Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
NORMA merasa tak bisa diam di tengah hujan deras siang itu—ketika kebanyakan rekan kerjanya diam-diam merindukan dekapan selimut, secangkir teh hangat, dan suara berisik TV di ruang keluarga; dengan kata lain, tubuh dan pikiran mereka sudah ingin cepat-cepat meninggalkan sekolah. Bel pulang telah berbunyi setengah jam lalu, tapi hujan memerangkap mereka di gedung sekolah yang sudah hampir sepi. Bus sedang tidak beroprasi. Norma tidak menumpang bus. Setiap hari ia bergantung pada suaminya untuk pergi dan pulang sekolah. Namun saat itu suaminya belum juga datang. Norma mencari pengalihan dengan membereskan meja. Disortirnya buku-buku absensi, daftar nilai, modul ajar, tugas-tugas makalah dari tahun-tahun sebelumnya, kertas-kertas fotokopian dan kertas-kertas entah apa lagi, dan disurukannya ke dalam rak bawah laci.
Ia sendirian di ruangan guru yang muram—meskipun lampu-lampu dinyalakan. Hampir semua guru sudah pulang. Namun masih ada guru-guru yang berkumpul di perpustakaan; mereka guru-guru muda yang baru bergabung tiga bulan lalu. Norma tidak memahami perasaan komunal yang membuat guru-guru itu suka berkumpul di perpustakaan, bukan untuk membaca, melainkan sekadar berkumpul. Untung bagi mereka perpustakaan adalah fasilitas sekolah yang paling terbengkalai setelah lab komputer. Siswa-siswi tidak berkunjung ke sana kecuali untuk mengambil buku teks pelajaran—selebihnya, ruangan itu tetap terkunci. Sejak semester baru, kepala sekolah menerima empat guru baru menggantikan guru-guru yang telah pensiun. Salah satu guru baru—Rosalie—diangkat sebagai petugas perpustakaan. Ketiga guru baru suka menemuinya di sana. Sejak itulah perpustakaan menjadi tempat mereka berkumpul. Ini otomatis membuat mereka jarang muncul di...