Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Bab 1 – Dorongan Eksplorasi
Malam itu, di kafe remang-remang dengan aroma kopi kuat yang memenuhi udara, empat sekawan itu berembuk. Ari, dengan kamera DSLR usang di pangkuannya, adalah otak di balik setiap ide gila mereka. Rambutnya gondrong sebahu, selalu diikat asal-asalan, memberikan kesan seniman yang tak peduli dunia. Di hadapannya, Bayu, si pemberani yang selalu jadi vanguard dalam setiap ekspedisi, menggosok-gosokkan tangan, tidak sabar. Tubuhnya tegap, otot lengannya terlihat jelas di balik kaus hitam yang dikenakannya, hasil dari hobinya mendaki dan berlatih parkour. Rani, yang paling kalem di antara mereka, sibuk membolak-balik tabletnya, mencari informasi lebih lanjut. Kacamata bulat bertengger di hidungnya, mencerminkan cahaya layar, dan jari-jarinya lincah di atas keyboard virtual. Terakhir, Dita, si cerewet yang selalu punya komentar pedas tapi paling penakut, menggigit sedotan minumannya, sesekali melirik khawatir ke arah Ari.
"Jadi, bagaimana?" tanya Ari, matanya berbinar. "Kapal Kelana Laut. Enam puluh tahun terdampar, tidak pernah dipindahkan. Cerita mistisnya segudang."
Bayu langsung menyambar, "Kedengarannya asyik! Pasti banyak sudut gelap yang bisa kita jelajahi. Siapa tahu ada hantu pelaut tua yang siap menyambut kita!" Ia tertawa renyah, tapi ada nada antusiasme yang tak bisa disembunyikan.
Rani menggeser tabletnya mendekat. "Beberapa artikel menyebutkan kapal ini terbengkalai setelah insiden misterius. Semua awaknya hilang tanpa jejak. Ada yang bilang mereka bunuh diri massal, ada juga yang bilang ditarik ke dimensi lain." Ia menunjuk beberapa paragraf dengan ujung pensilnya. "Sejak itu, warga sekitar menghindari kapal ini. Mereka percaya ada sesuatu yang sangat jahat berdiam di sana."
Dita mendengus. "Kalian serius? 'Sesuatu yang sangat jahat'? Apa kita tidak bisa mencari tempat angker yang lebih... aman? Misalnya, rumah kosong di ujung gang atau bekas rumah sakit jiwa yang tidak terlalu jauh dari peradaban?" Suaranya sedikit bergetar, meskipun ia berusaha menyembunyikannya dengan nada merajuk.
"Justru itu tantangannya, Dita!" Ari tersenyum lebar. "Ini bukan sekadar eksplorasi, ini adalah puncak dari semua petualangan kita. Bayangkan view yang akan kita dapatkan dari sana. Video kita pasti akan viral!" Ia membayangkan ribuan like dan comment membanjiri kanal YouTube mereka. Proyek video mereka, "Jelajah Horor Indonesia", sudah cukup dikenal di kalangan ghost hunter amatir, tapi belum pernah sekalipun mereka menemukan sesuatu yang benar-benar paranormal. Ini bisa jadi kesempatan emas.
"Tapi warga setempat memperingatkan untuk tidak mendekat. Itu berarti ada alasan kuat, kan?" Dita masih mencoba.
"Itu hanya mitos, Dita," kata Bayu, mencoba menenangkan. "Lagipula, kalau ada apa-apa, kan ada aku yang siap melindungi kalian." Ia membusungkan dada dengan bangga.
Rani menatap mereka bergantian. "Aku ...