Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Slice of Life
Merah
1
Suka
16
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

"Banu, di panggil lu sama Pak Mardi ke ruang guru!" teriak Igo yang baru masuk kelas.

Banu baru saja mau menaruh kepalanya di atas bantal tangannya, mau merem sebentar sebelum wali kelas mereka masuk kelas.

Eh, tahunya Mardi yang menjadi wali kelas dan juga guru pertama di jam pelajaran pertama hari ini, malah memanggilnya ke ruang guru.

Banu bangkit berdiri dan melihat Igo berjalan menuju bangkunya, seperti biasa anak itu selalu menjadi orang terakhir yang masuk kelas. Kebiasaan nongkrong dulu di luar gedung sekolah dan menjelang detik bel masuk berbunyi baru masuk.

Semua siswa di kelas XI 7 alias teman sekelas Banu, tak ada satupun yang tak bersuara. Mumpung guru belum datang.

Suara semakin ramai ketika mereka mendengar Banu dipanggil ke ruang guru, alamat kelas bakal kosong tanpa guru.

Tak sampai lima menit Banu tiba di ruang guru yang sepi. Hanya ada dua orang di dalam, Mardi wali kelasnya yang lima tahun lagi akan pensiun serta guru perempuan yang di usia empat puluh tahun masih terlihat cantik, guru perempuan itu jadi favorit banyak siswa dan siswi SMA Jatayu selain Banu tentunya dan dia mengajar bahasa Inggris.

"Pagi Pak Mardi, pagi Bu Aryani," sapa Banu sopan.

"Pagi, sini kamu!" Mardi melambaikan tangan meminta Banu mendekat.

"Banu, kamu sudah mandi belum? Kok, kucel dan terlihat ngantuk gitu? What are you doing with your life?" tanya Aryani tak lupa sedikit cas-cis-cus dengan bahasa Inggris andalannya.

"Mandi dong, Bu. Tapi beda sama Ibu, saya nggak pakai kosmetik. Ibu beautiful!" Banu malah menggoda Aryani.

"Hihihi, nice speak!" Aryani tertawa, lalu dia kembali memakai riasan. Soalnya sebelum Banu tiba, dia sedang memakai riasan.

Banu pun duduk di depan meja Mardi.

"Kamu di rumah belajar atau tidak?" tanya Mardi dengan tatapan mata menuntut penjelasan.

"Maaf, Pak. Saya terkadang sibuk di rumah, jadi waktu belajar kurang," jujur Banu.

"Pantas hasil ulanganmu selalu merah. Tapi kali ini cukup baik, dapat angka lima. Biasanya di bawah itu kan?"

Banu mengangguk.

"Sebentar kamu sibuk apa? Mungkin Bapak bisa bantu?" tanya Mardi sambil jemari telunjuk kanannya mengetuk-ngetuk meja.

"Saya .... " Banu meragu.

"Duh, Pak Mardi kok kepo sih? Apa Pak Mardi tetap mau bantu, kalau masalah rumah Banu itu di luar jangkauan Bapak? As long as I know, Banu is a good boy. Jadi Bapak paham kan maksud saya?" sela Aryani, dia membantu Banu menjawab.

"Iya, Bu. Saya cuma mau tahu aja apa masalah Banu. Tapi ya, mungkin cara saya salah." Mardi menimpali ucapan Aryani, lalu menatap Banu.

"Tapi kamu harus janji ya, kalau masalahmu terlalu berat, jangan segan-segan kasih tahu Bapak!" pinta Mardi.

Banu mengangguk.

"Ya sudah, Bapak punya tugas untukmu. Ini bagikan hasil ulangan matematika kemarin ke siswa yang lain, Pak Kusen titip ini ke Bapak karena sedang ada urusan di kantor dinas pendidikan," jelas Mardi pada Banu sambil menyerahkan setumpuk kertas.

"Terus juga, kamu kasih tahu yang lain, Bapak tak bisa masuk kelas hari ini dan suruh mereka belajar sendiri, baca kisah sejarah kerajaan Majapahit. Bapak ada rapat di yayasan bersama Ibu Aryani," lanjut Mardi.

Lagi-lagi Banu menjawab dengan anggukan kepala.

Setelah itu Banu berpamitan untuk masuk ke dalam ruang kelas.

"Apa saya salah ya Bu, menyakini kalau Banu itu anak yang pintar. Tapi nyatanya hasil ulangan dari semua mata pelajaran di bawah rata-rata. Dia bisa terbantu karena absensi seratus persennya," ucap Mardi pada Aryani selepas Banu menghilang dari ruang kelas.

"Anehnya, nilai tes semester dan kenaikan kelasnya bagus loh, Pak. Might be he just need a time," jawab Aryani.

"I love you too, Bu!" kata Mardi tiba-tiba.

"Eh!" kaget Aryani.

"Habis, Ibu pakai bahasa Inggris mulu sih, ya saya ora mudeng, cuma bisa bilang I love you!" Mardi tertawa.

Aryani juga ikut tertawa, untung cuma bercanda, kalau benar kan repot. Dia tak mau terlibat skandal.

Kembali pada Banu yang telah kembali kelas, terus memberikan kelas ulangan ke ketua kelas dan memberitahu kondisi wali kelas mereka yang harusnya mengisi jam pelajaran pertama.

Banu kembali ke bangkunya yang berada di barisan paling belakang dekat tembok.

"Hasil ulangan matematika ya Ban?" tanya Jaka teman sebangku Banu.

Banu mengiyakan dan dia siap untuk tidur sejenak.

"Kamu dapat berapa?" tanya Jaka lagi.

"Nggak usah ditanya Jak, paling dapat tiga. Banu gitu loh!" ledek Aryo yang duduk di depan Banu dan Jaka.

"Gue heran, kok bisa sih Banu naik kelas?" ungkap Aryo.

"Lu iri sama Banu?" Jaka menatap tajam Aryo.

Banu sendiri, dia tak peduli sama sekali dengan ocehan Aryo.

"Sorry de morry ya, gue iri sama Banu ... dih, nggak banget! Yang jelas gue lebih pintar dari Banu si Merah!" Aryo membanggakan dirinya.

Aryo juga yang memberi julukan Banu si Merah, sebagai sindiran karena nilai ulangan Banu yang selalu merah, kecuali nilai ujian semester atau kenaikan kelas yang lebih baik hasilnya.

Jaka mau membalas ucapan Aryo, tapi dia mendapat kode Banu untuk diam saja.

Akhirnya Jaka mengikuti cara Banu, lebih baik tidur saja mumpung jam pertama kosong tak ada guru.

***

Tanpa angin dan hujan, Jaka bertamu ke rumah Banu. Ini hari ketiga setelah peristiwa Aryo meledek Banu atau di hari sabtu atau hari libur sekolah. Sekolah kan menerapkan lima hari belajar.

Jaka sengaja bertamu tanpa memberitahu Banu, karena dia selalu mendapat penolakan. Padahal dia mau belajar bersama.

Setibanya di rumah Banu, Jaka heran melihat samping dan depan rumah Banu mirip kapal pecah, ada banyak bekas oli juga alat-alat tukang berserakan.

Selain itu Banu juga tak ada di rumah, info dari ibunya yang di dapat Jaka, Banu sedang pergi membantu tetangganya yang dapat panggilan mengecat rumah.

"Banu mah begitu Nak Jaka, setiap hari libur sekolah, ikut nukang, jadi kenek. Kalau tak ada kerjaan, dia cari-cari tuh kerjaan sendiri, kadang bongkar mesin atau apa saja yang bisa dia lakukan. Ya, kadang kalau lagi mau mancing, dia pergi mancing."

Jaka hanya bisa mengangguk mendengar penjelasan ibunya Banu, dari mulut ibunya pula di dapat kabar jika Banu itu sekarang menjadi kepala keluarga sejak kematian bapaknya dua tahun lalu, tepatnya saat Banu mendaftar masuk SMA.

Jaka tak berlama-lama di rumah Banu, dia sudah cukup puas bisa berbicara dengan ibunya Banu dan melihat tiga adik Banu, di mana dua adiknya yang berwajah sama masih berusia kurang lebih lima tahun.

Jaka lalu pamit pulang setelah menghabiskan waktu kurang lebih setengah jam, jika dia nekat menunggu Banu, maka dia butuh waktu menunggu sekitar tujuh jam lagi. Karena biasanya Banu baru pulang jam lima sore, kadang setengah jam lebih cepat atau lebih lambat, tergantung situasi dan kondisi di lapangan.

Dalam perjalanan pulang, entah mengapa Jaka merasa Banu itu pemuda yang hebat, beda dengan dirinya.

***

Dua belas tahun kemudian.

Jaka turun dari ojek di pagi yang cerah. Di balik jaketnya, dia memakai kemeja dan dasi. Hari ini ada wawancara kerja.

Mata Jaka menatap ke arah gedung ruko yang ada di depannya. Tujuannya ke ruko yang terpasang papan bertuliskan PT Jatayu Prima Persada, perusahaan yang memanggilnya ikut wawancara kerja ini bergerak di beberapa bidang, ada jasa desain interior dan eksterior rumah, juga usaha bengkel mesin kendaraan darat dan laut, plus juga usaha toko aksesoris motor dan mobil.

Perusahaan yang cukup besar dan Jaka senang mendapat panggilan kerja setelah dia berhenti dari pekerjaan lamanya sebagai sales rokok, kini dia melamar untuk posisi sales penjualan jasa interior dan eksterior.

Mendadak langkah kaki Jaka terhenti, karena dia melihat orang yang dia kenal sedang berjalan mendekat.

"Jaka, lu ingat gue kan? Gue Aryo." Aryo mengulurkan tangannya untuk menyalami Jaka.

"Ingat lah, meski muka lu ketutupan jenggot, gue masih tetap ingat lu! Eh, lu kerja di sini?" tanya Jaka sambil tersenyum senang bertemu Aryo setelah sekian lama.

"Udah jalan tujuh tahun sejak lepas kuliah dulu. Oya, lu harus terima kasih ke gue, gue yang rekomendasiin lu ke sini. Tiga hari lalu gue ketemu ibu lu yang ngeluh lu udah nggak kerja lagi selama tiga bulan," terang Aryo.

Jaka baru tahu akan hal ini. Tiga hari lalu ibunya pulang dari pasar terus menuntut dia mengirim surat lamaran hari itu juga melalui email, waktu ditanya dapat informasi dari mana, ibunya hanya menjawab 'nanti juga tahu sendiri'.

Ternyata Aryo yang menjadi perantara.

"Kira-kira gue bakal lulus wawancara nggak, Yo?" tanya Jaka mau tahu.

"Tenang aja sih, bos kita kan si Merah. Jujur aja, gue awalnya malu sama dia, tapi gue akhirnya bangga bisa kerja sama dia, ilmunya banyak. Kalau dulu dia sering dapat nilai merah, sekarang dia gampang dapat duit berwarna merah," ucap Aryo dengan tawa lepasnya.

"Hah, bos kita Banu?" kaget Jaka dan entah mengapa hatinya turut bangga, Banu yang dulu dicemooh teman sekelas, malah bisa jadi bos dan membantu Aryo salah satu pelaku cemoohan dengan mengangkat sebagai karyawan. Sebentar lagi, giliran dia akan bekerja di bawah tangan dingin Banu.

Tahu begini, sejak dulu saja Jaka mengikuti Banu. Tapi tak ada kata terlambat, dalam hatinya dia berjanji akan pelajari semua ilmu yang dimiliki Banu. Dunia itu aneh, dia yang dulu mau mengajari Banu pelajaran sekolah, sekarang dia malah ingin belajar cara menghasilkan uang dari temannya itu.*

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Slice of Life
Cerpen
Merah
Anggri Saputra
Cerpen
Bronze
Janji Tak Akan Ingkar
Galih Priatna
Cerpen
Bronze
Persimpangan di Stasiun Kereta
AnotherDmension
Cerpen
24 Jam
Devi Wulandari
Cerpen
Bronze
Hilang Sebelum Sampai
Shinta Larasati Hardjono
Cerpen
Bronze
Rambut Merah Ceri
Red Cherry
Cerpen
Anak perempuan yang tumbuh dewasa tanpa seorang ayah
Iyanti
Cerpen
Bronze
TRAM TO 2037
IGN Indra
Cerpen
A MAN WITH FEMALE BIRD
SIXTEARS
Cerpen
Sang Penembus Dua Sisi
Janeeta Mz
Cerpen
Bronze
Pending Apologize (Sintas Universe)
Keita Puspa
Cerpen
Bronze
Jangan takut untuk berbuat baik
Muhamad Maulana Ibrahim
Cerpen
Terra Valley Rise of The Golem Empire
Tourtaleslights
Cerpen
Bronze
Aroma Kayu
m aziz khulaimi hasni
Cerpen
Perspektif
Nidaul Ainiyah
Rekomendasi
Cerpen
Merah
Anggri Saputra
Novel
Kembali Pulang
Anggri Saputra
Novel
Di Ujung Hujan
Anggri Saputra
Cerpen
Bronze
Baju Koko Bapak
Anggri Saputra
Cerpen
Abim dan Cita-citanya
Anggri Saputra
Cerpen
Bronze
DIA
Anggri Saputra
Cerpen
Bronze
Mawar Patah
Anggri Saputra
Flash
Kamu Jangan Pergi
Anggri Saputra
Cerpen
Bronze
Tamu Tengah Malam
Anggri Saputra