Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Romantis
Melodies of Memories
0
Suka
325
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

"Noah tunggu! Kenapa kau meninggalkanku!" Roy terpaksa berlari mengejar si pianis gila.

Disebut pianis gila, karena dulunya terus latihan tanpa henti. Entah kenapa, berhenti tanpa sebab, meskipun itu yang diinginkan Roy agar Noah mau mencari kegiatan baru selain bermain musik.

Bukan berarti, Roy akan menyuruh Noah meninggalkan kegemarannya terhadap musik, terutama orkestra. Namun, yang lebih didalami Noah adalah piano.

"Ingin bermain piano lagi?" Roy memang tak suka musik, lebih suka basket. Bukan berarti, tak mendukung kegemaran Noah.

Sebagai teman masa kecil, Roy sering kali mendapat tiket bila Noah melakukan pementasan.

"Hanya mengingat kembali." Noah tidak meninggalkan musik, hanya terpaksa berhenti karena sebuah alasan.

Jari tangannya kanannya mulai tergerak menekan tuts piano, lambat laun terdengar alunan dalam tempo rendah—lembut.

"Jadi, bisa kau katakan alasanmu berhenti? Lalu sekarang mencoba memainkannya lagi?"

"Aku tidak memainkannya lagi, hanya mengingat." Setelah berkata begitu, Noah menghentikan permainan singkatnya.

"Seperti biasa selalu musik Ludwig van Beethoven."

Noah mendengkus. "Kau semakin hafal."

"Namanya juga berteman dengan pianis, bagaimana tidak hafal, hm?" Roy melirik heran. "Judulnya saja aku suka keliru."

"Fur Elise—Bagatelle No. 25 in A minor (WoO 59, Bia 515)."

Roy berdeham sejenak, kembali berkomentar. "Berkesan musik romantis, persiapan untuk pernikahanmu nanti?"

Entah salah berucap, yang pasti Roy bingung. Mendapati Noah mematung, di satu sisi benar. Karena Noah telah bertunangan dengan Althea.

"Menurutmu saja."

Roy berdecak, akhirnya kembali berlari karena Noah meninggalkannya. "Kau harus menemaniku latihan sekarang!"

"Ya, kau berisik!"

Noah menemani teman kecilnya yang masih sendiri, tanpa ada kekasih. Bisa dikatakan, begitu miris. Lumayan banyak wanita yang didekati, berakhir menjadi mantan.

Menekan sejenak tombol on/off headphone bluetooth, kemudian mengaktifkan ponsel dan mencari musik untuk didengarkan, selagi menunggu Roy latihan.

"Experience—Ludovico Einaudi."

Efek terlalu menghayati, ditambah cuaca berawan dan sejuk dari semilir angin. Hampir saja Noah tertidur, kalau Roy tidak datang sembari menepuk bahunya.

"Kebiasaanmu tak hilang." Roy duduk di sebelah Noah, sembari menenggak setengah air mineral, kemudian sisanya diguyur ke wajahnya.

"Basket menyenangkan, tapi sedikit membosankan untukku."

"Ya, aku tau. Kau kan pemusik."

"Lambat kutinggal!"

"Noah sialan!" Roy tak segan melempar botol kosong tepat mengenai kepala Noah.

Noah berdecak, tetapi lanjut melangkah menuju parkiran.

"Ngomong-ngomong soal musik. Aku mendapatkan ini gratis, ada temanku sama penyuka musik klasik sepertimu dia memberikannya tiga. Kau pastinya tidak menolak kan?"

"Ya, terima kasih. Sudah lama juga, tak melihat pertunjukan musik klasik—orkestra."

"Satu lagi, beri pada Althea. Tenang saja, aku tidak akan mengganggu kencanmu dengannya."

Anehnya, Roy merasa salah lagi dengan ucapannya.

Noah termenung menatap dua tiket, kemudian mengeluarkan ponsel dan mengetik cepat dan mengirimkannya pada Althea.

Kamudian mendekati piano yang selalu tertutupi kain putih, meskipun begitu tetap ada sedikit debu yang menempel.

"Jadi?" Selena melirik putra bungsunya—Noah.

Noah menatap bingung. "Apa?"

"Althea, setahun pendekatan belum cukup?"

"Bukankah sudah kukatakan, aku akan menurut saja. Di awal rencana kalian, aku pun tak membantah kan? Kenapa, ibu selalu mempertanyakan?"

Selena berdeham sejenak. "Ibu merasa kau ragu."

"Ragu semacam apa? Aku tak pernah memperlihatkan kesalahan atau bantahan apapun."

"Kau seperti telah memiliki kekasih."

"Siapa kekasih? Dekat dengan wanita pun tak pernah, selalu Roy yang mengganggu. Lalu ibu memperkenalkanku dengan Althea."

Selena mendengkus. "Baiklah ibu menyerah."

Noah tak merespon.

"Itu tiket untukmu dengan siapa?"

"Tunanganku saat ini."

Jawaban Noah, berhasil membuat bungkam Selena. 

Kini hari di mana pertunjukan musik klasik—orkestra ditampilkan. Datang bertiga, tetapi Roy akan menepati janji tak akan mengganggu dua sejoli.

"Katakan di awal, memilih tetap di sini atau ke tempat lain."

Althea melirik bingung. "Meskipun aku tak suka musik klasik, bukan berarti aku menolak ajakkan tunangan sendiri. Lagi pula, sebagai pasangan harus saling memahami terutama hal kesukaan bukan?"

Noah kini diam, mulai terfokus pada konduktor yang telah disorot. Memulai gerakan sebagai penanda musik pembuka dimulai.

Alunan musik klasik mulai terdengar, bagi pemusik sejati. Pastinya begitu menghayati.

Althea mengerutkan kening, saat melihat Noah menggumamkan sesuatu.

"Mozart—serenade in B-Flat Major k361 gran partita."

Tidak terasa memasuki akhir pertunjukan, kali ini menampilkan violinis wanita.

Noah mematung, saat mendengarkannya. Teringat kenangan unik. Terlebih mendengar musik Carol of the Bells—Mykola Leontovych.

Althea kembali melirik Noah, untuk pertama kalinya tersenyum. Meski begitu tipis, entah kenapa merasa kalau senyuman Noah ditujukan pada orang lain.

"Kau bahagia sekali," celetuk Althea dengan sengaja.

"Mungkin."

Esok harinya, Roy mendatangi Noah begitu ribut. Seperti biasa di ruang musik kampus. Noah akan selalu memakainya di saat kegiatan musik sedang diliburkan. Cukup aneh bukan?

"Jadi, apa lagi?" Tanpa melirik Roy, Noah bertanya.

"Undangan ikut pentas, aku menceritakan padanya mengenai dirimu sebagai pianis gila. Sudah lama juga kau tidak melakukan pertunjukan bukan?"

Noah berhenti memainkan tuts piano, Roy datang di saat dirinya tengah mencoba membuat musik indah, tetapi sulit dan butuh konsentrasi yang ekstra.

"Noah!" Roy kesal karena diabaikan.

"Ya, tapi aku menolak."

Roy berdecak. "Yakin? Padahal, kau diundang untuk bermain bersama violinis waktu itu."

Kali ini Roy tidak merasa ucapannya salah, tetapi menjadi aneh. Habisnya, Noah mendadak diam.

"Baiklah."

"Latihan seminggu, esoknya ditampilkan. Kau lama berhenti, bukan berarti lupa akan permainan musikmu kan?"

"Mungkin, itu sebabnya selalu mencoba mengingat."

Noah mengikuti langkah Roy, menuju ruang musik di kampus berbeda. Sembari asik mendengarkan musik klasik beethoven—moonlight.

"Tidak terlambat kan?" Roy langsung memecah keseriusan, bukan bermaksud menghancurkan latihan para pemusik—komposer hebat di usia muda.

"Tentu tidak." Agatha menyambut kedatangan Roy, melirik Noah masih diam tetapi mengamati semua pemain musik yang kembali sibuk berlatih. "Apakah dia?"

"Benar sekali." Roy menarik Noah agar mau berhadapan dengan Agatha. "Pianis gila."

Tempelengan kasar dan gemas tepat di kepala Roy, Noah tidak mengerti kenapa diberi julukan menyebalkan seperti itu. Padahal, dirinya tak gila.

"Noah."

"Bergabunglah, oh iya kenalkan ini …." Agatha menarik wanita violinis yang waktu itu. "Arabella—Bella."

"Ya, aku tau."

Roy dan Agatha terkejut mendengarnya.

"Berapa tahun tak melihat? Oh iya, apa kau berhenti dari dunia musik?" Bella tanpa canggung bertanya pada Noah.

"Bertahun-tahun, tolong diralat, aku tak meninggalkan dunia musik. Anggap saja lelah."

Menurut Roy, ini pertama kalinya Noah berbicara lancar dengan wanita. Habisnya, saat berdua dengan Althea hanya diam dan berucap panjang sedikit canggung, dan seadanya.

"Baiklah, senang bisa bertemu denganmu lagi, Noah."

Seminggu pelatihan, Roy seolah kameramen. Habisnya, selalu mengamati latihan terutama si pianis gila—Noah, bersama Bella.

"Aku merasa menemukan alasan Noah berhenti."

"Maksudmu?" Agatha tidak mengerti.

"Bukan apa-apa, hanya hipotesis." Roy tersenyum kikuk. "Oh iya, bisa ikut denganku untuk berbincang?"

Agatha tertawa sejenak. "Tak perlu."

Roy murung, karena tak ingin memaksa akhirnya menerima penolakan Agatha.

"Aku tau dan jawabanku … ya."

Roy mematung, hal itu terasa lucu bagi Agatha.

"Tapi, kasihan juga melihatmu ditolak banyak wanita."

"Lupakan hal tadi."

"Aku bercanda, maaf kalau bercandaku jahat. Tapi aku sungguhan menerimamu."

Malam hari untuk latihan terakhir, itu langsung di panggung proscenium. Secara kebetulan hanya Noah dan Bella, sedangkan yang lain belum datang.

"Fur Elise, musik romantis milik Beethoven," ucap Bella, melihat dan mendengarkan permainan Noah.

"Aku hanya mengingat." Lagi-lagi sama, seperti yang didapat Roy.

"Aku merasa kau berbohong."

Bertepatan penuturan terakhir Bella, Noah menghentikan permainannya dan berbalik melirik serius Bella. "Untukmu."

Bella mematung.

"Itu dulu, untuk sekarang tak lagi mengingat situasi telah berbeda." Noah berkata jujur. "Kau sudah memiliki seseorang, begitu juga denganku."

"Kupikir tak terbalaskan." Bella tertawa. "Ya, terbalaskan di situasi berbeda. Terima kasih, Noah."

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Romantis
Cerpen
Melodies of Memories
Azazil Lucifer
Cerpen
Bronze
MAWAR MERAH HATI
Sri Wintala Achmad
Cerpen
Bronze
Re-decade
Adinda Amalia
Novel
Gold
Jodoh Sang Superstar
Falcon Publishing
Novel
Bronze
Langit
Bagas
Skrip Film
Sketch Within Words
Misaka Takashi
Novel
Romance Impossible
SHARON
Flash
Arti Hujan
Cheri Nanas
Skrip Film
KETIKA CINTA SALAH MEMILIH
wahyu basuki
Novel
Finding Soo
Dya
Novel
Gold
Eugene Rewrite
Mizan Publishing
Novel
Ekstrovert Me & Introvert Nelo
Eun Yasmien
Skrip Film
HUJAN KEMARIN
Audhy R.H
Cerpen
Bronze
Aku Kamu Dan Cinta
blank_paper
Novel
Eunoia
Name of D
Rekomendasi
Cerpen
Melodies of Memories
Azazil Lucifer
Cerpen
Love Story
Azazil Lucifer
Cerpen
099
Azazil Lucifer
Novel
Illusions?
Azazil Lucifer