Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Drama
MAWAR, ULAR, DAN KUCING LIAR
46
Suka
9,210
Dibaca

Sekuncup bunga mawar tiba-tiba tumbuh di halaman belakang rumah Surti. Sungguh bunga itu tumbuh langsung dari dalam tanah tanpa batang apalagi daun. Entah akar. Seperti bunga bangkai saja. Ukurannya kecil normal layaknya bunga mawar kebanyakan, dan warnanya biru muda. Tampak seperti bunga beracun yang indah.

           Awalnya Surti mengira itu plastik bekas bungkus jajanan. Memang demikian adanya apabila dilihat dari kejauhan. Semua orang pun akan menganggapnya begitu. Saat hendak Surti sapu beserta sampah-sampah lainnya, dia baru menyadari bahwa itu adalah sekuntum bunga mawar yang amat ranum. Seumur hidup belum pernah Surti menyaksikan keindahan yang sedemikian rupanya. Bentuk mawar itu cantik dengan mahkotanya yang elok bertumpuk-tumpuk, dan aromanya sangat wangi sekali. Semerbak memenuhi petak kebun rumah Surti.

           Entah bagaimana wangi yang demikian itu mengingatkan Surti pada kematian jabang bayinya tempo hari. Waktu berduka itu rumahnya dibanjiri dengan banyak sekali bunga. Ada bunga kemboja, bunga kantil, bunga melati, dan khususnya bunga mawar. Ada yang warna putih, warna jambon, dan terutama banyak yang berwarna merah. Tapi tidak ada satu pun dari bunga-bunga mawar tersebut yang berwarna biru muda layaknya langit di musim panas. Seperti yang tumbuh di pekarangan rumahnya itu.

           Surti meletakkan sapunya dan duduk menekuri mawar aneh. Adakah ini hanya permainan anak-anak? Pikirnya. Tapi anak-anak siapa yang berani masuk ke halaman rumahnya? Seketika Surti langsung menengok ke arah pohon mangga goleknya. Masih ranum di sana, jumlahnya sama persis seperti yang ia hitung tadi malam. Sirsak, jambu air, jambu biji, cempedak, belimbing, pun mengkudu jumlahnya tidak berubah. Sudah menjadi tabiatnya untuk menghitung semua buah di kebun sebelum ia kunci pintu belakang. Seolah jika tidak melakukan ritual itu tidurnya tidak akan bisa nyenyak.

           Surti kembali menatap mawar warna nila selayaknya ilmuwan mengamati bakteri di bawah lensa mikroskopnya. Begitu cermat dan telaten. Tidak ada yang aneh sama sekali dengan mawar itu kecuali cara tumbuhnya. Tapi cara tumbuh mawar yang bagaimana yang bisa dikatakan tidak aneh? Yang berbatang dan berdaun? Yang berduri-duri tajam? Yang merayap-rayap di dinding seperti sirih? Atau yang bagaimanakah mawar yang normal itu tumbuh? Adakah di dunia ini standar kenormalan untuk sebuah mawar? Seperti standar normal tidak normalnya kehidupan seorang perempuan di kampungnya?

           Ah, apakah aku berhak menghakimi kelayakan cara tumbuh mawar ini? Pakar botani saja aku bukan, Surti membatin. Tapi memangnya yang normal itu yang bagaimana? Surti masih melanjutkan pikirannya.

           Apakah memang tidak normal bagi seorang perempuan untuk hamil tanpa suami? Apakah tidak wajar bagi perempuan untuk melahirkan bayi yang cepat sekali matinya? Apakah tidak normal juga sebuah harapan dari seorang perempuan yang sebenarnya tidak menginginkan itu semua untuk mengakhiri hidupnya? Tapi terkadang kehidupan memaksa manusia mengalami apa yang mereka tidak inginkan, dan entah sejak kapan normal tidaknya seorang manusia ditentukan dari caranya mengambil keputusan.

           Surti jadi banyak bertanya, padahal usianya sudah kepala lima. Hal ini membuat kepalanya pusing tujuh keliling. Gara-gara mawar biru muda Surti merasa butuh untuk minum obat sakit kepala. Seingat Surti di rumahnya ada, di atas meja dapur bersanding kecap. Nantilah aku minum, pikirnya.

           Sementara itu Surti memilih bangkit dari duduk lesehannya, mengambil kembali sapu lidinya dan mulai memindahkan sampah ke pojokan halaman. Mendapati sampah sudah menumpuk di sana Surti berniat untuk membakarnya. Takut jika tidak dibakar akan jadi sarang ular. Sebenarnya Surti tidak pernah takut dengan ular. Ayahnya dulu seorang pawang ular kenamaan di kampung, sementara dia sendiri dulunya penari ular. Tapi semenjak ia didatangi ular besar hitam ke dalam kamarnya hingga beberapa kali, dia jadi takut dengan yang namanya ular. Itu tidak lama setelah ia pensiun sebagai penari ular karena perutnya tidak lagi enak untuk dipandang, dan kemudian beralihlah ia menjadi penata rias panggilan.

           Lebih dari takut, sebenarnya Surti jijik dengan ular. Terutama yang berwarna hitam dan berukuran besar. Surti percaya ular itu lah yang telah membuatnya hamil dan memangsa jabang bayinya. Mengingatnya barang sekilas saja membuat Surti bergidik.

           Surti lantas bergegas masuk ke dalam rumah untuk mengambil minyak tanah dan korek api. Namun baru beberapa langkah perhatiannya kembali tertuju ke bunga mawar yang tumbuh dengan aneh di halaman belakang rumahnya. Apa yang harus aku lakukan dengan bunga mawar ini? pikirnya. Kalau dibiarkan saja mungkin akan ada kucing liar yang merusaknya. Banyak sekali kucing liar di daerah sini. Jangankan mawar secantik ini, dirinya yang sudah peyot saja masih sering digoda kucing liar. Kucing liar memang kurang tahu adat! Mulut Surti ndemimil tanpa suara.

           Surti celingukan mencari sesuatu yang sekiranya bisa untuk memagari mawar biru muda dari segala mara bahaya yang bisa saja menimpanya. Matanya tertumbuk pada onggokan dua tiga sangkar burung yang sudah lama kosong dan lumayan bobrok. Dulu bapaknya gemar memelihara burung. Perkutut, nuri, gereja, beo pun ada. Tapi burung-burung itu yang membuat Bapak mati. Ada ular yang sudah Bapak jinakkan diam-diam lepas dan memakan semua burungnya tanpa sisa. Termasuk Nimas beo kesayangannya. Bapak murka dan hendak membunuh sang ular. Namun nahas, malah Bapak yang terpatuk dan terkena racun. Ularnya begitu hitam, besar, dan berbisa.

           Surti baru sadar, mungkin ular itu juga yang kemudian menghamilinya.

           Ular keparat! umpatnya dalam hati. Keinginan Surti untuk membakar sampah yang dalam pikirnya bisa jadi sarang ular semakin menggebu. Ia asal saja mengambil kurungan burung dari bambu yang sudah tidak beralas dan dengan kesewenang-wenangannya sebagai manusia memenjarakan sang mawar. Yang penting aman dan tidak ada kucing liar yang berani mengganggu mawarnya.

           Mawarnya? Sejak kapan ia memiliki mawar itu? Surti kembali membatin dalam perjalanannya mencari minyak tanah dan korek api.

Mawar itu mungkin saja sengaja tumbuh dengan cara begitu agar keabnormalannya membuat ia tidak dimiliki siapa pun. Mungkin keanehanya merupakan bentuk pertahanan dirinya. Atau begitulah caranya mengharapkan kedatangan kucing liar? Agar sang kucing lebih mudah menggapai dirinya? Lantas, atas dasar apa Surti berhak mengakui kepemilikan hidup sang mawar? Atas dasar apa pula Surti berhak merenggut kebebasan mawar? Bagaimana kalau benar mawar itu sedang menantikan kehadiran sang kucing liar untuk merenggut hidupnya?

Bagaimana ini? Dia harus melepas atau tidak sangkar burung tadi? Surti merasa bimbang. Untuk sesaat ia terjebak dalam dilema yang tidak ia duga. Kepalanya semakin pusing saja. Surti merasa harus segera minum obat pereda sakit kepala. Entah aspirin, atau parasetamol. Apa saja nanti yang ada ia temui di dalam rumah. Di atas meja dapur di dekat kecap.

Surti letakakkan sapu lidinya dan bergegas masuk dari pintu belakang. Ia biarkan sangkar burung yang sudah bobrok itu tetap mengurung sang mawar. Ia biarkan sampah-sampahnya tetap menggunung di pojokan halaman. Ia masuk ke dalam rumah bukan untuk mencari minyak tanah dan korek api seperti yang ia kehendaki semula. Kepalanya keburu pening. Ia mencari obat pusing yang ada di atas meja dapur di samping botol kecap. Tapi yang ia cari tidak akan pernah ia temukan di mana pun di dalam rumahnya. Tidak di atas meja dapur. Tidak di samping botol kecap. Tidak di mana pun.


Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Drama
Novel
Bronze
Sinar untuk Genta
Rika Kurnia
Cerpen
MAWAR, ULAR, DAN KUCING LIAR
Rian Widagdo
Skrip Film
Rancu (screenplay)
Aldi Cendikia Nugroho
Skrip Film
Harumi
Gyul
Skrip Film
CONSCIENCE
Ni Luh Putu Anggreni
Skrip Film
Burjo Borju
Hardian
Flash
Bronze
Sahabat
Afri Meldam
Cerpen
SUARA TERAKHIR
Nur Khalisa Pratiwi
Skrip Film
Surga Yang Bersembunyi (Script Film)
Silvia
Flash
Tempat Ternyaman di Dunia
AlifatulM
Flash
Bronze
Penjiplak Skripsi
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Bronze
PENANTIAN
Gie_aja
Cerpen
Takdir Dari Rahim
Temu Sunyi
Novel
Bronze
Rainbow In My Love
ArsheilaW
Novel
Pribumi
Raida Hasan
Rekomendasi
Cerpen
MAWAR, ULAR, DAN KUCING LIAR
Rian Widagdo
Cerpen
FISIKA oh FISIKA
Rian Widagdo
Cerpen
1 2 3
Rian Widagdo
Cerpen
AKU MELIHAT NAGA MENARI KEMUDIAN MATI
Rian Widagdo
Cerpen
BONEKA-BONEKA YANG MENARI DI MALAM SEPI
Rian Widagdo
Cerpen
Bronze
SOBO DAN LENDIR AJAIBNYA
Rian Widagdo
Cerpen
Bronze
ORANG-ORANG YANG KELUAR DARI BOTOL
Rian Widagdo
Novel
Bronze
End in lovE
Rian Widagdo
Cerpen
Bronze
NURANI
Rian Widagdo
Cerpen
Bronze
JUTAAN WAKTUKU MENUNGGUMU
Rian Widagdo
Cerpen
Bronze
MALAM BAGI SENJA
Rian Widagdo
Cerpen
BONEKA KAYU
Rian Widagdo
Cerpen
PEREMPUAN BAYANG KELAM
Rian Widagdo
Cerpen
O2
Rian Widagdo
Cerpen
BOM
Rian Widagdo