Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Sinopsis
Sejak kepulangan Gladis dari pendakiannya ke sebuah bukit, banyak kejadian-kejadian aneh di rumah Surya.
Gladis yang sebelumya memiliki sifat yang periang berubah menjadi gadis yang sangat pendiam. Lebih sering mengunci diri di kamar.
keanehan demi keanehan terus berlanjut. Bi Marni pembantu rumah Surya sering sekali kehilangan daging mentah di dalam kulkas.
Teror semakin mencekam. Surya yang sering melihat Gladis bersikap aneh mencoba mencari tau apa sebenarnya yang terjadi pada putrinya itu. Tapi usaha Surya justru menguak tabir kelam masa lalu pak Surya.
PART 1
Hujan yang turun sejak sore hari membuat cuaca terasa dingin. Apa lagi bagi penduduk kampung yang tinggal di bawah kaki gunung Ciremai. Pintu-pintu rumah sudah tertutup rapat sejak menjelang waktu magrib. Seperti halnya dengan Surya dan istrinya yang memilih menghangatkan tubuh di bawah selimut.
"Sakit, Kang!"
Arum yang sedang tidur di samping suaminya terbangun karena merasakan sakit yang teramat di sekitar perut dan pinggang.
"Kenapa, Bu? Apanya yang sakit?" tanya Surya sambil mengucek mata.
Surya yang tidur sejak habis sholat isya terbangun saat mendengan rintihan kesakitan istrinya yang sedang hamil tua.
"Jangan-jangan Ibu teh sudah mau lahiran?" Surya menyingkap selimutnya dan mengelus perut istrinya yang besar.
"Enggak tahu, Kang? Rasanya sakit sekali. Menurut bidan desa, Ibu melahirkan sekitar dua mingguan lagi." Arum mengatur napas agar bisa meringankan rasa sakitnya.
Surya melirik jam tua yang menempel pada dinding kamarnya. Waktu menunjukkan pukul sebelas malam.
Tok! tok! tok!
"Ini Titin, Kang."
Titin, adik perempuan Surya yang malam itu bermaksud ke kamar mandi berhenti di depan kamar kakaknya karena mendengar suara rintihan Arum.
"Masuk saja, Tin, pintunya tidak dikunci."
Titin pun mendorong pintu kamar kakaknya dengan hati-hati.
"Astaghfirullah. Teh Arum kenapa, Kang?" tanya Titin sambil menghampiri kakak iparnya.
"Akang juga tidak tahu. Tadi sebelum tidur, Arum baik-baik saja," jawab Surya.
"Teteh, apa yang dirasa?" Titin duduk di samping Arum yang sedang memegangi area perut dan pinggang.
"Perut sama pinggang Teteh sakit dan panas, Tin. Percis seperi waktu mau melahiran Gladis," jawab Arum sambil meringis menahan sakit.
"Jangan-jangan Teteh mau melahirkan?"
"Menurut bidan desa Teteh mu melahirkan antara dua mingguan lagi. Bagaimana ini? Mana jarak ke bidan desa jauh. Tahu bakal begini tadi Akang pinjam mobil Bos." Surya mengaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Titin bangunkan Emak, ya, Kang? Takutnya perkiraan bidan desa salah." Titin menatap Surya.
"Bagaimana baiknya saja, Tin. Terus terang Akang bingung. Untung Gladis sudah tidur sama Eyangnya."
Baru saja Titin membuka pintu kamar untuk memberi tahu ibunya perihal Arum, seorang perempuan paruh baya mengenakan daster sudah berdiri di luar pintu.
"Ada apa rame-rame di kamar Akangmu, Tin?"
"Teteh Arum sakit perut seperti mau melahirkan, Mak. Perutnya mules sama pinggangnya sakit," jawab Titin memberi jalan pada ibunya.
Mendengar ucapan Titin, wanita paruh baya itu lansung menghampiri Arum. Bibir Mak Euis yang sedang menguyah sirih komat Kamit sambil meraba perut menantunya yang sedang berpegangan pada tiang ranjang besi.
"Tin, tolong pangilkan Dedeh di kamar depan. Ini darurat. Emak mau ambil dulu garam di kamar." Mak Euis buru-buru keluar dari kamar Surya.
Untuk sampai ke kamar adiknya, Titin harus melewati beberapa kamar yang berjejer. Du...