Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Misteri
Misteri Hilangnya Penjaga Perpustakaan
0
Suka
32
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Saat itu Tuan Zitten tengah mengurusi kasus, sehingga membuat ia agak sibuk. Seorang kenalan lama, Tuan Tinnemans, datang ke kantornya yang berada di jalan Boulevard Oranje №21.

Tuan Zitten yang sedang duduk termenung itu pun tampak cerah ketika kedatangan kenalan lamanya ke kantornya.

“Wah, ada apa subuh-subuh begini datang ke kantor, tuan Tinnemans?”

Sebaliknya, temannya bermuka murung dan masam.

“Oh, tuan Zitten, dapatkah kamu membantuku menguak sesosok?” katanya dengan nada hampir terputus.

“Tenang dulu, kawan,” balas Tuan Zitten. “Duduk kalau perlu,” pria di hadapannya duduk. Dan diberi segelas air untuk diminum. Ketika setelah meminum air itu, tuan Zitten bertanya lagi, “Bagaimana?”

Pria di depannya mendesah, menguatkan diri. “Begini tuan, sejak kemarin, aku was-was ketika sedang berada di ruang kerjaku yang berada di sekolah swasta itu. Kau ingatlah pasti, aku kepala sekolah, dan sudah menjadi tanggungjawabku mengurusi segala hal yang berurusan dengan sekolah.”

Tuan Zitten mengangguk.

“Belum lama ini, aku menerima seorang karyawan baru. Ia cakap namun agak lamban dalam bekerja. Ia kutaruh di bagian penjaga perpustakaan.”

“Lalu?” potong tuan Zitten. “Apa hubungannya khawatiran Anda, sekolah swasta, dan karyawan baru penjaga perpustakaan?”

Pria itu menelan ludahnya, dan berusaha menenangkan diri.

“Begini, sekolah saat itu sedang membutuhkan seorang guru baru, kemudian datanglah seorang pria, tinggi, agak kurus, dan bicaranya agak pelan, melamar ke sekolah kami. 

“Ketika diuji coba, ia gagal masuk ke dalam kriteria kami. Seperti yang kau tahu, menjadi guru itu harus bisa bicara dengan keras, dan suara pria itu sangat lembut dan pelan. 

“Namun, tak sampai di situ. Ia pandai dan menyukai buku. Ketika ia menerangkan diri di hadapanku dengan yakin bahwa ia menyukai dunia baca-membaca, membuatku berpikir: kenapa tidak kutaruh ia sebagai penjaga perpustakaan?

“Barulah, di hari setelah wawancara pertama terjadi, pagi harinyanya esok hari, aku memanggilnya kembali untuk diwawancarai sebagai penjaga perpustakaan. Dan ia dengan semangat menerima tawaran yang kuberikan tersebut.

“Tapi, masalah baru muncul ketika ia mulai bekerja di sekolah. Baru tiga hari bekerja, ia tak datang lagi ke sekolah. Memberi kabar pun tidak. Sementara sekolah dalam waktu singkat ini akan menggelar acara mengenai literasi dan pria itu cocok untuk menanganinya.

“Bagaimana tuan, apakah Anda bisa membantu aku mengatasi masalah kecil ini?”

Tiba-tiba tuan Zitten menengahi. “Oh! Kau salah menilai tuan. Tak ada kasus yang kecil. Semua kasus pastilah penting dan pantas untuk diatasi.”

“Baiklah tuan,” kata tuan Zitten. “Kasusmu ini akan kuatasi segera. Namun, sebelum itu maukah menerima sigaret ini sebagai ucapan selamat datang?” mereka menikmati sebatang sigaret mereka sampai siang hari.

Besoknya, ketika tuan Zitten selesai mengurusi kasusnya yang lebih dulu, ia mengunjungi sekolah yang dimaksud itu. Ia banyak menanyai sekolah itu kepada penjaga sekolah di depan gerbang. 

Ia mendapat informasi bahwa sekolah yang ia datangi ini cukup bergengsi. Sekolahannya luas, ada kolam renang di bagian belakang gedung. Tiga tingkat, tiap gedung. Bentuknya huruf L.

Apa yang diincar pelaku dari sekolah ini? pikir tuan Zitten.

Siang harinya ia pulang. Di kantor, sampai malam ia habiskan waktu untuk menulis artikel terbarunya. Sebuah artikel ilmiah berisi ulasan buku karya fiksi yang ia baca.

Pagi harinya ia meminta induk semangnya untuk mengirim telegram kepada seorang pria bernama tuan Marple.

Tak membutuhkan waktu lama, sore harinya pria itu datang menghadap tuan Zitten.

“Kenapa aku diminta datang ke tempat ini, tuan?” katanya. “Siapa Anda dan ada urusan apa denganku?”

Tuan Zitten tidak langsung duduk. Ia menjamu tamunya dengan hormat seperti layaknya seorang raja. “Maafkan saya apabila merepotkan Anda tuan,” belanya. “Tapi saya ingin menanyakan sesuatu kepada Anda.”

“Dan apa itu?” Tuan Zitten menimbang bahwa pria ini agak tempramen dan meluap-luap. Maka ia pun langsung mengarah ke inti topik.

“Apa Anda kenal tuan Saget, si penjaga perpustakaan?” 

Ia berpikir sejenak. “Oh, dia,” ucapnya ketika sadar. “Tidak terlalu.”

“Bisakah Anda jabarkan dia menurut pandanganmu.”

“Dia orangnya cukup tertutup dan pendiam. Waktu hari pertama bekerja saja, ia tak berbicara pada siapapun dan hanya mengunci diri di dalam perpustakaan tempatnya bekerja. 

“Saat itu aku jengkel juga terhadap karyawan baru itu. Aku mencoba beberapa pendekatan padanya agar mencairkan suasana, sebaliknya ia malah tampak tak tertarik.”

“Dan soal barang yang hilang itu, apakah tepat tuan Saget bekerja di sekolah?”

“Ah, ya, barang yang hilang,” kata tuan Saget. “Barang itu milik siswa, tak begitu bernilai. Hanya sebuah buku dan sampai detik ini sudah tak dipedulikan lagi.”

“Bagaimana dengan sang siswa yang kehilangan? Apakah sampai saat ini tak mempunyai pengganti?”

“Tentu, tuan, orang tuanya membeli buku baru lagi menggantikan buku yang hilang itu. Tapi tetap si siswa merasa kehilangan sebab itu adalah catatannya dari semester satu.”

“Hm… menarik sekali,” kata tuan Zitten.

“Apanya yang menarik, tuan?” tanya tuan Marple heran.

Tuan Zitten pun menyudahi pertemuan ini dan kembali dipanggil induk semangnya untuk mengantar tuan Marple ke pintu keluar.

Malam harinya, ia berpikir keras mengenai tujuan dan motif tuan Saget sampai-sampai ia tak mau datang lagi ke sekolah.

Ia duduk di tempat duduknya sampai subuh hari. Melamun terhadap tersangka yang membuat pikiran menjadi rumit.

Paginya, ia panggil lagi tuan Tinnemans. Siang harinya, tuan Tinnemans bersama sang istri datang berkunjung.

“Madam Juliete,” tuan Zitten mempersilakan tempat duduk di hadapannya. 

“Jadi, bagaimana tuan, sudah ada perkembangan?” tanya tuan Tinnemans.

“Saya sudah menyimpulkan beberapa jawaban. Tak lain ini hanya kasus yang melibatkan saling ketidakpahaman.”

“Oh, begitu,” kata temannya.

“Lebih jelas, ini salah komunikasi di antara kalian. Si pelaku yang kita cari, mungkin sudah tidak tertarik menerima pekerjaan lagi di sekolah Anda.”

“Loh, kenapa? Apakah aku kurang pantas memberinya upah?”

“Kurasa, motif si pelaku bukan karena uang. Informasi yang kudapat, ia orangnya cukup tertutup. Dan soal barang yang hilang itu tak ada sangkut pautnya dengan si pelaku. Si pelaku justru menghindari masalah itu hanya karena ia orangnya kurang percaya diri.”

“Ya, soal barang yang hilang itu, tak ada masalah dari itu,” kata tuan Tinnemans. “Tapi, aku sangat membutuhkan dirinya.”

“Kalau kau memang belum puas dengan dugaanku ini, mari kita laksanakan tindakan yang lebih mendalam lagi, bagaimana?” 

Ia berpikir sejenak. “Baiklah,” ucapnya. “Aku membutuhkan dirinya.”

“Baiklah, besok pukul 7 malam, kau datang ke sini. Saya pertemukan engkau dengan si pelaku.”

Besok pagi hari, Tuan Zitten sudah disibuki dengan kepergiannya ke suatu tempat yang agak jauh. Ia bersama tuan Marple menunggangi kereta api menuju tempat yang berada di Buitenzorg.

Menuju siang, si tuan Marple menunjukan alamat rumah yang dituju. Sampai di sana, tak lain si pelaku ada di rumah tersebut.

“Tuan Saget! Apakah itu engkau?”

Pria kurus dan terlihat kikuk itu terkejut, seperti tertangkap basah.

Malam harinya, semuanya berkumpul. Tuan Saget berada di tengah para hadirin yang hadir. Tuan Zitten, tuan Marple, Tuan Tinnemans, dan istrinya memandang dengan canggung pria yang ada di hadapannya sekarang.

“Jadi, tuan Saget, apakah sudah siap memberi keterangan di sini?” kata tuan Zitten.

Pria kurus itu tak langsung mengucapkan kata salam kenalnya. “Tuan-tuan,” katanya. “Seperti yang sudah diucapkan oleh pria berbaju jas ini. Bahwa aku diminta untuk menerangkan sesuatu kepada tuan Tinnemans.

“Jujur, aku tak bermaksud membuat kegaduhan ini, atau membuat repot pria yang dengan penuh hormat ini sampai-sampai menghampiriku ke kediamanku di Buitenzorg.

“Tuan Tinnemans, aku mau mengucapkan permohonan maaf ini. Maaf bila tiba-tiba aku menghilang selama tiga hari tanpa kabar.”

Tuan Tinnemans hanya menganggukkan kepalanya.

“Dan, jujur, aku lebih memilih untuk tidak melanjutkan pekerjaan yang tuan berikan kepadaku.”

“Kenapa?” tanya tuan Tinnemans. “Kau meminta gaji untuk dinaikan?”

“Tidak, aku tak perlu gaji dinaikan, tuan.” kata tuan Saget. “Aku hanya merasa tidak pantas bekerja di tempat tuan, dan berniat pergi begitu saja karena takut terkena marahan oleh tuan.”

Jelas tuan Tinnemans sedikit membara api amarahnya. Tuan Zitten melerai ketegangan di antaranya.

“Jelas sekali ini kesalahan pahaman tuan,” kata tuan Zitten. “Tuan Saget ini, adalah orang yang cukup labil dan kurang merasa percaya diri. Itu jelas telah disebutkan oleh Anda, tuan Tinnemans, di awal pertemuan kita beberapa hari yang lalu.

“Ia memiliki suara pelan, tertutup, dan sulit bergaul dengan keadaan sekitar. Kemungkinannya ada dua; satu dia pemalu, atau dua dia sengaja berbuat begitu untuk menutup-nutupi sesuatu. 

“Tapi dalam kasus ini jelas, tuan Saget orangnya pemalu. Karena ia adalah anak tunggal yang masih tinggal bersama ibunya.

“Informasi mengenai tempat tinggal kudapati dari tuan Marple, yang menjadi orang satu-satunya yang pernah berinteraksi dengan tuan Saget.

“Untunglah ada tuan Marple. Kalau tidak ada, saya yakin misteri ini tak pernah selesaikan.”[*]

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Misteri
Cerpen
Misteri Hilangnya Penjaga Perpustakaan
Donny Setiawan
Flash
Sampah
Arzen Rui
Flash
Kurenggut Hidupnya
Via S Kim
Cerpen
Bronze
Siaran Terakhir
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
ABANG-ABANG LAMBE
Heru Patria
Flash
Menuju Pergantian Tahun Baru
Diyanti Rita
Novel
Syarat dari Surat
Yuda Juanda
Cerpen
Bronze
Sihir Si Tunasihir
hyu
Flash
MERAJUT
Alviona Himayatunisa
Cerpen
Rahasia Werdhana
alifa ayunindya maritza
Flash
Endemi dari Peri
MosaicRile
Cerpen
Temani Aku Malam Ini
adinda pratiwi
Flash
Bronze
Gayatri
Hanifa Rahma
Skrip Film
TOXIC
Cloverbean
Skrip Film
Senja Berkabut Merah
zainal nuzuli
Rekomendasi
Cerpen
Misteri Hilangnya Penjaga Perpustakaan
Donny Setiawan
Novel
Marisa
Donny Setiawan
Flash
Delana
Donny Setiawan
Cerpen
Bronze
Rendra dan Tulisannya
Donny Setiawan
Novel
Homeland: The Legend Was Back Again
Donny Setiawan
Flash
Chandramaya
Donny Setiawan
Flash
Stasiun
Donny Setiawan
Flash
Bintang
Donny Setiawan
Flash
Balasan Pesan
Donny Setiawan
Cerpen
Misteri Hantu Rumah Kosong
Donny Setiawan
Flash
Gasan Rahmi
Donny Setiawan
Flash
Adera Lina
Donny Setiawan
Novel
Kehormatan
Donny Setiawan
Novel
Orang-Orang Kotabuku
Donny Setiawan
Cerpen
Korban Sang Arquebus Jawa
Donny Setiawan