Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Drama
Bronze
Membelah Televisi
1
Suka
1,635
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Kisah ini buah imajinasi. Sebuah cerpen yang panjang. Nama sekolah dan perguruan tinggi yang disebut dalam kisah ini hanya fiktif belaka. Penyebutan merek obat, pisau, sepeda motor, hanya untuk menguatkan cerita, bukan untuk promosi. 

Saya akan membelah televisi di rumah kami menggunakan kapak. Di gudang ada sebilah kapak dengan panjang gagang sekira 30 sentimeter, cukup kuat untuk membelah televisi dengan sekali tebas. 

Kapak itu saya beli tiga tahun silam karena saya penggemar senjata tajam –pisau, parang, dan lainnya. Saya menyimpannya di gudang, karena tidak tahu peruntukkannya. Sekarang saya tahu, kapak itu akan saya pergunakan untuk membelah televisi.

Saya menyusun rencana waktu yang tepat dan tindakan yang dramatis untuk membelah televisi itu menjadi dua bagian atau tiga bagian, atau kalau perlu sampai berkeping-keping.

Rencana A: saya akan menunggu saat rumah sepi, saat Halimah, Aprilia, Meilani, dan Yunita sedang tidur. Pada saat itu saya akan dengan garang mengayunkan kapak dengan sekuat tenaga, sekali tebas, kras! Televisi terbelah, lalu mereka akan terbangun dari tidur, menjerit histeris melihat televisi satu-satunya di rumah kami telah menjadi rongsok. Tetapi, ah, kurang dramatis.

Rencana B: saya akan mengenakan celana jins hitam, jaket hitam, dan kacamata hitam, lalu dengan gagah keluar dari kamar sambil menggenggam kapak. Di ruang tengah, saya bayangkan, istri dan ketiga anak gadis saya akan berteriak histeris mencegah aksi saya, namun mereka tak berdaya karena dalam keadaan marah tenaga saya berlipat ganda. Lalu, dengan kekuatan seperti Hulk, saya menebaskan kapak, membelah televisi. Kemudian, seperti superhero Hollywood, saya akan menggeram dan berkata, “Aku, Rizal Si Pembelah Televisi!” Masih kurang dramatis?

Rencana C: saya belum memikirkannya. 

Saya kira, rencana A dan rencana B akan membuat geger kompleks perumahan Griya Permai dan akan cepat viral di media sosial. Yeah, saya akan terkenal!

Namun, untuk saat ini saya harus menahan diri; sering menarik napas panjang dan mencoba membaur dengan keluarga di ruang tengah, menonton sinetron Pacarku Tukang Kentut atau sinetron Anakku Bukan Anak Tetangga.

***

Seperti biasa, kami sarapan bersama di ruang makan yang menyatu dengan dapur. Menu pagi ini macam-macam, karena selera kami berbeda. Halimah tempe goreng. Aprilia si sulung, roti bakar dengan selai kacang. Meilani si tengah, telur goreng orak-arik dengan kecap. Yunita si bungsu, sosis goreng. Saya telur ceplok diolesi kecap. 

Kami makan dengan lahap karena berlauk sesuai selera masing-masing. Seperti dalam film Hollywood, kami selingi acara makan dengan obrolan. Namun, obrolan kali ini dikuasai oleh istri dan anak-anak.

Halimah dan Aprilia membicarakan sinetron Pacarku Tukang Kentut. Meilani dan Yunita memuji-muji sinetron Anakku Bukan Anak Tetangga. Ada dua kubu dan masing-masing kubu menganggap sinetronnya yang menarik, dan sesekali menyindir sinetron dari kubu lain sebagai tayangan kurang menarik. 

“Itu sinetron jorok. Masa tiap kali ada adegan orang kentut. Ih, jijik,” kata Meilani yang kelas XII SMA, wajahnya menggambarkan orang merasakan jijik.

“Iya, itu sinetron jorok dan norak. Seperti nggak ada judul lain saja,” timpal Yunita yang kelas X SMA, mendukung pendapat kakaknya.

“Judul mah nggak penting. Yang penting ceritanya asyik. Tul nggak, Ma?” sahut Aprilia yang mahasiswa Manajemen semester 4, mendongakkan kepala.

“Betul itu,” Halimah menukas. “Memang tren sekarang, judul sinetron kita aneh-aneh atau panjang-panjang. Mama nggak tahu mengapa begitu, tapi yang penting, benar kata Yunita, ceritanya asyik-asyik.”

“Asyik apanya,” sergah Meilani. “Baru nonton semenit, remote sudah direbut mama atau Kak Prila.”

“Eh, siapa yang merebut? Aku kan merebut balik remote yang kamu rebut. Kamu tuh yang merebut duluan. Ya, kan, Ma?” kata Aprilia membela diri.

“Betul itu,” sahut mama. “Sinetron Pacarku Tukang Kentut itu lebih dulu tayang daripada Anakku Bukan Anak Tetangga. Jadi, harus ditonton dulu sampai rampung.”

“Yang betul itu,” Meilani cepat menukas. “Kita harus punya dua tivi.”

“Betul itu!” Halimah dan anak-anak serempak berseru, dan serempak pula menatap saya.

“Apa?” saya tertegun, sendok yang sudah di depan mulut berhenti. “Mengapa kalian menatap papa?”

“Dua tivi,” mereka serentak menjawab.

“Dua tivi? Untuk kalian?” tanya saya, sendok masih di depan mulut.

Mereka mengangguk bersamaan.

“Lalu untuk papa?” tanya saya.

“Kalau be...

Baca cerita ini lebih lanjut?
Rp15,000
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Drama
Cerpen
Bronze
Membelah Televisi
Sulistiyo Suparno
Novel
Bronze
KALA CINTA
Yeni Lestari
Novel
The Dreamer
Rika Kurnia
Flash
Matahari Bersinar
Grace Anindya
Cerpen
Bronze
Penjudi juga Boleh Berdoa
Sulistiyo Suparno
Novel
PRESISI
i_naaff
Novel
Bronze
Tum (1995-1999)
Ais Aisih
Novel
THE PORTRAIT OF DEATH
Nurul Hidayati
Novel
I Hate You
Desi Restiana A
Novel
Bronze
Sang Penari
Blue Sky
Novel
Bronze
ASA kali kedua
Mahessa Gandhi
Novel
Because You Are My Love
Anchan 30
Novel
Bronze
10% : Sepuluh Persen
Hendra Setiawan
Novel
Bronze
Kang Azzam: Sang Kiai dan Metamorfosa
Khairul Azzam El Maliky
Skrip Film
Sesayat Munajat Cinta (Sebuah Skenario Film)
Khairul Azzam El Maliky
Rekomendasi
Cerpen
Bronze
Membelah Televisi
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Bronze
Penjudi juga Boleh Berdoa
Sulistiyo Suparno
Flash
Bronze
Perilaku Aneh Paman Go
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Bronze
Pisau
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Bronze
Ketika Nadya Jatuh Cinta
Sulistiyo Suparno
Flash
Bronze
Gadis Panggilan di Pelataran Masjid
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Bronze
Menembak Gagak
Sulistiyo Suparno
Flash
Bronze
Menonton Televisi di Losmen
Sulistiyo Suparno
Flash
Gito dan Gitarnya
Sulistiyo Suparno
Flash
Bronze
Hantu Bosan
Sulistiyo Suparno
Flash
Bronze
Janji Seorang Badut
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Bronze
Pacarku Preman
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Bronze
Penyakit Aneh (Dusta Seorang Ayah)
Sulistiyo Suparno
Flash
Bronze
Kepalsuan
Sulistiyo Suparno
Flash
Hanya Angin yang Datang
Sulistiyo Suparno