Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Seperti ombak tenang di laut bebas yang di permainkan oleh angin laut. Mengombang-ambingkan sampan dan kapal yang tengah berlayar membelah laut. Seperti itulah pandangannya tentang takdir yang seakan mempermainkan hidupnya. Sekuat apa pun keinginannya, sebesar apa pun harapannya, mustahil untuk menjadi dirinya yang dahulu. Clara yang ceria, Clara yang selalu tersenyum, kini menjadi Clara yang tanpa warna. Buram, tanpa cahaya.
Dunia yang dulunya indah, kini gelap tanpa warna. Banyak hal yang harus di salahkan, namun tidak pantas untuk di salahkan. Bagaikan helai daun yang jatuh ke permukaan air, bergerak mengikuti kekuatan arus sungai, seperti itulah dirinya telah berpasrah pada nasib dan sisa hidupnya.
Pernah di suatu saat Clara merasa sangat lelah dan tidak sanggup bertahan. Hingga ia memilih jalan pintas mengakhiri hidupnya, namun selalu gagal. Mungkin Allah masih ingin melihat kebahagiaan hinggap ke dalam hidup Clara.
Kringg kringg!!!
Suara alarm berbunyi. Clara yang tadinya masih tertidur, segera terbangun. Clara kemudian tersadar, tidak ada alasan untuk bangun sepagi ini. Karena ia sudah berhenti sekolah.
Tangannya meraba-raba mencari topangan agar bisa berjalan dengan baik. Berbekal ingatan tentang seisi rumahnya, Clara keluar kamar menuju dapur. Namun saat menuruni tangga, kakinya salah berpijak pada anak tangga dan jatuh berguling-guling hingga lantai bawah.
Badannya serasa remuk dan perih. "Kenapa hidupku harus seperti ini?" lirihnya dengan nada terluka. "aku tidak pernah meminta hidup seperti ini, kenapa cobaan untukku begitu berat. Aku sungguh sudah tidak sanggup."
"Masyaallah,neng,kenapa bisa begini?" untung Bi Ijah datang dan membantu Clara.
"Kenapa bisa jatuh,neng?"tanya Bi Ijah.
"Hehe, kan Clara udah nggak bisa liat bi,hehe,maaf ya bi, udah bikin bibi khawatir."Clara berusaha tersenyum di depan satu-satunya orang yang ada di sampingnya sekarang. "Besok Clara tidur di kamar mamah sama papah aja bi, takut jatuh lagi." Kata Clara.
"Ya udah neng, terserah neng. Bibi ikut aja."
"Makasih bi, bibi udah selalu ada buat Clara. Sekarang bibi satu-satunya keluarga yang Clara punya. Mamah sama papah udah nggak ada..." Air mata tidak dapat di bendung lagi. Clara menangis di hadapan Bi Ijah."Walaupun mereka sudah tidak ada di dunia, namun mereka selalu ada di hati kecil neng, dan nggak akan pernah berubah sampai kapan pun. Sekarang tugas neng Clara adalah mencoba bersifat ikhlas. Tabahkan hati neng, supaya mereka tenang di sana," ucap Bi Ijah.
"Makasih, bi," ucap Clara kemudian menerima pelukan hangat dari Bi Ijah.
Pagi hari yang mungkin cerah, Clara ingin sejenak menyatu dengan alam. la memutuskan pergi ke pantai bersama dengan Snowy, kucing kesayangan sekaligus keluarga kedua yang ia punya. Bertepatan saat itu Arkan datang berkunjung ke rumah Clara.
"Pagi bi!" sapa Arkan. "Clara ada, bi?" tanya Arkan.
"Baru pergi den, ke pantai katanya." jawab Bi Ijah.
"Lah? Sendiri, bi? Emang aman, bi"?
"Nggak usah terlalu khawatir, Clara setiap hari pagi dan sore selalu ke sana. Ini sudah hampir tiga tahun kita pindah kesini. Mustahil kalo tersesat, den," sahut Bi Ijah.
"Tapi, situasinya beda, bi."
"Yaudah samperin gih, bibi nitip Clara yah, den," ucap Bi Ijah."Beres bi, Arkan pinjam Clara nya seharian bolehkan, bi?" Arkan berteriak sambil berlari kecil. Sedangkan Bi Ijah hanya bisa geleng-geleng kepala.
Sepanjang jalan Arkan bersenandung ria sembari sesekali melompat. Suasana hatinya sedang baik hari ini. Dikarenakan Arkan akan bertemu Clara, sahabat kecilnya yang sudah lama tidak bertemu, karena Arkan harus mengikuti orang tuanya di luar negeri.
Setelah berjalan sekian lama, akhirnya Arkan melihat punggung kecil milik Clara yang tampak tengah menikmati angin laut yang menerpa wajah cantiknya.
"Akhirnya ketemu juga," seru Arkan kegirangan.
Helaian demi helaian rambut milik Clara bergerak anggun di terbangkan oleh angin. Sesaat, Arkan menghentikan langkahnya untuk menikmati pemandangan di depannya. Arkan terbuai oleh keindahan itu hingga sulit hanya untuk mengedipkan mata.
Tangannya bergerak menyentuh dadanya yang terasa berdetak tidak normal. Arkan tiba-tiba merasa sangat lemah oleh rasa bersalah dan simpati yang menghantam lubuk hatinya dengan keras. Hatinya seolah remuk berkeping- keping.
Arkan memaksakan untuk melawan rasa sakitnya dan berjalan mendekati Clara. Menghela nafas panjang dikala mengingat bagaimana hidup Clara dahulu. Bagaikan hitam dan putih, sangat berlawanan.
"Sudah lama sekali, ya," ujar Arkan memecah keheningan. "Apa kabar?" tanyanya.
"Hemm, kabar? Tidak ada yang satu pun hari yang ku lewati berwarna. Semuanya hitam. Tidak ada alasan untukku baik-baik saja." Sahut Clara setelah mengenali suara itu suara Arkan, satu-satunya teman sekaligus saudara yang dimilikinya.
"Aku minta maaf Clara, mungkin terlambat buat ada disisi kamu." Ucap Arkan penuh penyesalan.
"Tidak, kamu belum kelewatan apa pun. Tidak ada kata terlambat buat kamu Clara, beda dengan diriku, semuanya telah terlambat," ujar Clara sendu. Air matanya ia bendung sekuat tenaga. Apa gunanya menangis bila tidak bisa melihat.
"Ini bukan salah kamu Clara, jadi aku mohon jangan menyalahkan diri sendiri. Ini hanya akan mempersulit keadaan kamu." Dulu kamu bagaikan hujan, turun dan reda tak beraturan, sedangkan aku adalah tanaman yang selalu setia menunggu kamu memberiku kehidupan. Namun kini, kamu bagaikan tanaman itu Clara, layu, tetapi enggan menerima hujan.batin Arkan.Air mata Clara kini bercucuran tanpa henti hingga sesenggukan. Rasa iba membuat Arkan menarik Clara ke dalam dekapannya. Didekapnya erat seolah tak ingin kehilangan.
"Kamu satu-satunya alasan mengapa aku bisa tersenyum, dan terkadang air matamu menjadi satu-satunya alasan aku menangis Clara. Kamu segalanya buat aku, jangan pernah merasa sendiri, kamu hanya kehilangan penglihatan kamu.. seharusnya kamu bersyukur kamu tidak kehilangan nyawa kamu."
"Akan lebih baik jika aku kehilangan nyawa dari pada harus hidup tanpa warna Arkan!"
"Shut, jangan bicara begitu, bila kamu enggan untuk berjuang, ijinkan aku berjuang buat kamu Clara. Aku harap kamu tidak kehilangan harapan buat melanjutkan hidup kamu. Setidaknya bantu aku dengan tetap berpengharapan, supaya aku kuat menanggung semuanya Clara." Kata-kata Arkan mampu membuat Clara malu pada dirinya sendiri. Bahkan orang lain mau berjuang untuk dirinya, kenapa ia harus menyerah secepat itu?
"Terima kasih, Arkan, aku harap kamu tidak pernah melupakan ucapan kamu."
"Kita nggak akan tau apa yang akan terjadi sama kita suatu saat nanti. Tapi aku janji, bakalan tetap di samping kamu apa pun yang terjadi," ujar Arkan terdengar sungguh- sungguh.
Clara dan Arkan pergi ke rumah sakit atas permintaan Arkan setelah ia melihat Clara selalu meringis kesakitan di kepalanya. Terkadang hingga tak sadarkan diri membuat Arkan khawatir dengan keadaannya.
Namun saat menerima hasil pemeriksaan, satu fakta lagi yang membuat Clara benci menjadi dirinya sendiri. Menyadarkannya bahwa hidup bahagia memang hanya sekedar mimpi indahnya saja.
"Pasien menderita Kanker otak, dan sel-sel kanker sudah menyebar ke seluruh jaringan dan organ di dalam tubuh pasien," tutur sang dokter. Clara hanya bisa menatap ke arah dokter dengan pandangan kosong.
"Kanker, dok?" tanya Arkan lagi. "Benar!" sahut sang dokter.
"Kok bisa, dok? Kalau boleh tau, Clara masih bisa sembuh kan, dok?!"
"Sudah tidak bisa, karena sudah berada di stadium akhir."
"Berapa lama waktu yang tersisa dok?"
"Kurang dari satu bulan."Bagaikan petir di siang bolong,Clara dan Arkan hanya bisa membisu namun dalam hati menangis.
"Jangan terlalu di pikirin Clara, nanti kamu tambah sakit." Tegur Arkan saat Clara hanya termenung di atas kursi roda Seiring waktu, kondisi Clara semakin memburuk. Clara kehilangan sebagian berat badannya.
"Aku tidak punya hal lain yang harus di pikirkan selain penderitaan ini Arkan."
"Kamu bisa mikirin aku dan kamu, kita." Arkan berjongkok tepat di depan Clara sambil memegangi kedua tangan Clara. "Kita itu bagai cakrawala, aku langit dan udara Sedangkan kamu itu biru. Kita berdua akan membuat dunia berubah bila kita terpisah. Hidup aku nggak ada artinya tanpa kamu Clara, kamu yang membuat aku berharga. Aku nggak bisa bayangin hidup aku tanpa kamu Clara." Air mata tidak tertahan lagi. Arkan menangis sambil mencium kedua tangan Clara yang kurus.
Clara menoleh, hatinya remuk menyaksikan air mata yang keluar dari mata Arkan, "Kamu pasti bisa, Arkan, aku pengen menyumbangkan organ aku buat orang lain yang membutuhkan. Aku harap kamu bisa menghargai keputusan aku.""Aku mohon, kamu harus berjuang melawan penyakit kamu. Kita sama-sama berjuang buat keajaiban dari Allah." Clara menggelengkan kepalanya. "Keputusan aku bukan berarti aku menyerah Arkan, aku Cuma mau istirahat aja. Kita sama-sama berjuang di kehidupan selanjutnya. Semoga aku dan kamu di pertemukan kembali." Arkan merasa kecewa atas keputusan Clara. Sejak ia melepas kedua tangan Clara dan meninggalkan Clara. Sedangkan Clara menangis tersedu dan memegangi dadanya yang terasa sesak.
"Ya Allah, semoga keputusan aku tepat!" Clara berdoa dalam hati.
Air hujan jatuh membasahi bumi bersamaan dengan air mata perpisahan untuk Clara. doa di panjatkan agar Clara tenang dan bahagia di atas sana. Perlahan pelayat meninggalkan gundukan tanah baru tempat peristirahatan terakhir Clara. Tinggal Arkan dan Bi Ijah yang masih senantiasa berada disisi Clara.
"Bibi masih nggak menyangka kalo neng Clara pergi secepat ini."
"Ini yang terbaik buat dia bi, kita yang di tinggalkan hanya bisa berdoa semoga tenang." Tenggorokan Arkan terasa perih. Meski berat, Arkan harus bisa merelakan Clara dan menghargai keputusannya.Langit biru terlihat sangat cerah. Arkan berdiri di tempat yang sama saat ia menatap luka di kedua bola mata Clara. Kepalanya menenggak ke atas sambil tersenyum seolah menyapa Clara di atas sana. Sekarang luka itu sudah menjadi kebahagiaan.
"Sekarang kamu udah ketemu sama orang tua kamu, semoga kamu bahagia di sana." Arkan melambai ke arah langit lalu meletakkan sebuket bunga kesukaan Clara,bunga mawar merah. Bunga yang melambangkan perasaan cinta dan kasih yang tulus dan kuat
Kemudian dipetiknya gitar menyanyikan melodi cinta dan kasih sayang yang mendalam memanjakan telinga. "Untuk manusia yang paling aku cintai, yang tidak pernah menyerah walaupun badai cobaan dan mungkin sudah menjadi malaikat. Dari langit, melodi ini khusus untuk biru- ku tercinta. Langit biru."