Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
“Karena data bukan hanya angka. Ia adalah kesaksian. Dan kesaksian tak pernah bisa sepenuhnya dipalsukan.”
Di sebuah negeri bernama Konoha, dahulu tempat bersemayam kedamaian dan keadilan yang lembut, angin membawa harapan seperti bisikan daun yang menari di pepohonan. Konoha, atau Konohagakure “Desa Daun Tersembunyi”, sebuah ruang imajinatif dalam semesta Naruto, karya Masashi Kishimoto, bukan sekadar nama dalam dunia fiksi, tapi simbol kehidupan yang sarat akan cerita, luka, dan perjuangan. Di balik tiap helai daun yang bergoyang pelan, tersimpan rahasia yang tak terucap, sejarah yang tak pernah tuntas diceritakan.
Di dunia nyata, ada seseorang yang menyimpan sangat rahasia tak kasat mata yang sama dalam hidupnya. Namanya Darma. Ia bukan tokoh herik, yang menghunus pedang atau mengeluarkan api sihir, melainkan penjaga di balik layar digital sebuah negeri. Di balik layar-layar biru yang berkedip terus-menerus, Darma membaca denyut nadi masyarakat dalam bentuk angka dan data melacak kemiskinan, pertumbuhan, dan penderitaan yang tersamar di balik statistik.
Ia dikenal sebagai arsitek digital Asia Tenggara tepatnya Indonesia, wajah harapan bagi negara yang berjuang menata kekayaan data masa depan. Ia bahkan pernah dipuji di sidang PBB, dielu-elukan sebagai simbol kemajuan teknologi yang memiliki kemampuan melampaui yang lainnya. Namun seperti dalam semua kisah tragedi yang berliku, semuanya berubah ketika rasa cemas hinggap, apalagi menyangkut perut yang harus terisi setiap hari.
---
Cuaca yang panas. Teriknya matahari seperti menambah tekanan yang membekap ruang kerjanya, untungnya terselamatkan oleh AC yang berhembus melawan pengap. Kabar buruk berhembus dengan cepat: sistem keamanan pusat data nasional diretas. Data puluhan juta penduduk bocor. Dari nomor identitas hingga rekam medis, semua tersebar bebas di pasar gelap dunia maya. Negara gempar. Para pejabat langsung menuding Darma, si penjaga data, telah melakukan kesalahan fatal. Audit besar-besaran dimulai. Penyidik seolah mengendus setiap jejak digital yang tersisa, memeriksa waktu akses, log aktivitas, dan menemukan sesuatu yang aneh, timestamp yang tak sinkron, log yang hilang, dan kemungkinan celah dari dalam. Tiba-tiba, Darma dijadikan tersangka.
Rasa panik menyusup di tulang. Ia yakin tidak bersalah. Sistem yang ia buat sudah dibajak jauh sebelum ia sadari. Tapi dunia tak peduli, sejuta alibi tak goyah melawan birokrasi yang menggerogoti nama baiknya. Dalam kegamangan, Darma mengambil keputusan yang menghancurkan setia yang selama ini dijaga untuk mempertahankan karirnya sendiri, ia memanipulasi data audit. Ia mengedit log digital, menukar alamat IP, dan memasukkan satu kesalahan kecil ke nama Benu, staf muda yang tak berdosa. Benu, yang baru lulus, dan baru saja bergabung, pendiam tapi pekerja keras. Dijadikanlah anak muda itu kambing hitam, demi meraih simpati ketidakbersalahannya, posisinya juga masa depannya.
Berita tersebar. Dunia percaya. Benu dipecat, tetapi tidak memenjarakannya, karena dianggap kesalahan yang tidak disengaja. Sementara Darma bertahan, tetapi dengan beban besar yang diam-diam menggelayuti kehidupannya.
Tiga bulan berlalu dalam keheningan yang mencekam. Publik mulai melupakan, media mulai diam. Tapi data, seperti hantu yang tak pernah pergi, masih berbisik dalam sudut-sudut gelap server lama. Di sebuah kantor kecil di Jakarta, Diah seorang yang pernah menjadi pelita Benu, mantan pacar Benu, mendengar keluh kesah karir Benu yang porak poranda, akibat tuduhan Darma. Kini jurnalis magang dengan keberanian yang luar biasa, menyelidiki kebenaran.
Malam-malam panjang ia habiskan menelusuri file cadangan server, mencari jejak yang ditinggalkan oleh tangan yang tak bertanggung jawab. Di sana ia temukan metadata tak sinkron, timestamp palsu, dan perintah penghapusan manual terlacak. Namun yang paling mengejutkan, nama Darma muncul sebagai “admin override” yang memanipulasi data. Diah tahu ia sedang memegang kunci kebohongan besar, yang sebentar lagi akan terkuak
Dengan tekad baja, Diah tidak menulis artikel biasa. Ia menulis laporan pidana. Dengan keteguhan hati yang terus menggedor semangatnya, ia menantang sistem yang palsu, membawa kisah itu ke hadapan publik. Kabar itu meledak seperti bom. Negeri kembali terbelah dua: sebagian mempertahankan Darma, pahlawan digital mereka, sementara sebagian lain merasa dikhianati oleh sosok yang mereka anggap suci. Pertemuan-pertemuan bergulir, dukungan makin pesat. Diah semakin diatas angin. Digital memang kejam, dalam sekejap seseorang mampu menjadi sosok heroik, namun sebaliknya, banyak orang yang memiliki hati busuk, ada pula yang baik. Tapi keduanya menguntungkan Diah. Meski tak punya banyak uang untuk membayar pengacara, ia mendapat tawaran yang Cuma-Cuma.
Di ruang sidang yang penuh ketegangan, Darma berdiri. Baju oranye tahanan tak mampu menyembunyikan kesedihan dan penyesalan yang dalam. Tatapannya kosong, penuh kelelahan. Ia bukan lagi arsitek digital, tapi manusia yang terjerembab oleh hasratnya sendiri.
Hakim dengan suara tegas bertanya, “Saudara Darma, mengapa Anda melakukannya?”
Darma menghela napas panjang, menatap ke langit-langit sejenak, sebelum menjawab pelan, “Karena saya takut. Saya pikir saya satu-satunya yang bisa menyelamatkan sistem ini. Tapi saya lupa… sistem bukanlah yang terpenting. Yang harus diselamatkan adalah manusia yang hidup di dalamnya.”
---
Di luar gedung, hujan turun tanpa henti, membasahi jalanan dan membasahi pipi Diah. Air mata dan hujan bercampur, membasuh luka lama. Ia tak menangis karena Benu yang kini kehilangan masa depannya, melainkan karena kebenaran mengungkapkannya, meski bisa disembunyikan, tak pernah bisa benar-benar hilang. Darma, yang dulu memegang seluruh data negeri, kini hanya memiliki satu baris jejak yang ditinggalkan, mantan pejabat yang memalsukan kebenaran demi melindungi dirinya sendiri. Namun, ia masih ingat kata-kata yang selalu ia ucapkan pada anaknya dulu:
“Dunia tidak bisa dipahami hanya dengan angka. Dunia juga butuh hati.”
---
Kini, dari balik jeruji besi yang dingin, ia harus mengucapkan itu lagi. Meski bukan sepenuhnya salahnya, pelaku peretasan masih terus dikejar aparat. Mereka menyusuri lorong-lorong gelap, mengendus setiap celah, hingga Meta Mata sistem pengawas terbesar menyita seluruh amarah dan rahasia yang tersembunyi di balik angkara. Darma belajar bahwa kebenaran tak mudah ditemukan. Tapi kejujuran dan keteguhan hati adalah benteng paling kuat menghadapi badai kebohongan. Walau jalan penuh liku, integritas adalah harta yang tak boleh dijual demi sepotong kenyamanan semu.
Dari balik jeruji itu, ia menguatkan tekadnya. Meski jatuh, ia ingin suatu saat nanti menuntun cahaya kebenaran agar tak pernah padam di negeri yang tengah berjuang menemukan dirinya kembali. Ia akan bersujud meminta ampunan Tuhan. Tetapi, Tuhan tak butuh ampunan itu tanpa Benu merelakannya. Meskipun peretasan itu bukan kesalahan Darma, dan polisi telah memburu tersangka hingga ke lorong-lorong maya. Anonymous akan menjadi gelarnya setelah berhasil melewati karma kehidupan. Meskipun demikian, ia tidak akan alergi bekerja di balik jangkauan data yang luas, dengan kesadaran bahwa jejak digital mudah dilacak dan disalahgunakan ancaman seperti pencurian identitas, peretasan akun, hingga eksploitasi data kini mengintai zaman ini, hingga abad berikutnya.