Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Suara ayam jantan menjadi tanda matahari yang sebentar lagi akan menyapa membangunkan si Pengantar Koran. Menjadi rutinitas sang Pengantar Koran untuk bangun pagi dan bersiap menuju Kantor Redaksi Pusat untuk mengambil koran. Hari itu sangat dingin karena sudah masuk pada musim kemarau walaupun sebenarnya kemarau tanda akan kekeringan tetapi kemarau selalu ditemani oleh angin yang kencang di siang hari maupun malam hari, hal itulah yang menyebabkan sepanjang malam hingga waktu subuh itu sangatlah dingin.
Si Pengantar Koran adalah orang yang selalu penasaran dengan rasa ingin tahu yang tinggi, hal itu terlihat dengan sifatnya yang selalu bertanya ke siapapun yang dia anggap bisa dan mampu menjawab pertanyaannya. Didukung oleh pekerjaannya yang mengantarkan Koran pada tuan-tuannya menambah rasa pengembaraan terhadap pertanyaan-pertanyaan, dari sepele hingga sulit yang terlintas di kepalanya. Hal inilah yang membuat dia sangat mencintai pekerjaannya.
Dia sudah memakai seragam kebanggaannya sebagai seorang Pengantar Koran, ditemani sepeda ontelnya yang dia tuntun menuju jalan besar. Setelah sampai diapun mengambil Koran-koran untuk dimasukkan ke kantong yang ada pada sepedanya. Orang-orang yang sering ditemuinya sepanjang jalan selalu menyapanya ditambah dengan wajah nya yang ramah dengan ukiran senyum yang selalu membuat orang lain ikut tersenyum ketika melihatnya.
Sebagai orang yang besar dengan penuh rasa penasaran yang tinggi, dibalik wajahnya yang selalu tersenyum dengan ramah dalam otaknya sudah terkumpul ratusan pertanyaan yang akan dia ajukan pada seorang yang tepat. Namun semua pertanyaan itu runtuh karena teralihkan oleh pertanyaan yang baru-baru ini terlintas di otaknya dan dianggap penting olehnya.
Tiga hari yang lalu ketika dia menjalankan rutinitasnya seperti biasa dia terhenti pada poster pengumuman yang bertuliskan: HADIR LAH PERTUNJUKAN TEATER MALAM INI DARI SENIMAN TEATER BANDUNG DENGAN JUDUL: KEBAHAGIAAN YANG TERTUNDA. Lalu dibawah tulisan itu terpampang wajah artis dan sutradaranya dengan informasi hari ini pukul 19:00. Dia tertarik menonton pertunjukan itu namun idenya tersebut harus terbantahkan karena hari itu dia ada janji dengan temannya untuk mencari buku. Sepanjang jalan pengantaran Koran hari itu (dia tidak peduli dengan artis dan sutradaranya) dia hanya fokus pada kata KEBAHAGIAAN yang menurutnya hanya seuntai kata magis yang bisa membuat dia maupun orang lain yang mengatakannya bisa melupakan maslah nya sebentar. Namun dia tidak puas dengan prasangkanya tersebut, diapun terus membawa pertanyaan itu untuk mengetahui hakikat kebahagian.
Disinilah dia hari ini membawa pertanyaan itu serta sepedanya dan Koran-koran untuk diantarkan kepada tuan-tuannya yang memiliki sifat beragam dengan sifat dasar “penasaran” yang sama seperti dia. Dia meyakini sepanjang perjalanan ini dia akan mendapat jawaban atas pertanyaannya tersebut.
***
“PERABOT KAYU SEJAK: 1855” (penulis tidak tau tulisan itu di eja dengan ejaan yang benar pada masa itu atau tidak) adalah nama toko dari seorang juragan kaya raya. Badannya gemuk, kumis tebal yang bertengger di hidungnya serta pipa rokok yang selalu dihisapnya menambah kesan Juragan semakin pantas untuknya. Bisnis ini adalah bisnis keluarga dan si juragan ini adalah cucu dari pendiri toko tersebut. Toko ini sangatlah laris manis dari awal dirintis hingga tersambung ke cucunya karena kualitasnya yang tidak pernah turun, bahkan orang belanda pada saat itu sering membeli darinya dan bisa dibilang dia mempunyai koneksi yang sangat luas hingga ke pemerintahan belanda.
Hidup dengan bergelimang harta tidak membuatnya menjadi sombong dan angkuh karena itu adalah karakter yang dibangun oleh orang tuanya. Namun karena sifatnya itu banyak orang yang memanfaatkannya. Bahkan tidak jarang keluarganya sendiri yang melakukannya. Bahkan terkadang dia dijauhi oleh keluarganya kerena keputusan yang diambilnya merugikan keluarga dan menguntungkan orang lain. Bisa dibilang dia adalah orang yang dicintai oleh orang biasa namun dianggap munafik dan lemah oleh teman, keluarga dan koleganya. Karena itu dia tidak merasa bahagia dengan harta disekelilingnya.
Dia tidak suka berada di sekeliling orang munafik, seperti kebanyakan temannya yang selalu menganggap bodoh kepadanya. Dia bingung, dia pikir dengan sifatnya seharusnya banyak orang yang suka padanya. Tetapi tidak, justru sebaliknya, namun begitu dia menyadari bahwa sifatnya disukai dan dihargai oleh orang-orang desa yang hidup dengan berkecukupan bukan berlebihan. Dia merasa itulah yang menyebabkan dia tidak bahagia selama ini, dia menganggap bahwa selama ini Harta adalah penghalang kebahagiaan-nya karena itu dia berprinsip ingin hidup dengan cukup dan sederhana, bukan berarti meniggalkan usaha keluarga begitu saja, dia tidak bisa melakukannya karena ini adalah peninggalan orang tuanya. Yang dirubahnya ialah gaya hidup yang sederhana, Hal itu bisa dilihat dari sifatnya yang santai dan berteman maupun mengobrol dengan siapapun dan tidak berpakaian mewah ketika beraktivitas sehari-hari.
Sudah lama dia tidak mendapatkan Koran langganannya dari redaksi Boemi Poetra dia bingung dan akhirnya bisa berlangganan lagi. Penundaan itu terjadi karena jalur rumahnya yang cukup dekat dengan para Belanda menyulitkan akses Koran tersebut, karena memang Koran itu berbau pemberontakan dan revolusi kemerdekaan yang dibenci Belanda. Sudah seminggu Koran itu diantarkan oleh orang lain pengganti sebelumnya karena yang sebelumnya telah wafat karena penyakit asma. Pengantar yang baru ini sangatlah banyak bicara dan akrab juga serta selalu melempar senyum kepadanya. Sangat ramah dan bersemangat adalah kesan pertama Juragan kepada Si Pengantar Koran.
***
10 tahun semenjak istrinya meninggal, Si Tukang Kebun selalu menjalani hari-harinya berdua dengan anak semata wayangnya. Anak yang baik dan tidak suka menuntut kepada bapaknya. Si Tukang Kebun adalah ayah yang baik dan penyayang kepada anaknya. Dia rela berkorban dan melakukan apapun untuk kebaikan anaknya. Dia orang yang berambisi dan penuh semangat. Dia selalu membayangkan memiliki usaha yang besar dan menjadi orang kaya agar Si Anak tidak perlu menjalani hidup yang serba kekurangan ini.
Sama seperti Pribumi lainnya yang hidup di masa Belanda menjajah, yang tidak mempunyai status sosial selain rakyat biasa (berbeda dengan Si Juragan yang memang status sosial nya sudah tinggi sejak lahir berkat hartanya), dia hidup sengsara. Awalnya dia adalah seorang pengusaha kecil-kecilan yang punya Warung kecil dan sederhana yang untungnya pun tidak besar, namun semenjak belanda ke daerahnya yang bertepatan dengan wafat istrinya setelah melahirkan anaknya, dia sengsara. Setelah istrinya wafat dia bangkrut karena kesedihan melanda hari-harinya sehingga dia mengabaikan usahanya itu.
Hari-harinya selalu dipenuhi dengan kesengsaraan. Dia bekerja dari matahari belum mengintip kepada permukaan bumi hingga matahari berpamitan dengan gunung-gunung. Dia ambil semua pekerjaan yang memang bisa dilakukan, namun dia sering menjadi tukang kebun untuk taman-taman milik belanda. Dia melakukan semua itu karena tujuannya hanya satu: Membahagiakan anak semata wayangnya. Namun hari-hari tidak selalu berjalan mulus banyak kendala yang menyebabkan dia tidak bisa makan pada hari itu ataupun kesengsaraan lainnya. Dia tidak tega melihat anaknya kelaparan bersama dirinya selama beberapa hari.
Sepanjang dia bekerja uangnya tidak pernah terkumpul karena selalu habis di hari itu, karena kerjanya yang serabutan yang menyebabkan pemasukannya tidak menentu. Terkadang sehari dia bekerja lalu dia tidak kerja selama dua hari berikutnya, lalu hari keempat dia bekerja karena ada tawaran kerja untuknya begitu selalu. Karena inilah dia bertekad menjadi orang kaya dan punya banyak koneksi untuk mendukung usahanya itu. Dia sudah mencoba berbagai macam usaha namun selalu gagal karena selalu diganggu oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab baik dari Pribumi maupun Belanda. Baginya kebahagiaan kuncinya ada pada harta yang bisa kau kumpulkan.
Dia berlangganan Koran Boemi Poetra untuk mengetahui perkembangan pergerakan kemerdekaan oleh pemuda bangsa. Karena dia sadar (berprasangka) bahwa bila dia ingin kaya maka dia harus mengusir Belanda karena seingatnya belanda penyebab utama akan kesengsaraan dan kemiskinan dirinya dan orang sekitarnya. Korannya diantar oleh Si Pengantar Koran yang sama dengan Si Juragan. Ya, Si Pengantar Koran yang ramah dan penuh semangat itu mengantar Koran ke Si Tukang Kebun. Berbeda dengan Si Juragan, Si tukang Kebun tidak antusias dengan keramahan dan semangat Si Pengantar Koran karena Si Tukang Kebun hanya berfikir tentang korannya bukan orang yang mengantarnya. Dengan sifat menjengkelkan dari Si Tukang Kebun tidak melunturkan keramahan Pengantar Koran. Bahkan dia mampu menciptakan topik pembicaraan yang menyenangkan dengan Si Tukang Kebun, sehingga Si Pengantar Koran pada hari berikutnya menjadi akrab dengan Si Tukang Kebun.
***
Semenjak pertanyaan Kebahagiaan itu bertengger di kepalanya selama 3 Hari dia merasakan kebingungan untuk bertanya kepada siapa akan hal ini. Karena selama tiga hari ini dia mengalami kebuntuan untuk memikirkan jawabannya. Sepanjang hari ini dia melakukan pekerjaan dengan senang dan sejenak melupakan pertanyaan itu. Hingga pada waktunya pulang ke rumah dia sempat termenung sebentar dan mengingat kembali bahwa dia baru saja melewati dua orang yang memiliki taraf kebahagiaan yang berbeda, Yaitu: Si Juragan dan Si Tukang Kebun. Maka dia berinisiatif melakukan perbincangan ringan dengan mereka berdua untuk mencari jawaban yang tepat atau setidaknya jawaban yang kira-kira paling realistis pada kehidupannya. Saat hendak berbalik arah dia baru teringat bahwa malam sudah berlabuh, rembulan sudah menyapa, angin sudah bernyanyi dengan pohon-pohon dan tubuh sudah merengek untuk kembali pada rumah, serta dingin sudah menghardik badan dengan dinginnya. Maka Si Pengantar Koran pun pulang, toh besok dia akan bertemu lagi dengan mereka.
Keesokan harinya Si Pengantar Koran sangat bersemangat hingga lupa pada dinginnya angin subuh, karena dia merasa bahwa jawabannya hari ini sepertinya akan terjawab. Dia bergegas dengan semangat menuju kedua rumah orang yang dia maksud. Namun karena jalur yang dilaluinya terlebih dahulu ke rumah Si juragan. Dengan ramah Si Pengantar Koran meminta izin kepada Si Juragan Untuk mengganggu waktunya sebentar dengan pertanyaan ringan dari nya. Si Juragan tidak keberatan.
“Sudah kuduga kau adalah orang yang penuh dengan rasa penasaran, aku bisa melihatnya di kerutan kening mu yang selalu kau biarkan muncul setiap saat” ucap Si Juragan Kepada Si Pengantar Koran. Si Pengantar Koran hanya tersenyum malu dengan tebakan dari Si Juragan yang tepat.
Mereka duduk di depan rumah berkursi kan rotan ditemani dengan teh yang sangat wangi dan hangat. Ketika Si Pengantar Koran akan bertanya Si Juragan menyela sebentar karena dia hendak menyalakan pipa rokoknya. Si Pengantar Koran pun menyalakan rokok kreteknya juga.
“apakah Tuan merasa bahagia dengan hidup penuh harta di sekeliling tuan. Apakah itu berarti bahwa kebahagiaan adalah harta itu sendiri” pertanyaan sopan dan langsung dari Pengantar Koran.
“tidak.. harta bukanlah kebahagiaan. Aku telah merasakannya harta hanya akan menyeret mu kedalam neraka siksa dunia yang membuat mu semakin hancur. Orang-orang di sekitarmu akan sulit kau percayai. Orang-orang hanya akan memanfaatkan mu. Kebaikanmu dianggap munafik. Kau dihormati bukan karena dirimu tetapi karena hartamu, jadi sebenarnya kau tidak hidup tetapi hartamu yang hidup. Itu sangatlah mengerikan” jawab nya dengan singkat, jawaban itu membuat Si Pengantar Koran termenung sebentar.
“Pagi ini aku berkelahi dengan anakku tentang hak waris usaha ini. aku katakan bahwa dia belum siap untuk usaha ini dan serahkan pada mandor usaha ini sampai dia siap, karena aku takut dia akan menjadi tersiksa seperti diriku. Namun dia membantah dan mencaci maki ku, harta membuat kehormatan ku hilang dan hancur di depan anakku. Aku Pun akhirnya bertekad dan berprinsip bahwa kebahagiaan adalah ketika kau bisa hidup dengan tidak diperbudak oleh harta” ucap Si Juragan dengan bijak.
“Lalu apakah kebahagiaan ini yang juga digunakan oleh orang lain contohlah pekerja tuan apakah kebahagiaan yang tuan harapkan ini juga bisa diterapkan oleh orang lain juga?” Tanya Si Pengantar Koran.
“aku tidak menjamin hal itu” dengan suara yang pelan dan hening kemudian beberapa detik. “Aku hanya menginginkan kebahagian yang sebenarnya, karena itu aku harus menyingkirkan semua harta ku ini dari hadapan ku. Namun aku tidak bisa karena ini milik keluarga dan aku tersiksa dengan semua ini.
Si Pengantar Koran pun sigap langsung pamit setelah dirasa jawabannya telah sedikit ada penerangan. Selanjutnya dia menuju ke rumah Si Tukang Kebun. Sesampainya di sana dia harus menunggu cukup lama karena Si Tukang Kebun masih bekerja. Si Pengantar Koran pun menunggu karena memang tugas nya sudah selesai berakhir pada rumah Si Tukang Kebun. Beberapa menit kemudian Si Tukang Kebun datang dan bersih-bersih dan keluar untuk menyapa Si Pengantar Koran. Si Pengantar Koran Menyampaikan maksudnya dan Si Tukang Kebun pun Setuju aja untuk meluangkan waktunya karena dia dijanjikan uang setelah obrolan singkat ini. Si Pengantar Koran menanyakan tentang kebahagiaan kepada Si Tukang Kebun.
“menjadi seorang yang sederhana bukanlah kebahagiaan. Bahkan sederhana adalah cara para konglomerat menghaluskan kata miskin. Kami orang miskin adalah orang yang selalu dihantui hari esok. Kami ditakuti oleh terror keberlangsungan hidup kami dihari esok. Kami kelaparan setiap hari, kedinginan dimalam hari kepanasan disiang hari. Ini bukan berarti kami tidak bersyukur pada Tuhan, tapi inilah faktanya. Memang harta bukan segalanya tapi segalanya butuh harta” jawab Si Tukang kebun dengan nada tinggi.
“kemiskinan adalah ketidak bahagiaan dan kebahagiaan adalah kaya raya. Akui saja bahwa kami orang miskin adalah orang yang hina, yang tidak bisa mencapai kebahagiaan. Kebahagiaan hanya bisa dicapai dengan harta. Kau bayangkan saja kami miskin dibuat tidak hormat dan malu oleh masyarakat disamaratakan dengan hewan dianggap tiada seperti barang antik yang telah usang. Mana ada manusia yang tahan akan hal itu. kau miskin maka kau hina dan tidak dianggap ada oleh orang lain. Bahkan kau akan sulit mendapat kerja karena orang miskin sudah dipandang sebelah mata terlebih dahulu dan perlu perjuangan tak terhingga dan mati-matian untuk menuju sukses dengan dipandang hormat oleh masyarakat. Kita harus realistis dengan kenyataan ini. maka akan katakana bahwa jika ingin bahagia maka kumpulkan lah harta sebanyak-banyaknya karena harta manusia tunduk” jawab Si Tukang Kebun dengan rasa kecewa, sedih, marah yang campur aduk.
Tanpa menjawab dan hanya terdiam termenung Si Tukang Koran langsung pamit pulang dan langsung memberikan uang yang dijanjikan itu. dia kaget atas reaksi orang itu berbeda dengan Si Juragan Yang menjawabnya dengan pelan dan walaupun sedih kecewa dan sakit. Si Tukang kebun juga menyampaikan dengan perasaan yang kecewa, sedih dan sakit hati namun nada menjawabnya juga sangat tinggi. Hal itu menunjukkan betapa sedihnya menjadi miskin pada realita ini.
Dari jawaban kedua narasumbernya itu dia masih mengalami kebingungan yang hebat atas kebahagiaan. Besoknya dengan sangat kaget dia dipindah tugaskan pada jalur yang berbeda seperti sebelumya hal itu membuat dirinya akan sulit bertemu dengan dua orang itu tadi untuk melanjutkan pertanyaannya itu.
Dua bulan kemudian ada berita angin bahwa Si Juragan Telah wafat karena penyakit jantungnya yang semakin hari semakin parah. Jelang seminggu kemudian Si Tukang Kebun juga wafat. Di akhir bulan aku menyempatkan diri menziarahi makam kedua orang itu. dan disitulah aku mendapat jawaban atas hakikat kebahagiaan.
Bahwa kebahagiaan semakin hilang jika semakin kau kejar dan kau cari dengan dijadikan sebagai tujuan utama dalam hidup ini. kau hanya akan kecewa dengan ketidak sesuaian hidup dengan tujuan kebahagiaan. Kau hanya akan lelah tak terbayangkan memikirkan dan melakukan sekuatnya untuk mendapatkan kebahagiaan yang engkau dambakan. Tidak ada yang bahagia dengan Harta, tidak ada yang bahagia dengan meninggalkan harta dan hidup melarat. Kebahagiaan ada ketika kita sadar bahwa hari ini kita masih hidup dan bernafas. Karena jikalau engkau mati dan kebahagiaan mu belum tercapai maka sepanjang hidupmu akan sia-sia karena tidak pernah merasakan kebahagian yang kau standarisasi sendiri. Sedangkan kebahagiaan yang sebenarnya sedang kau rasakan. Sadarlah bahwa kau hidup hari ini dengan sehat. BERTERIMA KASIHLAH PADA HARI INI, MEMINTA MAAFLAH PADA HARI KEMARIN, DAN BERDOALAH UNTUK HARI ESOK. MAKA KEBAHAGIAAN AKAN MUNCUL DENGAN SENDIRINYA DI HADAPANMU.