Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Setelah kelelahan akibat pertempuran, para Paladin memutuskan untuk bersembunyi dari Lord Zarkon dan pasukannya yang terus memburu mereka tanpa henti.
Coran memberi tahu mereka bahwa generator wormhole dalam istana yang sering mereka gunakan untuk membuat portal agar dapat bepergian dengan mudah — mulai rusak karena terlalu sering dipakai untuk melarikan diri dari pasukan Galra.
Namun untuk saat ini, Shiro — Paladin dari Black Lion — menyuruh yang lain beristirahat sementara dia dan Allura - sang putri, membantu Coran memperbaiki generator sekaligus berjaga-jaga jika ada hal yang mencurigakan.
Lance duduk di kamarnya sambil melamun. Dia benar-benar kelelahan setelah semua pertempuran minggu ini — yang dia inginkan hanyalah bersantai.
Lance masih belum bisa percaya bagaimana semua ini bisa terjadi; bagaimana suatu malam keputusan mereka yang impulsif untuk melakukan misi penyelamatan akan menyebabkan Lance dan teman-temannya kini menjadi pelindung alam semesta dari pasukan alien dengan menggunakan robot singa yang bisa membentuk robot raksasa?
Hal-hal seperti ini serasa seperti film fantasi.
Sudah beberapa bulan berlalu sejak kejadian itu, tetapi off rasanya seperti baru terjadi kemarin. Lance menggelengkan kepalanya, menyingkirkan pikiran itu, lalu berpikir bagaimana dia akan menghabiskan waktu luangnya yang langka ini.
Nongkrong bareng Hunk, mungkin? Tidak… dia dan Pidge udah berencana untuk memanggang kue bersama-sama.
...Keith?
Enggak mungkin! Dia memarahi dirinya sendiri karena bisa aja dia terpikir hal yang konyol seperti menghabiskan waktu dia dengan si pria menyebalkan itu. Siapa juga yang mau sama Keith? Tentu bukan Lance!
"Ada kolam renang di bagian bawah istana, kalian bisa bersantai di sana,"
Kenangan itu muncul tiba-tiba. Benar! Allura pernah mengatakan kalau ada kolam renang di bagian bawah istana.
Ya, itu dia! Lance berpikir, dia akan menghabiskan waktunya di kolam renang.
Lagipula... Hunk dan Pidge sedang sibuk, Shiro dan yang lain membantu memperbaiki generator, dan Keith semoga sedang menyendiri di kamarnya seperti biasa.
Rasanya seperti Lance sudah me dapat jackpot — kolam renang besar tanpa gangguan siapa pun. Momen sempurna untuk me-time.
Anak laki-laki berambut cokelat itu cepat-cepat berganti ke celana renang, tak lupa membawa handuk dan berlari menuju lift.
Pintu lift hampir menutup tetapi sebuah tangan menghentikannya. Pikiran Lance buyar saat melihat rambut mullet yang sangat dia kenali. Seketika mood-nya rusak.
Keith.
Rivalnya sejak mereka pertama kali masuk kelas yang sama di Galaxy Garrison — sejak hari itu, mereka selalu bersaing untuk saling mengalahkan, entah itu dalam akademik, skill piloting mereka atau kompetisi konyol yang diciptakan Lance sendiri.
“...Apa yang kau lakukan di sini?” gerutu Lance, kesal karena waktu sendirinya terganggu — oleh Keith, dari semua orang.
“Sama sepertimu. Allura bilang ada kolam, jadi gua mau melihatnya.” jawab Keith dengan datar, terlihat lelah dan jelas-jelas enggak ingin berurusan dengan ulah Lance yang tidak jelas.
Pintu lift tertutup dan suara mesin terdengar mengisi keheningan. Suasananya begitu canggung hingga membuat Lance sesak.
Dia hendak melontarkan komentar sinis untuk mencairkan suasana, tetapi Keith lebih dulu berbicara.
“Dengar, gua lagi enggak mau masalah sekarang — kepalaku sakit banget, dan yang gua minta hanya sedikit kedamaian.”
“Jadi tolong lah, kita berdua,” lanjutnya, “akan berada sejauh mungkin satu sama lain. Kau di sisi kolam sana dan aku di sisi lainnya.”
“Kita akan saling berjauhan.”
“Sangat… sangat jauh.” ujarnya dengan panjang.
Wow, apakah Keith benar-benar tidak menyukainya sampai ingin berada sejauh itu?
Lance mendengus dan bersiap membalas, sampai tiba-tiba lift berguncang keras, lampu berkedip-kedip dan lift mengeluarkan suara aneh, membuat mereka berdua kehilangan keseimbangan.
“Ah!” seru Lance. “Apa yang terjadi?!”
Keith cepat menenangkan diri dan melihat sekeliling mereka. Suara mesin telah berhenti dan tampaknya lift benar-benar berhenti bergerak.
“...Sepertinya kita terjebak.” simpul Keith.
Lance mengeluh, mengusap wajahnya dengan frustrasi.
“Hebat, hebaaat..!” Dia mengibaskan tangannya secara dramatis. “Pertama, aku hanya mau bersantai di kolam dengan diri sendiri dan tiba-tiba kau datang, dan yang lebih parah lagi—” dia berhenti untuk efek dramatis, lalu menunjuk Keith.
“Sekarang aku terjebak bersama kamu! Dari semua orang!”
Lance hampir merengek, tapi terlalu lelah untuk peduli. Keith hanya memberinya tatapan datar.
“Hm, sama saja. Gua juga enggak yakin bisa bertahan semenit lagi bersama lu.” ujarnya sambil menyilangkan tangan.
“Kalau begitu, kita sebaiknya mencari cara keluar!” balas Lance, kesal.
“Itu masalahnya,” jawab Keith dengan nada jengkel, “kita harus memanjat ke atas kalau mau keluar.”
Keith menunjuk pada sebuah pintu kecil di atas mereka. Lance menatapnya seolah ia baru saja mengatakan hal yang paling konyol di dunia.
“...Apaan?” Keith bertanya.
“Memanjat ke atas... bagaimana itu?”
Hening canggung kembali menyelimuti mereka saat keduanya berpikir keras mencari cara keluar dari lift sempit itu.
“Yah, aku punya ide sih.” gumam Keith.
—
"Seriusan?! Ini ide mu?" Lance mengeluh. "Ide yang sangat bodoh!"
“Ini adalah ide yang buruk...” Suara Keith bergema di dalam lift, menyesal atas rencananya yang dia ciptakan sendiri.
Saking menyesalnya dia tidak bisa memikirkan sesuatu untuk membalas ujaran Lance.
Rencana mereka: saling menyandarkan punggung dengan tangan saling terkunci, lalu menggunakan kaki untuk merayap naik hingga mencapai pintu kecil di atas.
"Kamu yakin pintu kecil itu bisa mengarah ke suatu tempat, mullet?" tanya Lance, curiga.
“Gua yakin pintu kecil itu ada di sini karena suatu alasan, apapun alasan itu salah satu nya bisa membantu kita keluar dari tempat sempit ini."
" Kalau nggak ada alasannya di sini, ngapain mereka mikir buat pintu kecil di sini?” Keith lanjut.
Lance mengangguk. “Oke — baiklah, kau benar, ayo. Dorong lebih keras sedikit!”
"Iya, iya. Jangan dorong keras kali, nanti kepleset mampus kita."
—
“Agh, kita... udah sudah sampai belum sih!?” terengah Lance, kakinya mulai sakit karena harus tetap menahan posisi. "Kaki aku udah mulai sakit tahu!"
"Bisa diam nggak? Gua juga capek ini, dan lu bisa stop goyang-goyang enggak sih?!" Keith membentak, tubuhnya gemetar - tetapi dia tetap menekan ke atas.
"Heh! Bukan aku yang goyang-goyang, kamu yang goyang!" balas Lance dengan suara tinggi.
"Ogah! Manjat tuh yang bener dong! Lu mau kita jauh?!" Keith menjawab dengan marah.
Sekejap di pertengahan argumen mereka, pijakan mereka meleset.
Keduanya hampir jatuh. Mereka berdua berteriak bersamaan sebelum buru-buru menahan diri, tubuh mereka saling terjepit lebih erat—setiap otot dalam tubuh mereka tegang.
Keith mendesah lega, "..Liat apa yang terjadi?"
"Ya, maaf. Aku terbawa suasana." Lance menunduk kepalanya, sedikit malu.
Keith hanya mengangguk kepalanya, "Aman, sebaiknya kita balik ke tujuan kita, jangan malah terganggu hal sepele."
Kembali ke rencana mereka, dengan satu dorongan terakhir akhirnya mereka sampai juga - Keith menendang pintu kecil tersebut dengan keras sampai terbuka, hampir tergelincir dalam prosesnya — tapi berhasil!
Tanpa berpikir panjang, Lance mendorong keduanya masuk ke dalam arah bukaan ruangan kecil tersebut, namun langsung menyesal ketika mereka mulai meluncur entah ke mana.
"Lance, lu ngapain?!" Keith menjerit.
"Oh tidak, oh tidak oh tidak oh tidak-! aku enggak bermaksud untuk melakukan itu!!" Lance mengabaikan pertanyaan Keith, suara teriakan enggak jelas nya berdering di seluruh ruang sendat tersebut.
Keduanya menjerit saat gravitasi menarik tubuh mereka ke bawah lorongan gelap dengan cepat, pemandangan sempit pun berganti menjadi... air?
Mereka menahan napas dan akhirnya byur! — mendarat di dalam air, suara teriakan mereka tenggelam sekaligus.
Lance muncul ke permukaan sambil terbatuk-batuk, “..Pintunya... membawa kita ke kolam?” katanya bingung, tapi lega karena akhirnya dia sampai juga di kolam.
“Sepertinya begitu.” jawab Keith, menyingkir rambut basah dari wajahnya untuk melihat sekeliling mereka.
Dia menghela napas. “Ah, semua panjatan itu benar-benar nguras energi. Gua capek banget…” dan Lance sangat setuju dengannya.
“Ya, aku juga,” Lance cepat pulih lalu memberikan senyum ramah pada Keith. “Haha, lihat kita! Ternyata kau enggak begitu buruk diajak kerja sama. Kau enggak seburuk yang kukira, mullet!”
Keith terdiam, sedikit gugup karena pujian itu, lalu terkekeh. “...Ya, makasih atas kerja samanya—Lance.” Ia berhenti sejenak lalu melanjutkan, “Rupanya, lu enggak sekeras kepala yang gua kira.”
Lance tertawa. “Itu pujian, ya?"
Keith menundukkan kepala dan berenang ke tepi kolam, tapi Lance bisa menangkap senyuman kecil di balik poni rambutnya.
“Ah, terserah deh.” gumam Keith dengan lembut.
Tamat.