Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Drama
Mengawini Surtijah
1
Suka
5,712
Dibaca

“Sampai di mana perjalanan Borno ke tanah pengampunan?” telah lelah ibunya menanyakan itu ribuan kali, lantaran dia tahu bahwa sampai kapan pun Surtijah tidak akan sanggup mengampuni Borno. Dosa pria itu terlampau besar, lebih lapang dari tanah Sahara; lebih trengginas pula dari laut Hindia, bahkan jagad ini masih lebih kecil dibandingkan dosa yang ditumpah ruahkan kepadanya.

Meski kini, Borno sudah selesai mengembara ke ujung dunia, melewati samudera yang hanya ada es di sekitarnya, atau gundukan pasir yang tidak lekas hilang dari mata. Tak berbeda pula dengan hutan Amazon yang bagaikan kandang macan, dan sarang ular raksasa; sudah ia telusuri dengan segenap jiwa raga. Adapun ke semua hal itu sudah cukup tajam dalam menarik-ulur nyawa pria malang tersebut; hingga menyisahkannya sebagai potongan-potongan kecil dan berserakan; namun rupanya, masih tidak cukup agar Surtijah mau memberi maaf dan mengampuninya tanpa syarat.

“Hati Surtijah jauh lebih kejam dari alam yang berbahaya itu,” ujar kerabat petualangan Borno, mendengar ceritanya tentang Surtijah. Tapi Borno hanya makhlum; mengerti bilamana Surtijah tak sudi memaafkannya. Hati wanita selalu ringan dalam memaafkan, namun laki-lakilah yang kadang kala memberatkannya.

Selama ini, nama Surtijah sudah menemaninya di sepanjang perjalanan. Setiap dia menyapa petualang yang lain, dia berkisah lagi tentang Surtijah. Meski kalimat yang digunakannya sama saja, tapi bagi Borno, cerita apapun tentang Surtijah akan selalu berbeda, baru, dan indah. Terlebih jika sudah mencangkup kecantikan dan kemurahan hatinya. Meskipun, para petualangan yang mendengarnya kisah tentang itu, selalu berkomentar bahwa Surtijah tidak semurah hati yang diceritakan Borno. 

Pernah sekali, Borno membawa 100 jenis bunga yang dipetiknya dari seluruh dunia. Dibawakannya khusus untuk Surtijah. Tapi jangan kan dilirik, bunga itu mentah-mentah dikunyah olehnya, lalu dimuntahkannya tepat di depan Borno. Dikira Surtijah, Borno akan menyerah, lalu membiarkannya lari kelabakan. Tapi Borno keras kepala, mungkin tanah es sudah membekukan otaknya. Bodoh sekali dia saat menghadapi Surtijah dan malah tersenyum menerima perlakuan keji itu.

Lantas, keesokan harinya Borno pamit, ingin ikut perang di tanah Palestina. Membela yang katanya rakyatnya tak berdosa itu sudah terlampau teraniaya; dizholimi dengan tragis. Namun bagi Borno hari itu, dia hanya ingin melihat Surtijah menangis merelakannya. Memberinya kesempatan meminta maaf lagi. Naasnya, Surtijah justru berpaling, menganggap acuh pengorbanan Borno.

“Palingan, Borno tidak benar-benar ke sana,” ketusnya, mengira semua dongeng tentang Borno yang maha menakjubkan itu sebagai karangan belaka. Termasuk juga hutan Amazon, atau tanah es, bahkan gurun berpasir. Semua itu buatan, hanya untuk membuatnya terkesima dan takjub. Lalu melepaskan dosa-dosanya. Sekalipun memang berhasil. Borno sudah memenangkan hati Surtijah jauh sebelum pengorbanan itu.

Sebelumnya pernah ada yang melintasi hutan ganas itu. Namun saat kembali, seluruh tubuhnya tercerai-berai. Hanya tangannya saja yang sampai, dan semua orang yang melayati bingung harus menguburnya bagaimana. Tidak tahu sebesar apa tanah yang harus digalinya. Sedangkan beberapa hari kemudian, semua orang mulai memaki, menghakimi sang istri yang tidak bisa menjaga suaminya, dan memaksanya agar tetap di rumah; bahkan ada yang sampai merutuki anaknya yang dikira pembawa sial. Surtijah merasa lucu dengan itu.

Mereka sangat konyol, karena asal menyalahkan orang. Tapi jika tidak ada yang disalahkan, mereka harus menyalahkan hutannya. “Itu jauh lebih konyol,” aku mereka. Padahal mereka hanya perlu menyalahkan kebodohan orang yang sudah mati itu; yakni Ayahnya Surtijah sendiri. Sebab itulah, Surtijah tidak percaya jika Borno benar-benar pergi ke hutan pembunuh itu. Apalagi berteman dengan macan dan ular. Setidaknya, Borno harus pulang dengan tangan atau kakinya saja; barulah wanita itu akan percaya. Kendati dalam hati, Surtijah hanya merasa tidak terima; kenapa Borno bisa, tapi ayahnya mati?

Sebenarnya, Surtijah adalah cinta pertama Borno. Namun seperti mata yang bisa jatuh di mana-mana, Borno asal menjatuhkan matanya pada wanita lain. Surminah namanya. Tidak jauh berbeda dari Surtijah, namanya diawali huruf S. Rambutnya berkepang dua, sedikit kemerahan, karena terlalu banyak diberi minyak rambut. Kulitnya sawo matang. Jika dilihat-lihat, Surtijah dan Surminah benar-benar mirip. Bagai pinang dibelah dua.

Bahkan Pernah ada yang salah mengenali mereka, terbalik menyebutkan nama. Selama satu tahun, Borno menyebut Surtijah sebagai Surminah. Saking miripnya. Sampai-sampai Kepala desa memanggil mereka kembar sepasang juga. Biasanya, yang kembar-kembar begini akan sulit dapat jodoh. Mereka akan berebut hati dan saling berbagi. Kerena sejak lahir mereka sudah berbagi rupa. Tidak hanya perawakan, bahkan cara bicara, atau cara mereka tertawa. Jika bukan ibunya sendiri, orang-orang pasti mengira mereka satu, dan lebih buruknya, bahwa ayah mereka, ternyata juga satu.

Tapi tetap saja, Surtijah dan Surminah itu berbeda. Sedangkan Borno harus tahu itu lebih dari siapapun. Sudah jadi nasib Borno menderita seperti itu. Tapi Borno salah mengenali Surtijah, dan akhirnya malah mengawini Surminah. Sementara Surminah iya-iya saja, tidak lekas bilang bahwa dia bukan Surtijah. Sampai mereka punya anak dan anaknya tidak mirip Surtijah. Barulah Borno tahu, istrinya bukan Surtijah. Lucu sekali.

Borno jadi linglung sebentar, lalu tertawa sangat keras. Sampai didengar warga di seluruh pelantaran desa; dikira gila, atau memang sudah gila. Tertawanya itu adalah yang paling keras sepanjang hayatnya. Sampai orang-orang pikir otaknya sudah benar-benar berhenti, kalap setelah tahu dia sudah ditipu Surminah mentah-mentah. Dari sinilah perjalanan Borno dikenal sebagai cerita-cerita menakjubkan. Hingga tiba hari ini; dia ingin membuat cerita baru, di tanah penuh ranjau dan tembakan misiu. Dis ingin ikut berperang sebagai bentuk petualangan, atau sekedar mencoba bunuh diri dengan iming-iming pahala, lantaran lelah dan percuma saja memohon ampun pada Surtijah. Setidaknya di surga, dia ingin bisa memohon hidup bersamanya, kepada Tuhan yang maha agung.

Dia pikir itulah yang akan terjadi. Nasib paling bahagia yang bisa dibayangkannya setelah kakeknya memberi nasehat. “Hidup cuma sekali, jangan terjebak cinta yang tidak abadi.” Tapi tetap saja, dia berperang demi cintanya.

Awalnya, Surtijah tidak mau tahu. Hidup atau mati, terserah Borno sendiri. Dia terlalu ditelan dendam. Tenggelam di lautan emosi setelah ditinggal Borno menikah dahulu. Bagi Surtijah, Borno juga cinta pertamanya. Dipamerkannya janji-janji manis semanis permen kapas oleh Borno. Namun setelah tahu, Borno mengawini Surminah; Surtijah menjadi gila. Mengamuk tidak karuan. Sulit makan dan jarang tidur. Sampai orang-orang menganggap bahwa mata hitamnya sebagai kerasukan setan. Tapi itu hanya batinnya yang menderita; apalagi jika harus mendengar ribuan kali cerita bahwa Borno dan Surminah sangatlah bahagia.

Lantas setelah mereka meliliki anak; Surtijah sudah seperti gunung berapi yang ingin meledak, padahal sudah bersusah payah tenang dan rela bilamana Borno memang bukan jodohnya. Wanita malang ini meluap-luap, apinya berkobaran ke mana-mana, dilahap habis orang-orang. Rasanya Surtijah akan segera menghancurkan seluruh dunia yang menghidupkan Borno di dalamnya. Ia pula memanjangkan kuku, yang akan digunakannya untuk mencabik-cabik Borno; siap menguliti Borno hidup-hidup. Sampai lama kelamaan, Surtijah lelah juga dengan murkanya. Apalagi setelah Borno datang kepadanya setelah sekian lama, memohon pengampunan; maka berbunga-bunga lah hati Surtijah, luluh oleh Borno, dan sekali lagi ditelan kebodohannya yang lama.

Akhirnya Surtijah termakan rindunya sendiri setiap hari, di setiap purnama hilang dan muncul di langit. Ditunggulah Borno bertahun-tahun, pulang dari pertualangan olehnya. Namun saat sudah benar-benar pulang, malah dicaci pulalah Borno oleh mulut Surtijah. Pura-pura Surtijah belum memaafkannya. Tapi senang dalam hatinya. Sudah seperti main tarik tambang saja, dia mau kalau Borno tidak akan pernah hilang. Namun, kepulangan Borno di pertualangan terakhir kalinya ini, sudah sangat ditunggu Surtijah. Akhirnya, Surtijah tidak sanggup lagi main tarik lalu ulur. Dia ingin agar Borno cepat pulang. Lalu bersama seperti sedia kala mereka menjadi sepasang kekasih paling manis.

Lantas Borno pulang, satu tahun kemudian. Kabarnya tersebar ke seluruh telinga dan masyarakat di kampungnya serentak menyambutnya. Mereka berbondong-bondong ke pelabuhan. Mengenakan pakaian terbaiknya untuk menyambut sang petualang. Ingin ikut bersorak-sorak girang. Tapi selepasnya di sana, mereka tercekat., pucat pasi wajah mereka menyaksikan pemandangan tajam di depannya. Borno yang dibawa pulang, tinggal tangannya. Persis seperti ayahnya dulu. Tidak ada badan bahkan kepala. Tidak ada yang menyangka bahwa itu benar-benar Borno. Hanya tangan yang menggenggam surat untuk Surtijah lah, yang mengatakan itu Borno.

“Surtijah, aku sudah bertemu makam ayahmu di sini. Akhirnya, aku sudah meminta ijin untuk mengawinimu.”

 

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Drama
Novel
Bronze
Pertemuan Dua Anak di Pekuburan
Ari Keling
Cerpen
Mengawini Surtijah
Dina prayudha
Novel
Bronze
Rahasia Elf
Yan Arya
Novel
Bronze
Charming Twins
wardhanisofi
Flash
Listrik UGD 24 Jam
Martha Z. ElKutuby
Flash
Perkara Bintang yang Tak Kunjung Ditemukan
kanun
Cerpen
Bronze
Tarian diatas Kanvas
Siti Aminatus Solikah
Novel
Bronze
Maruishi
Maruishi
Novel
Detik
Vidharalia
Novel
Gold
The Eccentric School
Mizan Publishing
Novel
Menanti Kepulangan Amirrudi
Fatmawati
Novel
Bronze
Pelangi Senja dalam Renjana
Noura N
Novel
Carsiva School's Moments
Annurul Hasan
Novel
Bronze
KARMA PALA
Tri harnanik atas asih
Novel
Bronze
Halusinasi Luka
Ara Segara
Rekomendasi
Cerpen
Mengawini Surtijah
Dina prayudha
Cerpen
Kuku Rusmi
Dina prayudha
Cerpen
Bayi Ceropong
Dina prayudha
Cerpen
Sesi
Dina prayudha
Cerpen
Karung Beras
Dina prayudha
Cerpen
Pencuri Kerdil
Dina prayudha
Cerpen
Boulevard
Dina prayudha