlihat seperti bukan dirinya? Apakah karena dia telah lelah akibat menghadapi keegoisanku? Sifatnya berubah total. Aneh, benar-benar aneh. Dia terlihat seperti perempuan angkuh, tapi masa bodoh dengan sifat barunya, yang penting aku bisa beristirahat dan sembuh dengan cepat.
Dia akhirnya pergi sebelum aku menutup pintu, tanpa ada basa-basi dan membungkuk hormat sedikit pun.
***
Takeshi yang tengah terbujur kaku di kasurnya saat ini hanya bisa meratapi sakitnya. Dia agak menyesal dengan sikap sembrono nya, mungkinkah dia harus menuruti perintah Miko?
"Kalau saja aku tak keluar dengan melompati jendela di tengah hujan semalam, pasti aku tidak akan seperti ini," ucapnya.
Hidung yang tersumbat membuatnya harus menghirup udara dari luar, maka dia bangun dengan merasakan pusing yang hebat, lalu berjalan dengan gontai ke arah jendela. Dari sana, dia melihat Mr Kimura yang tengah berada di danau. Terlihat olehnya orang tua itu tengah memancing, dan telah mengakhiri waktunya di sana. Ada sesuatu yang membuat Takeshi heran, mengapa ikan yang berukuran sedang itu tak dibawanya? Mr Kimura malah meninggalkan ikan itu di pinggir danau.
Meskipun dalam keadaan lemah dan berkunang-kunang, mata Takeshi masih awas dalam melihat objek yang jauh. Toh, jarak danau dan penginapan ini memang tak terlalu jauh. Maka Mr Kimura kembali tanpa membawa apa-apa di embernya.
Lalu siang hari telah berganti dengan malam, bintang dan bulan separuh telah memberikan cahayanya. Wajah bulan juga terpantul di atas permukaan danau yang tenang. Takeshi sedang tertidur pulas, sementara Mr Kimura berjalan keluar penginapan. Dia juga membawa tas pancing yang terlihat agak besar dari ukuran pancingnya, dan dia tidak menggunakan kotak berbahan plastik untuk menyimpannya.
Miko yang berada di lantai bawah tidak menggubris akan kepergian Kimura. Dia membiarkan orang tua itu pergi keluar, mungkin karena malam ini tidak hujan, pikirnya. Mr Kimura mengarah ke danau, dia berjalan sambil melantunkan siulan dengan santainya.
Sudah tiga hari semenjak Takeshi terserang demam untuk pertama kalinya. Dan dia belum bisa bangkit sama sekali. Miko dengan setia menyiapkan makan dan obat untuk tamunya itu, juga seperti perintah Takeshi untuk menaruh makan dan obatnya di depan pintu. Miko akan mengetuk tiga kali tanda makanannya sudah siap, lalu pergi meninggalkannya.
Begitu juga dengan Mr Kimura, dirinya belum lagi akan meninggalkan penginapan itu. Setiap pagi dan malam hari, orang tua itu selalu pergi untuk memancing di danau, lalu meninggalkan ikan-ikan itu di pinggir danau. Entah mengapa Mr Kimura tak pernah berminat untuk membawanya. Tak ada rasa takut bagi orang tua itu yang merupakan seorang veteran perang. Mitos tentang monster tak akan bisa membuat nyalinya ciut.
Suatu malam, yang merupakan malam ke-lima dari sakitnya Takeshi. Ada sebuah kejadian tak terduga. Kali ini monster danau hijau itu kembali muncul. Malam ini tak ada hujan, tetapi langit tertutup oleh awan, dan tak ada cahaya bintang atau bulan. Monster itu bergerak dengan lambat seperti biasa sambil menyeret kaki kirinya.
Mr Kimura yang terbiasa untuk keluar malam, kali ini akhirnya mendapati monster tersebut. Dia mengikutinya dari belakang dengan sabar, lalu tas pancing yang dibawanya dia buka, lalu mengeluarkan sebuah senapan gentel. Kimura mengokang senjatanya. Perlahan-lahan Kimura berjalan agar tak ketahuan olah monster itu, dan saat ini mereka berdua telah berada di belakang penginapan tersebut. Jauh meninggalkan danau.
Lalu, orang tua itu menembak kepala monster itu dari jarak dekat. Monster itu roboh ke arah depan, dan Kimura menembaknya membabi buta. Dia tak lagi menghiraukan suara letusan yang kuat dari senapannya, dirinya hanya ingin melampiaskan sebuah kemarahan dan kesedihan sekaligus terhadap monster itu. Setelah pelurunya habis, Kimura membalikkan badan monster itu menjadi telentang. Dia juga mendekatkan wajahnya ke wajah monster itu sambil berlutut untuk melihatnya dengan jelas.
Apakah monster itu telah mati? Lalu apakah Kimura sebenarnya juga telah mengetahui legenda itu dan juga ikut memburunya? Mungkin saja saat itu dia tak berkata jujur di hadapan Takeshi. Tidak ada yang tahu pasti, untuk saat ini.
Selang beberapa jam lamanya, kini terdengar suara letusan dari arah yang lain.
Tembakan kedua yang mengakhiri malam itu.
***
Aku mendengar suara ketukan dari pintu, suaranya sangat keras dan terburu-buru. Ini pasti Miko, pikirku yang masih setengah sadar. Hari ini demamku sudah agak baikan, hanya masih menyisakan hidung yang tersumbat. Hal seperti ini memang sangat mengganggu, terlebih lagi setiap malam aku selalu kesulitan bernapas.
"Iya, tunggu sebentar!" seruku yang akhirnya bangkit dari tempat tidur. "Ada apa sih, pagi-pagi seperti ini malah membuat keributan!"
"Mr Kimura, dia... Dia tewas!"
Aku tertegun dengan ucapannya. Lantas, aku membalasnya dengan menguap.
"Hei! Ini serius! Ayo ikut aku!" Miko menarik tanganku dengan kuat dan membawaku keluar.
"Ada apa sih!? Aku belum sembuh benar!"
"Lupakan itu, Takeshi! Sekarang kau harus lihat keluar, kau pasti akan terkejut!"
Aku tidak mengerti apa yang dia mau, apakah ini semacam perhatiannya untuk membuatku keluar ruangan dan berjemur? Memang sih, aku harusnya berjemur agar cepat sembuh.
Tapi aku rasa alasannya bukan itu. Miko membawaku ke belakang penginapan dan mengarah ke jalan yang menuju rumah Nyonya Satomi. Aku sekarang mengikutinya berlari tanpa dituntun lagi. Di depan sana, terlihat sesuatu seperti tubuh manusia yang tergeletak, tepat berada di tengah jalan.
Kami mendekatinya, dan terlihatlah tubuh Mr Kimura yang terbaring dengan tenggorokan yang rusak. Di sampingnya, ada sesosok tubuh yang sangat bau dan sebagian kepalanya yang hancur. Apa ini, tanyaku kepada Miko.
"Monster yang kau cari!" jawabnya.
Aku terpana. Bolak-balik mataku menatap tubuh monster itu dan wajah Miko. Aku tidak bisa menemukan kebohongan pada matanya.
"Monster, katamu? Kau yakin?!" Aku terpana.
Antara senang dan takut aku tak tahu yang mana. Memang kalau dilihat-lihat, tubuh yang tergeletak ini terlihat berlumut pada pakaian usangnya, lalu ada ganggang yang terselip pada kakinya. Amis, dan busuk baunya. Tidak diragukan lagi, kemungkinan ini adalah monster itu.
Karena terlalu fokus dengan penampakan monster tersebut, aku hampir-hampir lupa dengan mayat Mr Kimura. Aku memeriksa lukanya dari dekat. Sepertinya ini adalah luka akibat cekikan yang menembus tenggorokannya. Tak diragukan lagi, monster itulah yang membunuh orang tua ini, tapi sebelum itu, Kimura telah menembaknya lebih dulu hingga mengakibatkan kepala lawannya hancur sebelah. Cengkraman monster ini pastilah sangat kuat, itu terlihat dari tubuh dan ukuran telapak tangannya yang besar. Bukan suatu hal yang rumit untuk membenamkan telapaknya pada leher orang tua ini. Aku beralih pada Miko.
"Kenapa Mr Kimura bisa keluar malam hari? Bukankah kau tidak mengizinkan tamu untuk keluar malam?"
"Aku tidak melarang tamuku untuk keluar malam, hanya saja di saat cuaca sedang baik. Berbeda denganmu yang memaksa keluar disaat hujan lebat disertai petir."
"Apakah dia selalu keluar setiap malam?"
"Tentu, saat kau sakit, Mr Kimura selalu keluar untuk memancing di danau malam hari. Aku hanya memperhatikannya dari penginapan sesekali. Tapi, tadi malam kejadiannya berbeda. Aku mendengar suara letusan yang besar berulang kali, berhubung aku takut, maka aku tak pergi keluar untuk melihatnya. Namun pagi tadi, saat aku hendak membangunkan Mr Kimura untuk sarapan, karena biasanya dia tak pernah telat untuk sarapan pagi, dia malah tak merespon panggilanku.
Berulang kali kupanggil dan ku ketuk pintunya, tetap saja tak ada jawaban. maka aku mencoba membukanya dengan kunci cadangan, dan Mr Kimura tak ada di kamarnya."
"Lalu, kau pergi kemari?"
"Aku ingin mencoba memastikan suara semalam, karena arahnya berasal dari tempat ini. Ditambah lagi, ada satu rumah yang berada di depan sana." Miko menunjuk ke arah rumah Nyonya Satomi.
Mengapa Mr Kimura keluar malam hari? Dia beralasan hendak memancing. Bukannya pagi hari sampai siang dia juga sudah memancing? Aku juga pernah sekali melihatnya meninggalkan ikan di pinggir danau, seperti sengaja untuk ditaruh di sana.
Senjata ini... Tunggu, apa berarti dia menyembunyikan senjatanya di dalam tas pancing? Lalu keluar malam untuk menemui seseorang, mungkin? Atau dia mengetahui legenda monster ini dan merahasiakannya padaku? Nyonya Satomi...
"Miko, tunggu disini sebentar! Aku ingin memastikan sesuatu!"
Aku bergegas pergi ke arah rumah wanita tua itu. Aku ingin melihat keadaannya, apakah terjadi sesuatu juga, atau dia memiliki hubungan tertentu dengan Mr Kimura? Aku harus memastikannya sendiri.
Sekarang aku sampai di depan pintunya. Aku tak perlu repot lagi mengetuk, karena pintunya terbuka sedikit.
"Permisi! Nyonya Satomi! Apa kau baik-baik saja?"
Di ruang tamu, kotak berisi ikan busuk itu telah terbuka, dan bau dupa tetap tercium seperti sebelumnya. Aku memberanikan diri untuk mengintip ke ruangan kedua. Aku menyingkap tirai panjangnya dan melihat ruangan gelap.
"Nyonya Satomi!" seruku dengan hati-hati. "Kau ada di dalam?"
Karena ruangan yang gelap tanpa jendela atau ventilasi, aku jadi tak bisa melihat dengan jelas tempat ini. Saat aku meraba-raba, kakiku seperti menyenggol sesuatu, aku tersandung dan hampir terjatuh karenanya. Lantas aku mencoba untuk memeriksanya dengan tanganku, dan aku menyentuh sesuatu seperti kain kasar. Aku memijitnya dan barulah merasakan seperti ada yang kenyal, lalu kuraba sampai ke atas dan aku memegang sebuah telapak tangan yang dingin.
Benar, ini telapak tangan manusia. Awalnya aku tak mau percaya, lalu setelah merasakan telapak tangannya, maka aku menghempaskannya kembali dengan perasaan ngeri. Ada beberapa titik cahaya dalam kegelapan ini. Itu pastilah api dari dupa yang terbakar, maka aku menghampirinya dan memeriksa sekitarnya. Benar saja, aku menemukan korek kayu yang bisa kugunakan untuk penerangan.
Korek kunyalakan, lalu terlihatlah sesosok wajah keriput dengan mata membelalak ngeri. Aku terlonjak dan hampir saja berlari dari sini. Cahayanya kudekatkan, lalu jelaslah semuanya. Ini adalah Nyonya Satomi.
***
Takeshi mendekatkan api dari pemantik kayu itu sekali lagi ke arah wajah Nyonya Satomi. Dia mengguncang bahu wanita itu namun tak ada respon sama sekali. Ada bau darah yang tercium di dekat sana, lalu Takeshi mencoba untuk mencari sumbernya.
Sekarang dia mengarah ke dada kiri wanita itu, ternyata ada sesuatu yang basah di atas bajunya saat dia pegang, dan itu adalah darah. Mau tak mau Takeshi harus membuka pakaian Nyonya Satomi untuk bisa memastikan. Takeshi meraba dalam gelap. Benar saja, ada sesuatu seperti luka pada area itu, kemungkinan ini adalah bekas tembakan, pikirnya. Takeshi berdiri dan buru-buru keluar untuk menyusul Miko.
Miko tampak terlihat cemas saat menunggui dua mayat itu, dia sendiri tak berani memandangi pemandangan dua makhluk yang terbujur kaku. Ada perasaan ngeri saat melihat monster tersebut, itu bukanlah makhluk seperti alien atau hewan, melainkan adalah manusia yang sepertinya telah menjadi mayat hidup. Entah berapa lama mayat itu berada di dalam danau yang ada di depan penginapannya, dan monster ini juga yang katanya telah membunuh ayahnya.
Takeshi datang dengan keadaan panik.
"Nyonya Satomi terbunuh!" Pada akhirnya.
"Apa... Apa maksudmu?"
"Mati! Sepertinya ada yang membunuhnya tadi malam."
"Apakah... Mr Kimura?" Miko mencoba untuk menebak-nebak.
"Aku tidak tahu, kita belum bisa memastikan pelakunya untuk saat ini. Keadaan di rumah itu sangat gelap, tak ada ventilasi atau jendela di kamarnya. Kita harus hubungi polisi sekarang."
Mereka kembali dengan meninggalkan mayat Kimura dan monster itu di tengah jalan. Sebenarnya Takeshi tidak ingin ikut dan masih ingin memeriksa keadaan sekitar, hanya saja dirinya sedikit penasaran dengan keadaan kamar Mr Kimura di penginapan. Mungkin dia bisa menemukan sebuah petunjuk lain, pikirnya.
Miko sibuk menghubungi polisi, sementara Takeshi mulai naik ke lantai dua. Kamar orang tua itu terlihat rapi tanpa ada sesuatu yang terkesan janggal. Semuanya bersih, dan sangat sedikit barang bawaan milik orang itu. Takeshi mulai memeriksa laci meja hingga kepada sebuah buku sejarah tentang biografi Napoleon Bonaparte. Buku itu bersampul biru dan judul bukunya bersepuh emas. Kertasnya juga telah menguning dan banyak sekali coretan di dalamnya dengan menggunakan pensil.
Coretan-coretan itu merupakan ide-ide gagasan atau berupa pendapat Mr Kimura terhadap tokoh pemimpin itu. Di tengah-tengah halaman, ada selembar kertas yang diselipkan dan itu bukan kertas biasa. Kertas putih yang juga terlihat telah usang pada bagian lipatan-lipatannya. Takeshi membuka kertas itu dan membaca sesuatu di sana. Isi kertas itu berbunyi:
"Untuk anakku dan juga istriku.
Aku menulis surat ini karena merindukan dirimu, betapa lama aku tak berjumpa dengan kalian semenjak Jepang telah kalah perang. Sebagai konsekuensinya, aku yang berada di negeri asing harus di tahan di sana. Aku menjadi pekerja sosial sebagai ganti hukuman mati ku, dan itu adalah sebuah keberuntungan. Sampai usiaku bertambah tua, sampai di mana hukum di negara itu telah diubah dan telah berhasil menguntungkan kami, maka kami pun dibebaskan dengan sistem undang-undang baru.
Lalu aku terpikir akan rumah dan kampung halaman. Aku kembali ke Jepang dengan sedikit dari teman-temanku yang lain, yang mana mereka juga adalah pejuang sama sepertiku. Aku kembali ke Tokyo, dan aku tidak percaya melihat negaraku telah berkembang dengan cepat. Aku juga hampir-hampir tak mengenali lagi tempat tinggal keluargaku sendiri, tapi dengan keyakinan dan rasa rindu yang mendalam, aku akhirnya menemukan rumah itu. Ya, aku bertanya kesana-kemari dan dibantu juga oleh rekanku yang lain.
Tapi sayangnya kalian tak ada lagi di sana. Rumah itu telah ditempati oleh orang asing yang sama sekali tidak kukenal. Aku kira anakku telah memiliki keluarga sendiri, tetapi ternyata aku salah dan harus diusir akibat terlalu keras kepala di hadapan mereka. Bagaimana tidak, aku bersikukuh kalau anak dan istriku masih tinggal di rumah itu, dan juga rumah itu milikku. Akhirnya aku terlunta-lunta di jalanan, dan menjadi seorang tunawisma.
Sampai suatu waktu aku mendengar ada kabar mengenai kematian seorang pemilik penginapan di desa terpencil. Aku mengetahui wajah korban, dan dia adalah teman lamaku. Betapa bodohnya aku yang bisa sampai lupa dengan teman lamaku sendiri, dan mengapa pula aku tidak pergi ke sana untuk menginap?! Ketika aku mendengar kabar kematiannya, aku pergi untuk memastikan keadaan di sana. Aku bertemu istrinya dan kami banyak bercerita. Dia sendiri tak percaya melihat diriku yang kembali hidup-hidup.
Ayumi sangat sedih dan syok ketika melihat kematian suaminya. Dia bercerita kalau leher suaminya itu telah dicekik oleh sesuatu yang jahat seperti monster. Dia sendiri terlambat untuk mengetahui kejadian itu, hanya sempat melihat sosok besar yang menyeramkan yang tengah menuju ke belakang penginapannya. Ayumi tidak berani untuk mengejar saat tahu suaminya sudah mati dengan leher yang terluka parah. Tenggorokan suaminya telah tercabik.
Aku sangat bersimpati mendengarnya, dan aku urungkan niatku untuk bertanya mengenai keluargaku..."
Sampai di sini Takeshi berhenti membaca surat tersebut. Dia terkejut saat mengetahui kelanjutan surat itu, dan ini telah menjawab semua hubungan antara kematian ketiganya hari ini. Ya, tiga orang yang sekarang terbujur kaku di sana.
***
Tunggu, kalau begitu mereka adalah...
"Takeshi, aku sudah menghubungi kantor polisi," kata Miko yang telah selesai menelepon.
"Ah, ya, terima kasih Miko!"
"Apa ada sesuatu yang mencurigakan? Apa aku boleh membantu?" tanya Miko penasaran.
"Tidak, tidak ada yang aneh di sini. Aku hanya membaca buku sejarah milik orang itu," kataku. "Sekarang, kau tunggu di sini saja, biar aku yang pergi melihat keadaan mayat itu agar tak ada hewan liar yang mencurinya."Aku kembali dengan terburu-buru untuk memastikan mayat-mayat itu. Aku masih penasaran dengan kelanjutan cerita ini, tampaknya surat tersebut baru ditambahkan malam tadi atau sebelumnya, tepat di bagian surat yang berbunyi "sampai suatu waktu aku mendengar ada kabar...".
Mr Kimura sudah menyiapkan pengakuannya sendiri jika dirinya gagal dalam misi ini. Dia pasti menemui rumah Nyonya Satomi dan terjadi sesuatu di sana. Ya, waktu itu, waktu di mana dirinya juga penasaran dengan jejak monster itu. Aku yakin dia pasti menginap di sini untuk menjaga istri sahabatnya. Ini menarik, sungguh seolah-olah suatu kebetulan yang tak terduga.
***
Polisi akhirnya tiba di penginapan itu. Miko yang merasa cemas sedari tadi akhirnya membawa para polisi itu menuju dua mayat yang tergeletak, Takeshi telah menunggu mereka.
Miko menjelaskan semua yang terjadi, begitu juga dengan Takeshi. Lalu dua orang polisi diajak untuk melihat kondisi mayat Nyonya Satomi. Bau dupa telah hilang dan hanya meninggalkan bau busuk yang teramat sangat. Peti-peti itu dibongkar dan terlihatlah banyak sekali pakaian bekas di salah satunya. Itu adalah pakaian pria. Satu kotak yang berisi ikan busuk telah ditutup untuk sementara agar aromanya tidak mengganggu, sementara satu kota lainnya terlihat kosong. Mayat wanita itu digotong keluar dan terlihatlah wajah keriputnya dengan mata membelalak tajam.
Ketika telah mati, wanita ini tetap memancarkan aura jahatnya, pikir Takeshi. Dia mengetahui apa yang tidak orang lain ketahui, juga tak menyangka wanita ini akan melakukan sesuatu yang nekat. Ada dua luka tembak yang terlihat rupanya, satu dibagian dada kiri dan satunya lagi berada di bahu kirinya juga. Luka ini tak terlihat seperti bekas tembakan senapan milik Kimura, tetapi lukanya terlihat lebih kecil.
Apakah Kimura membawa dua senjata? Atau apakah ada orang lain yang menyerangnya? Saat Takeshi menunggu kedatangan polisi, dia tak menemukan atau melihat senjata yang lain di sekitar lokasi. Atau wanita tua ini melakukan bunuh diri? Bukan suatu hal yang logis jika harus menembak diri sendiri dibagian dada. Sudah jelas bahwa ada orang yang menembaknya.
"Tangan Anda berdarah, apa Anda terluka?" tanya salah satu polisi.
"Tidak, aku tadi meraba dada kiri wanita ini, dikarenakan ruangan yang gelap dan tak terlihat apapun. Jadi, sidik jariku juga ada di sana."
"Kami akan memeriksa dirimu juga," kata polisi itu.
Miko dan Takeshi akan diinterogasi, karena merekalah yang pertama kali menemukan mayatnya. Takeshi beralasan sedang sakit saat kejadian itu terjadi, dan dibenarkan oleh Miko yang juga mengetahuinya.
Sudah sebelas tahun berlalu saat kematian pertama di penginapan itu. Pelaku pembunuhan tersebut tak pernah diketahui, dan pada akhirnya kasus ini di tinggalkan. Orang-orang beranggapan jika ini ulah monster penunggu danau. Ini berdasarkan beberapa kesaksian dari warga yang melintasi danau tersebut, berhubung danau dan penginapan itu berdekatan dengan jalan. Mereka yang bersaksi pernah sekali melihat sesuatu muncul dari dalam air, lalu lambat laun melihatnya berjalan melewati penginapan.
Orang lainnya juga tak sengaja melihat monster ini berjalan lambat seperti zombie. Mereka saat itu tengah berhenti untuk singgah di penginapan, lalu mengurungkan hal tersebut karena salah satu dari mereka telah melihat wajah yang sangat menyeramkan. Awalnya mereka pikir itu adalah manusia biasa, tetapi saat didekati ternyata orang itu sangatlah bau. Semua kejadian ini berlangsung pada malam hari, dan akhirnya mereka memberikan kesaksian secara mandiri kepada wartawan.
Jika saja mereka tak bersaksi, mungkin legenda monster ini tak akan pernah ada. Selama sebelas tahun itu juga kabar sang monster perlahan-lahan akhirnya mulai meredup.
***
Tiga bulan kemudian.
Aku sekarang telah kembali ke kota, dan telah meninggal penginapan Miko dengan rasa sedikit lega. Bagaimana tidak, aku harus memberikan kesaksian dan tuduhan yang mengarah pada kami berdua. Mereka telah menganggap diriku lah yang telah membunuh Nyonya Satomi, hanya karena sidik jariku berada di sana. Sampai saat ini kukira senjata pembunuhnya belumlah ditemukan. Mereka mengatakan jika itu adalah jenis senjata revolver.
Satu hal yang masih kusimpan sampai saat ini, yaitu surat pengakuan milik Mr Kimura. Aku menyimpannya dari polisi, dan tidak perlu kuberikan kepada mereka. Aku akan menganggap ini sebagai trofi pribadi milikku, ya, oleh-oleh dari kasus tersebut. Meskipun sebenarnya aku tidak memecahkan kasus ini sama sekali, dan hanya suatu keberuntungan berkat surat usang ini.
Seperti yang kukatakan saat itu, bahwa surat ini telah ditambahkan oleh Mr Kimura di bagian paragraf yang berbeda. Mungkin saja ini adalah surat yang belum selesai ditulis, atau bisa juga ini hanyalah sebagai pembatas buku miliknya. Entah mana yang benar, yang jelas, surat ini tak lagi dilanjutkan olehnya hingga dia tambahkan kembali untuk tujuan tertentu.
Potongan surat yang berbeda itu isinya seperti ini:
"Sampai suatu waktu aku mendengar ada kabar mengenai kematian seorang pemilik penginapan di desa terpencil. Aku mengetahui wajah korban, dan dia adalah teman lamaku. Betapa bodohnya aku yang bisa sampai lupa dengan teman lamaku sendiri, dan mengapa pula aku tidak pergi ke sana untuk menginap?! Ketika aku mendengar kabar kematiannya, aku pergi untuk memastikan keadaan di sana. Aku bertemu istrinya dan kami banyak bercerita. Dia sendiri tak percaya melihat diriku yang kembali hidup-hidup.
Ayumi sangat sedih dan syok ketika melihat kematian suaminya. Dia bercerita kalau leher suaminya itu telah dicekik oleh sesuatu yang jahat seperti monster. Dia sendiri terlambat untuk mengetahui kejadian itu, hanya sempat melihat sosok besar yang menyeramkan yang tengah menuju ke belakang penginapannya. Ayumi tidak berani untuk mengejar saat tahu suaminya sudah mati dengan leher yang terluka parah. Tenggorokan suaminya telah tercabik.
Aku sangat bersimpati mendengarnya, dan aku urungkan niatku untuk bertanya mengenai keluargaku. Akhirnya aku memutuskan untuk menginap di sana, aku melihat foto sahabatku itu bersama anak perempuannya. Dahulu, saat aku pertama kali bergabung menjadi anggota militer, dia mengirimiku sebuah surat dengan kesan agar aku kembali dengan selamat. Dia mengatakan jika dirinya telah menikah dan mempunyai seorang bayi perempuan, namun dia tak menyebutkan nama anaknya itu dan akan menungguku kembali untuk bisa memberitahukannya. Usiaku jauh lebih tua darinya dan dia merupakan juniorku.
Saat aku berkeliling untuk melihat keadaan sekitar dan juga danau, aku bertemu dengan sebuah rumah kecil yang sederhana. Aku terkejut saat melihat ada istriku yang menempati rumah itu. Aku juga sempat tak percaya ketika melihatnya, lalu aku menanyakan di mana anak laki-lakiku, tetapi dia malah menangis dan menyalahkan diriku. Dia juga berkata jika anakku telah mati, entah apa penyebabnya dia tidak bilang sama sekali. Dia terus-menerus histeris sampai aku merasa dirinya sudah gila. Akhirnya aku pergi meninggalkannya seorang diri.
Suatu malam, aku menghampirinya kembali dan dia telah membuatku syok akan pengakuannya kepadaku. Dia berkata jika anak kami telah dibunuh secara sengaja akibat menjadi beban hidup. Selama aku pergi dan diasingkan, istri dan anakku memiliki kehidupan yang tak layak, sampai Satomi mengalami depresi akibat dijauhi oleh tetangga-tetangganya. Istriku adalah seorang dukun, lalu dirinya berhenti ketika menikah denganku atas janjinya sendiri. Kemungkinan bahwa Satomi telah mencari uang dari perdukunan yang dia jalankan kembali.
Istriku tak ingin kemana-mana saat kubujuk untuk ikut ke penginapan. Hal terakhir yang membuatku syok adalah sesuatu yang mungkin saja mustahil untuk dilakukan oleh semua orang. Ya, istriku membangkitkan mayat anakku yang dia buang ke dalam danau tersebut. Di sini aku benar-benar marah dan menamparnya dengan keras. Bisa-bisanya dia melakukan kejahatan seperti itu, lalu pada akhirnya monster itu, yang juga adalah anakku, telah membunuh sahabatku sendiri. Maka kuputuskan untuk memburunya dan mengakhiri hidup anakku yang tersiksa.
Begitulah keadaannya, dan ternyata istriku juga telah kabur dari rumahnya itu. Anakku pun tak pernah muncul lagi dari dasar danau, sampai keberadaannya telah menjadi sebuah mitos tersendiri. Dan sekarang, istri temanku telah meninggal, maka aku menyiapkan waktu dan juga tenaga beserta uang yang cukup untuk membeli senjata. Aku akan menunggunya di penginapan ini sampai monster itu keluar. Aku akan menghabisinya.
KIMURA."
ini merupakan surat yang agak panjang, bagian dari paragraf yang lain juga ditulis dengan huruf yang kecil dan bertambah kecil dengan bahasa Inggris. Satu lembar bolak-balik berisi pengakuannya. Hanya satu yang belum diketahui sampai sekarang. Mengenai senjata revolver yang digunakan untuk menembak Nyonya Satomi. Siapa pelakunya dan kemana senjata itu hilang, masih belum ada kabar sampai sekarang.
Tapi, apakah itu berarti Mr Kimura mengetahui jika istrinya telah kembali ke rumah lamanya itu? Dan sengaja untuk tidak muncul atau mengusik keberadaannya agar istrinya tidak kabur kembali. Jika istrinya adalah seorang dukun dan bisa membangkitkan mayat anaknya, maka sihir itu akan berhenti jika istrinya tak berada di sana, dan monster itu akan berada di dasar danau untuk selamanya.
Tapi mengapa harus danau itu?! Istrinya pasti juga tahu kalau penginapan tersebut milik sahabatnya, kan? Atau jangan-jangan dia malah tak mengetahui apapun? Lalu tanpa sengaja Nyonya Satomi bertempat tinggal di sana karena tempat itu memiliki sebuah danau. Tempat dirinya membuang mayat anaknya sendiri.
Aku tidak tahu, dan memutuskan untuk tidak ambil pusing akan hal tersebut. Masalah ini telah terjadi akibat ketidak sengajaan, sebagaimana aku mengetahui kebenarannya secara tidak sengaja pula. Ya, Mr Kimura bertemu istrinya secara tidak sengaja dan anaknya membunuh temannya kemungkinan juga karena tidak sengaja.
Kertas ini akan kusimpan, dan kasus ini ku anggap telah selesai.
***
Miko tengah berada di penginapannya seperti biasa. Semenjak kasus itu telah terjadi, dan monster itu telah dibunuh, maka pengunjung mulai berdatangan untuk sekedar memancing. Danau itu memiliki panjang seratus meter, dengan kedalaman mencapai sebelas meter. Cukup dalam.
Miko membongkar toilet duduknya yang berada di kamarnya sendiri. Di sana terdapat sebuah senjata rakitan yang telah dibongkar, lalu Miko memungut semuanya. Tak ada yang tahu jika senjata itu lah yang digunakan untuk membunuh Nyonya Satomi pada malam kejadian tersebut.
Pada saat itu Miko berlari saat suara letusan itu telah berhenti berbunyi. Dirinya melihat tubuh monster dan tubuh Mr Kimura yang tergeletak tak bernyawa, lalu dirinya dengan cepat kembali ke kamar untuk mengambil senjata dan juga berganti pakaian. Dia mengendap-endap menuju kamar Takeshi untuk memeriksa keadaan tamunya itu. Takeshi masih tertidur.
Miko bergerak cepat mengarah ke rumah Nyonya Satomi. Di sana dirinya langsung mendobrak masuk dalam keadaan ruangan yang gelap. Wanita tua itu tidak sadar jika orang lainlah yang hadir di sana untuk membunuhnya, dia berpikir jika anaknya lah yang hadir seperti biasa untuk memakan ikan-ikan yang dirinya telah kumpulkan. Napas Miko memburu saat itu, dia meraba-raba dalam gelap dan masuk ke kamar wanita itu. Satomi merasakan sesuatu yang lain yang bergerak masuk, dirinya mendesis untuk memberikan tanda kepada tamunya. Di saat itu juga Miko meleoaskan tembakan pertama dan mengenai bahu kirinya.
Lalu disusul dengan tembakan kedua saat wanita tua itu menjerit nyaring kesakitan. Miko menembak dengan asal saat terasa ada sebuah tangan yang menerjang ke arah dirinya. Jantung wanita itu tertembak dari dekat.
Tak ada lagi suara, hening dalam ruangan itu. Miko kembali dan mengangkat toilet yang telah dirinya persiapkan agar bisa dibongkar untuk menyimpan senjatanya. Pagi hari semuanya berlalu seperti yang telah terjadi di atas.
Miko tetap bebas tanpa sedikitpun dicurigai atas tindakannya.
Selesai....