Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Tinggal beberapa menit lagi menjelang tengah malam. Kipas raksasa dalam saluran udara di sebelah barat akan mati selama dua menit penuh. Itu merupakan waktu yang cukup bagi mereka untuk melewati saluran tanpa terlempar embusan angin ataupun tercacah kipas tersebut.
Sayang, Edith tidak mungkin pergi begitu saja. Ia masih harus menanti Chad yang sampai detik ini belum muncul juga. Malam ini, mereka harus pindah ke tempat yang lebih aman.
Terdengar bunyi gemeresik tak jauh dari tempat Edith bersembunyi di sudut gelap Zona A1. Gadis itu menajamkan penglihatan, kemudian mengembuskan napas lega. "Syukurlah," gumamnya ketika melihat Chad melesat ke arahnya.
"Maaf," bisik Chad dengan suara parau. "Kapsul pelacaknya tersangkut di hidungku ketika kukeluarkan. Nyaris saja aku kehilangan hidung."
Edith ternganga mendengarnya. Kapsul pelacak? Ia tahu tentang benda itu, tapi tidak menyangka bahwa mereka berani memasangnya pada manusia. Mereka benar-benar tidak ingin kehilangan tawanan rupanya.
"Hei, kenapa diam saja? Kita pergi sekarang?" Chad menyenggol lengan Edith dengan sikunya.
"Ha? Oh, tidak. Tunggu tiga menit lagi," jawab Edith tergagap.
Chad berjongkok di sebelahnya. "Baiklah," ujarnya seraya mengamati sekeliling. "Kau barusan melamun?"
Siluet Chad tampak sempurna dalam kegelapan. Edith terdiam sejenak mengaguminya, lalu mendadak tawanya tersembur. Dengan terburu, ia meredam suaranya.
"Apa?" tanya Chad.
"Kau. Tanpa hidung? Aku yakin, kau bakal mirip tokoh penyihir jaman dulu," tawanya.
"Astaga, Edith!" Chad menggelengkan kepala. Edith seringkali menyemburkan kalimat random yang sebetulnya cukup menghibur, kadang-kadang. Chad merasa bahwa Edith menyimpan sekumpulan info acak-acakan dalam benaknya yang ia semburkan pada situasi tak lazim.
Beberapa saat kemudian, Chad tampak siaga. Hawa di sekitar mereka memang mulai berubah. "Siap-siap...."
Edith meluruskan punggung. Lalu, dengan aba-aba dari Chad, mereka berlari memasuki saluran udara yang membatasi Distrik Frelse dengan Null, suatu daerah kosong tak berpemilik.
Semua berjalan lancar, sebelum Edith menyaksikan Chad tersungkur di sebelahnya, tepat selelah melewati kipas raksasa itu.
"Chad!" Edith berteriak. Dengan panik, dirangkulnya tubuh Chad yang terkulai lemas, lalu ia menyeretnya sambil berlari menembus malam.
***
"Di mana ini?" Chad berusaha bangun dan mengumpat ketika dahinya terbentur tutup peti transparan tempatnya berbaring. Timer di sisi kirinya berkedip, menunjukkan hitungan mundur di angka 59.
"Diamlah sebentar, Chad. Kurang dari semenit lagi, kau akan pulih sempurna." Terdengar suara Edith dari pengeras suara.
Chad memejamkan mata. Pusing. Berarti mereka berhasil mencapai laboratorium bawah tanah milik para pejuang. Entah bagaimana Edith membawanya dalam kondisi pingsan.
Bunyi "bip" pelan membuyarkan lamunan Chad. Pintu peti terbuka, lalu Chad memanjat keluar. Dengan terkejut, Chad menyadari bahwa kemejanya basah berlumur darah.
"Telat beberapa detik saja, tamat riwayatmu," keluh Edith. Ia melangkah masuk diikuti seorang pria berjubah putih lusuh.
"Apa yang terjadi?" tanya Chad.
"Kau tertembak di kepala. Untung aku berhasil menyeretmu ke sini. Dan syukurlah, mereka punya kapsul restorasi yang masih berfungsi," jelas Edith.
Pria itu ikut mendekat dan memeriksa pelipis Chad. "Sembuh sempurna," lapornya. "Hanya sedikit pitak."
Chad menggerutu, "kenapa mesin itu tidak sekalian merestorasi rambutku?"
"Yah, setidaknya peristiwa ini membuat kami yakin bahwa kau manusia sungguhan, bukan humanoid," potong pria itu tak sabar. "Pergilah, Edith akan mengantarmu ke bangsal. Kau bisa beristirahat dan membersihkan diri di sana."
***
Sudah lebih dari seratus tahun berlalu sejak para humanoid menguasai permukaan bumi. Entah kapan tepatnya, tidak ada yang benar-benar memahaminya. Pada suatu titik di masa lampau, manusia mulai bergantung pada mesin dan kecerdasan buatan.
Mesin-mesin cerdas ini kemudian perlahan berubah wujud menjadi lebih menyerupai manusia. Mereka sempurna dalam tingkah laku, tutur kata, serta kecerdasan. Mereka itulah yang disebut dengan humanoid--menyerupai manusia.
Perlahan, tanpa sadari, peran manusia mulai bergeser. Manusia tidak dapat hidup tanpa kemudahan-kemudahan yang ditawarkan humanoid. Untuk sekadar menulis dan berpikir saja, manusia mulai mengalami kesulitan. Pendeknya, para humanoid ini telah menggantikan pekerjaan manusia di berbagai sektor.
Hingga pada akhirnya tingkat kecerdasan manusia mulai turun secara drastis, kecuali beberapa gelintir orang saja. Itulah saatnya para humanoid mengambil alih segala aspek kehidupan manusia. Pelayan berganti peran menjadi majikan, sementara majikan beralih menjadi pelayan.
Bagaimanapun, para humanoid itu pada dasarnya adalah mesin buatan manusia. Mereka masih membutuhkan manusia dengan kemampuan otak yang luar biasa untuk menyempurnakan mereka.
Itulah sebabnya, mereka menawan setiap individu dengan tingkat kecerdasan istimewa, seperti Chad, di salah satu sudut Distrik Frelse. Mereka memasangkan pelacak serta melumpuhkan kemampuan individu-individu tersebut untuk dimanfaatkan di kemudian hari, sekaligus untuk mencegah individu istimewa ini bergabung dengan kaum pejuang.
***
Chad dan Edith tiba di sebuah ruangan luas dengan beberapa deret meja dan bangku lusuh. Ruangan itu tampak tua dan suram, tapi bersih. Chad yang sensitif terhadap polutan masih dapat bernapas lega di ruangan itu.
"Ini ruang makan," terang Edith. "Saat ini sepi karena sudah bukan jam makan, tapi aku sudah menyimpankan jatahmu. Makanlah nanti, di kamar," lanjut Edith seraya mengangsurkan sebuah kotak logam berisi makanan dan botol kecil berisi air.
"Baiklah." Chad menurut.
Edith membawanya ke sebuah koridor dengan deretan pintu di kanan dan kiri, lalu membuka salah satunya. "Kamarmu," ucapnya dengan suara pelan. Istirahatlah setelah makan. Tempatku di sayap lain bangunan ini."
Chad menoleh dan menatap Edith dengan gelisah. "Hei, Edith?" panggilnya.
"Ya?"
"Sebetulnya, kenapa kita dikumpulkan di sini?"
Hening sesaat sebelum terdengar jawaban Edith. "Kurasa, pertama-tama, adalah untuk kemanusiaan. Mereka, para ilmuwan itu, berusaha memisahkan manusia dan humanoid. Pada akhirnya, tujuan utamanya adalah mengembalikan kehidupan manusia yang... bebas dari humanoid," jelasnya dengan suara pelan.
"Ada yang kau sembunyikan," desak Chad. "Apa lagi, Edith?"
Edith terlihat gelisah. Ia memainkan jemarinya, berusaha memikirkan jawaban yang tepat.
"Itu... Dr. Muller, pria yang kau lihat tadi, bilang... Yah, saat kau di dalam kapsul." Edith menggigit bibir dengan gelisah.
"Edith, cepatlah. Kau membuatku makin cemas," gerutu Chad.
"Yah, ada satu lagi. Kau tahu, kan, jumlah manusia menipis? Jadi mereka, di distrik ini, ingin memperbanyak jumlah manusia," ucap Edith cepat.
Hampir saja Chad menjatuhkan kotak makanannya. "Kau-- maksudmu, bukan...?"
"Breeding, kau tahu." Edith mengangkat bahu sambil melontarkan senyum ganjil. "Ah, sudahlah. Sampai besok!" ucapnya seraya berlari menjauh.
"Breeding?" ulang Chad tak percaya. Telinganya memerah seketika.
***
Hari demi hari berlalu. Sesuai dengan kemampuannya, Chad membantu Dr. Muller di Zona IT. Tugasnya adalah menyempurnakan program untuk meretas sistem Distrik Frelse dan menghancurkan support system humanoid. Selama itu pula, Chad tidak pernah bertemu Edith.
Pada sekitar akhir tahun, program tersebut nyaris sempurna. Hanya membutuhkan sedikit penyelesaian akhir, lalu mereka dapat mulai menjalankan rencana fase pertama.
Chad sedang melamun memikirkan cara terbaik menyempurnakan pekerjaannya ketika Edith datang.
"Hai," sapa Edith. Kegelisahan tetap mewarnai raut wajahnya seperti terakhir kali mereka bertemu.
"Edith," balas Chad perlahan. "Apa kabar?" Sudah lama sekali mereka tidak berjumpa. Terkadang Chad merindukan celetukan Edith yang seringkali membuatnya tertawa. Chad butuh sedikit humor untuk menjaganya tetap waras.
Gadis itu membuang muka, menatap langit-langit laboratorium dan berkata, "tidak baik."
"Oh?"
"Dr. Muller ingin kita menyusup kembali ke Distrik Frelse, lalu mengaplikasikan virus yang kaubuat itu secara langsung ke komputer induk," jelasnya.
Seringai Chad terbit. Dia tidak menyukai pria itu. Ada sesuatu yang salah dengannya, tapi dia tidak tahu apa. "Dr. Muller begini, Dr. Muller begitu. Heh. Lama-lama aku jadi budaknya," ejek Chad. "Kurasa bukan hanya itu?"
Edith diam saja, jemarinya kini mencengkeram jaket yang dikenakannya. "Bukan hanya itu. Setelah misi selesai, dia memintaku pindah ke... ruanganmu," ucapnya cepat-cepat.
Chad mendengkus gusar. Entah apa mau ilmuwan itu. "Astaga, cukup sudah. Kita selesaikan saja segera!"
Dengan langkah panjang dan cepat, Chad kembali ke kamarnya. Seluruh tingkah Dr. Muller membuatnya curiga. Ya, memang benar mereka membuat virus untuk meretas support system para humanoid, sehingga para manusia dapat terbebas dari mereka. Namun, siapa yang menjamin mereka terbebas dari kungkungan Dr. Muller? Sungguh licik.
***
Kacau! Sungguh berantakan rencana mereka itu. Memang betul Chad dan Edith berhasil menyusup dan menghancurkan support system humanoid, tapi mereka tidak mengira bahwa efeknya juga akan menghancurkan manusia yang tinggal di distrik tersebut.
Para manusia yang tinggal di distrik tersebut kalang kabut. Mereka tidak siap menerima akibat dari kehancuran humanoid dan support system-nya. Mereka yang terbiasa hidup nyaman dan bergantung pada sistem yang sudah mapan menjadi panik. Timbul kekacauan luar biasa di kota.
"Astaga," gumam Chad tak percaya. "Astaga."
Edith menarik tangan Chad dan membawanya menjauh. "Sudah, biarkan saja. Tugas kita sudah selesai. Waktunya seleksi alam. Setelahnya, harmoni kehidupan manusia akan kembali," ucapnya dingin.
"Astaga!" Chad masih meracau. "Edith, apa yang sudah kita lakukan? Kita harus menolong...."
Ucapan Chad terputus. Terdengar bunyi "pop" pelan. Dengan tatapan horor, Chad menyaksikan Edith terhuyung jatuh di depannya, sementara kaki Edith masih berdiri kokoh di atas tanah.
Dari tubuh yang terpisah itu tidak terlihat bukti kehidupan manusia. Tubuh itu kini hanyalah kumpulan kabel gosong dan papan sirkuit berasap yang berserakan, disusul dengan terdengarnya suara robotik patah-patah.
"Mission. Accomplished."
-Tamat-
Tangsel, 31 Agustus 2024