Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Thriller
Masih Sembunyi
1
Suka
30
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Kafe merupakan salah satu tempat aman bagi Tania karena di dalamnya sangat berisik, teman-temannya ada di sana, dan orang-orang pun pasti sibuk dengan urusan masing-masing. Hari ini Tania ikut bersama teman-temannya untuk sekedar mengerjakan tugas, walau dia sadar uang sakunya menipis, rasa takutnya selama beberapa hari ini lebih mengganggu dari biasanya.

Melihat teman-temannya yang lain sibuk mengumpan bahan seputar tugas, sesekali bersenda gurau, Tania tidak berani menyampaikan apa yang dia rasakan dan alami selama beberapa hari belakangan. Kegalauannya hari ini sampai pada titik menarik perhatian salah seorang teman yang duduk di sebelahnya.

"Kamu kenapa Tan? Makin hari keknya kamu makin kalem",

"Ha? Oh, makin kalem?", Tania membeo.

Tatapan temannya itu semakin cemas setelah melihat reaksi gusar yang dibuat Tania, seolah menyadari bahwa ada yang salah dan belum diceritakan oleh salah satu temannya itu. "kamu mau cerita kah?", tanya temannya.

Ada sedikit perasaan lega yang naik ke permukaan sesaat ketika Tania sadar bahwa mungkin saat ini dia bisa menyampaikan isi pikirannya yang terpendam. Dia sesekali melirik ke arah teman-teman yang masih sibuk berbincang hal lain.

Sambil mendekatkan kepalanya ke sang teman, Tania berbisik "kamu pernah diikutin orang asing waktu mau pulang ke rumah ga, Ri?"

"Diikutin kayak gimana emang?",

"Kalau pulang 'kan aku sering jalan kaki pas masuk lorong, biasanya ada bapak-bapak yang suka, kayak ngikut dari belakang pas udah turun dari angkot",

"Mungkin bapaknya punya rumah deket kamu, Tan",

"Mungkin, sih. Tapi bapak ini baru sering ngikutin dari minggu lalu, pas kakakku baru aja keluar buat pindah kerja, minggu-minggu sebelumnya ga pernah",

Sontak Sari yang mendengar itu menarik tubuhnya, tertegun, lalu menatap Tania lekat-lekat. Ada raut cemas yang sangat terukir di wajahnya. Sari tanpa sadar menarik salah satu lengan Tania dengan kedua tangan dan menggenggamnya erat. Dia sangat terkejut, tapi masih berusaha untuk tidak terdengar panik, jadi dia meresepon kembali dengan berbisik.

"Kamu udah lapor polisi?", tanya Sari.

Tania mengangguk, "Tapi setiap minta tolong polisi, bapak itu tiba-tiba hilang, jadi aku dikira bercanda"

"Pernah kamu foto ga bapaknya?",

"Nggak juga, aku takut kalau bapak itu tau aku foto diem-diem, siapatau dia ngejar", balas Tania makin menundukkan kepala. Rasanya dia juga ingin menceritakan bagaimana celana dalamnya menghilang satu persatu. Walau awalnya dia berasumsi bahwa pakaiannya mungkin menghilang saat dijemur, dia kemudian sadar bahwa pakaian yang hilang itu berasal dari keranjang cucian kotor.

Rasa tidak nyaman selagi mengingat hal-hal yang terjadi pada dirinya belakangan hari ini menyisakan sensasi gatal yang menggerogoti dari punggung hingga lehernya. Perutnya seolah bergejolak menelan ingatan yang menjijikkan, mendorongnya ingin muntah saja di tempat.

Sari masih memikirkan cara untuk membantu Tania, namun dirinya yang juga tinggal sangat jauh dari rumah Tania dan tidak punya kendaraan sendiri merasa tidak dapat melakukan apa-apa. Ujung-ujungnya dia hanya mampu menghibur Tania yang mungkin masih merasa kesulitan.

Sebelum keluar dari kafe, Tania masuk pergi ke toilet, dia berdiri cukup lama di depan cermin hanya memandang wajahnya yang terlihat lelah. Dia berharap ada serangga yang menggingit seluruh wajahnya agar memerah, dengan begitu dia bisa menggaruk seluruh rasa gatal yang timbul. Dia tidak ingin kembali ke rumah.

Kedua lengan hingga tangannya terasa gatal, seolah ratusan serangga berjalan di bawah kulitnya. Semua rasa takut dan cemas itu membuat Tania melihat sembarangan, dia sempat melompat kaget karena mengira melihat sepasang kaki kering mengenakan sendal seperti yang dikenakan bapak yang mengikutnya beberapa hari belakangan di balik salah satu pintu kamar mandi yang tertutup.

Gadis itu menghembuskan napas panjang, mencoba menenangkan diri, memikirkan cara untuk melalui hari ini. Sebelum keluar toilet wanita, Tania menyempatkan diri untuk mendorong salah satu pintu toilet yang mengejutkannya tadi. Kosong.

Dan memang seharusnya kosong, untuk apa sosok itu sampai berani masuk ke toliet wanita.

Tania yang berjalan mendekati kumpulan teman-temannya yang sudah menunggu di lahan parkir menenangkan diri dengan berpikir logis, bahwa rasa takutnya ini disebabkan ketidaktahuan, karena Tania belum pernah bertemu langsung atau bicara dengan sosok yang selama ini mengikutinya. Adapaun jika seseorang benar-benar ingin mencelakainya karena melihat celah, dia tidak boleh terlihat lemah agar orang itu semakin percaya diri bahwa dia telah memilih mangsa yang tepat.

Siapa yang menyangka bahwa selama Tania berada di dalam toilet, Sari menceritakan bagaimana kondisi Tania kepada seluruh teman-temannya yang lain. Ada tujuh orang di sana, dan mereka semua setuju untuk menemani Tania kembali ke rumahnya dan menginap untuk malam ini.

Tania dipeluk oleh dua orang temannya yang memang mudah tersentuh dan sangat keibuan, salah satunya berujar "ga usah takut ya, Tan. Kamu ga sendiri kok, kami bakal temenin terus sampai orang gila itu hilang"

Ujaran sederhana yang disampaikan dengan begitu tulus itu melunturkan semua rasa dingin yang awalnya menggerogoti tubuh Tania. Dia tidak tahu bahwa mungkin inilah yang dia butuhkan. Padahal dia tidak terlalu berharap akan memperoleh perhatian. Sekedar membayangkan bahwa malam ini dia tidak akan berjalan dan tidur sendirian di dalam rumahnya membuat Tania hampir menitikkan air mata.

Tania dibonceng salah satu temannya, motor mereka berjalan di depan dan yang lain mengikut dari belakang. Tania menunjukkan belokan-belokan yang harus diambil, dan sesekali menunjuk pada lokasi ketika dia biasa diikuti oleh bapak-bapak yang mencurigakan itu.

Sesampainya di depan rumah Tania, teman-temannya yang lain masuk terlebih dahulu ke dalam rumah selagi Tania mengunci pagar. Dia memandangi sepanjang jalan yang kosong, mengingat bahwa biasanya ada sosok yang pura-pura membalikkan badan atau tiba-tiba bersembunyi ketika Tania hendak mengunci pagar dan menghadap keluar. Orang itu tidak ada dengusnya.

Kali ini juga tidak ada yang janggal, seperti sisa puntung rokok yang biasanya tersebar di depan jendela rumah Tania.

Walau ini bukan kali pertama Tania menerima teman yang menginap, teman-temannya itu mungkin baru pertama kali melihat rumah Tania yang mungil. Namun karena perabot yang sedikit membuat rumah itu cukup lapang dan nyaman untuk ditempati. Tania tidak akan tidur di kamar tidurnya, dia akan tidur bersama teman-temannya di ruang tamu.

Selagi Tania menyiapkan cemilan di dapur, salah seorang temannya bertanya di mana dia bisa mengambil selimut dan bantal lebih. Tania memintanya untuk mengambil di kamar tidurnya saja, dan jika mau lebih, sisanya ada di dalam lemari.

Sari yang masih merasa cemas menemani Tania di dapur, walau dia bisa melihat Tania kini sedikit tersenyum ketika mengaduk adonan untuk digoreng. Dia tetap bertanya "kamu udah gapapa 'kan, Tan?"

"Hm? Iyadong, tadi di jalan aja bapak itu ga ada, terus kalo ramean gini orang itu bisa apa emangnya?", Tania menoleh dengan menyungging senyum.

Sari turut membalas dengan senyuman, dia juga senang bisa membantu kali ini. Keputusannya untuk langsung meminta izin kepada kedua orang tuanya dan menceritakan kondisi Tania kepada yang lain merupakan hal yang tepat. Sebenarnya Sari punya keinginan untuk melihat si penguntit, namun dengan tidak melihatnya hari ini mungkin merupakan pertanda yang baik bagi Tania dan dirinya juga.

Sari membantu Tania membersihkan dapur lalu bergabung dengan teman-temannya yang lain di ruang tamu. Gadis-gadis itu telah berganti pakaian dengan baju yang lebih sederhana, tentunya karena sebelumnya tidak membawa persiapan apa-apa, jadi mereka meminjam baju-baju Tania.

"Kamu gamau mandi juga, Tan?", tanya seorang temannya.

Setelah diingat-ingat lagi, Tania lupa untuk mandi karena terlalu sibuk menjamu tamu-tamu dadakannya sore ini. Sebagai tanda bahwa dia akan mandi, Tania mengangguk dan langsung bangkit, berjalan menerjang kamar mandi yang berada di dalam kamar tidurnya.

Di dalam ruang kecil itu, pikiran Tania yang awalnya hanya diisi suara deru air yang mengisi bak tiba-tiba menjadi hening ketika dia mendapati sepasang sendal jepit berwarna hijau asing terjemur di salah satu sisi tembok. Bagaimanapun, ukurannya terlalu besar untuk kakinya. Tania menelan ludah dan mencoba meyakinkan diri bahwa sendal itu milik salah satu temannya.

Tania yang selesai mandi segera berpakaian dan menerjang keluar kamar dengan jantung yang berdebar kencang. Tanpa disadari wajahnya memucat dan menjadi datar, begitu teman-temannya melihat Tania yang kembali, salah satunya mengira bahwa dia mungkin kesal.

"Ah, Tan. Maap, tadi aku pake sendal kamu di wc pas mau mandi", ujarnya.

Tania menoleh kepada temannya yang berbicara, lalu bertanya "kamu nemu sendalnya di mana?"

"Ada di kolong kasur kamu. Eh, tapi si Rara juga pake tadi katanya, buat mandi",

Pada akhirnya, Tania mendapati bahwa semua temannya mengenakan sendal asing yang entah bagaimana bisa ada di dalam kamar tidurnya. Juga bahwa ternyata mereka semua berganti pakaian di dalam kamar itu. Firasat Tania tidak enak. Dia bingung apakah kekhawatirannya saat ini perlu dia sampaikan kepada yang lain, atau sebaiknya cukup dia saja yang tahu.

Tania akhirnya merespon dengan mengatakan bahwa sendal itu memang miliknya, dan dia tidak keberatan sama sekali jika dipakai bergantian dari tadi.

Tanpa mengucapkan apa-apa, Tania menarik Sari untuk menemaninya kembali ke kamar tidur. Ketika seseorang ketakutan, insting pertama yang dilakukan seseorang adalah untuk menghindar dari sumber yang memunculkan rasa takut itu. Tania yang takut kini tentunya sadar dia tidak akan sanggup menghadapi hal yang ditakutinya, jadi untuk mengatasi hal itu, dia harap kali ini bisa meminta tolong yang lain.

Namun rasa takut Tania di mata Sari terlihat membingungkan, sulit untuk menebak kenapa Tania bisa begitu takut sekarang.

"Kenapa Tan?", tanya Sari sembari menutupi tangan Tania yang tengah mencengkeram lengannya dengan erat.

"Ri, boleh..", Tania bergumam, "boleh.. tolong.. kamu cek di kolong kasur ada apa?"

Dari nada bicara yang begitu pelan, seolah berbisik, dan tatapan Tania yang hampa seolah mencoba mematikan setiap indra tubuhnya. Mata Sari membulat, dadanya naik turun, seolah menangkap maksud yang ingin disampaikan Tania. Hal yang Tania tidak ingin lakukan adalah menebar rasa takut yang dia alami kepada teman-temannya yang sudah berbaik hati ingin membantu, namun kali ini dia gagal, karena Sari pun ikut merinding membayangkan kemungkinan yang bisa saja terjadi.

Sari telah memegang smartphone-nya dengan erat, menyalakan senter dan bersumpah pada diri sendiri bahwa dia akan langsung mengambil foto jika memang benar ada orang di bawah kasur. Begitu tangannya menyentuh lantai yang dingin, dia mulai berpikir kenapa tidak memanggil semua temannya saja kemari sehingga setidaknya tidak hanya mereka berdua di dalam kamar itu.

Sari memberanikan diri untuk menempelkan kepalanya di lantai, namun berat baginya untuk langsung membuka mata, jadi wajah dan senter yang dinyalakannya itu hanya sekedar menghadap bagian bawah kasur yang juga kosong. Setelah menunggu beberapa detik, Sari membuka matanya, dan sebuah senyuman mengembang di wajahnya.

"Ga ada apa-apa Tan!", serunya girang.

Tania yang awalnya telah mempersiapkan diri, kini pertahanannya luntur kembali. Dia dengan cepat ikut merunduk dan melihat ke kolong kasurnya, mengenakan ekspresi yang sama persis dengan Sari. Dia sangat lega bahwa sosok yang ditakutinya benar-benar tidak ada.

Setelah semua gejolak emosi dan ketegangan yang dilalui, Sari bernapas tersenggal-senggal "aman 'kan Tan?"

Tania mengangguk antusias. Dia merasa lebih lega dari sebelumnya, misteri sendal di kamar mandinya mungkin hanya tertinggal, kekhawatiran bahwa bapak-bapak yang mengikutinya mungkin bersembunyi di balik beberapa perabot rumah juga telah sirna. Dia yakin tidak ada yang perlu dikhawatirkan lebih lanjut, toh teman-temannya pun ada di sini, dia tidak perlu takut seorang diri.

Setelah ini, Tania merasa yakin bahwa kekhawatirannya akan berujung sia-sia, dan dia tidak akan memikirkan hal yang tidak-tidak. Gadis itu bangkit terlebih dulu untuk segera kembali ke teman-teman yang ada di ruang tamu karena suasana hatinya yang telah membaik.

Walau sebelumnya Sari telah tersenyum lebar di hadapan Tania, gadis itu kembali melirik ke bawah kasur, menyinari salah satu lantai yang dia pikir seharusnya tidak dalam kondisi seperti itu. Cahaya senternya dia gerakkan ke sudut-sudut berbeda untuk memastikan pantulan cahaya yang dia lihat itu benar-benar sebuah cairan berwarna putih.

Begitu dia kembali ke ruang tamu, Sari tidak tega menyampaikan apa yang dia lihat kepada Tania. Kini dia pun merasa terganggu, membayangkan seseorang yang mungkn benar-benar mengawasinya di dalam rumah ini.

Kedelepan gadis di dalam ruangan itu saling menentukan posisi tidur, Tania dan Sari berada di tengah. Semua lampu di dalam rumah itu dimatikan, dan hanya menyisakan sebuah cahaya dari lampu hias yang ada di ruang tamu. Kehangatan dari pelukan teman-temannya yang tulus membuat Tania yakin akan tidur dengan nyenyak malam ini,

Gadis itu mulai menutup mata setelah beberapa menit memerhatikan sekelilingnya, mungkin Tania menjadi yang terakhir tidur malam itu. Suara dengkuran teman-temannya yang ada di samping dan suara rintik hujan menjadi penenang yang membuatnya mengantuk.

Kalaupun dia mendengar suara becek dan deru napas yang tidak beraturan di tengah semua itu, ujung-ujungnya dia tidak akan mendapati siapapun karena asal suara itu akan spontan bersembunyi.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (1)
Rekomendasi dari Thriller
Cerpen
Masih Sembunyi
Mawly Yazeed
Novel
Gold
Origin
Mizan Publishing
Novel
Kejahatan yang Sempurna
Maureen Fatma
Novel
GRIM GAME
moris avisena
Flash
Rencana Pembunuhan
eko s
Novel
Pramuria (Waitress)
Awang Nurhakim
Novel
Bronze
Jurnal Para Arwah: ATMA
Bakasai
Novel
Bronze
Intrik
Eko Hartono
Novel
The Last Dinner
Hari Basuki
Novel
Bronze
Ritual Pemanggil
Andriani Keumala
Novel
KULMINASI
Tri Wahyuningsih
Novel
Bronze
Berbalas Surat Denganmu
Seli Suliastuti
Novel
Gold
Carmine
Noura Publishing
Novel
Bronze
Darling, bisa aku bedah kepalamu?
mahes.varaa
Novel
Aksioma
Maria Veronica S
Rekomendasi
Cerpen
Masih Sembunyi
Mawly Yazeed