Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Prolog
Robot yang pada umumnya diciptakan untuk membantu pekerjaan manusia, ternyata tidak hanya terbuat dari logam dan kabel. Tapi juga dari tulang dan daging.
Ia diberi nama manusia, diperlakukan seperti mesin, dan diharapkan bekerja tanpa lelah. Setiap pagi ia bangun tepat waktu, menata wajahnya seperti layar datar tanpa ekspresi, tanpa suara kesakitan. Tidak ada tombol darurat untuk rasa lelah, tidak ada sistem pendingin untuk hati yang terlalu panas oleh kecewa.
Orang-orang menyebutnya kuat. Mereka tak pernah bertanya apa yang harus dikorbankan agar kata kuat itu tetap berdiri. Sebab robot jenis ini tidak pernah diajari cara mengeluh. Ia hanya tahu satu perintah, bertahan.
Dan seperti robot pada umumnya, jika suatu hari ia rusak, semua akan heran. Bukan karena ia hancur, melainkan karena selama ini mereka lupa, bahwa di balik rangka yang tampak kokoh, ada hati yang belajar berpura-pura tidak merasa apa-apa.
Bab 1: Setia yang Tak Setara
Hari-hari Arwan kini seakan menguap begitu saja, mengalir tanpa jeda dalam putaran waktu yang membosankan. Tanpa ia sadari, sudah lebih dari satu tahun ia menapaki tanah Jawa, mengadu nasib di perantauan bersama sahabatnya, Reno. Rutinitas memotong ayam dari satu ekor ke ratusan ekor lainnya, perlahan membuat jemarinya kapalan dan batinnya terbiasa dengan bau anyir yang melekat.
Namun, di balik ketenangan wajahnya yang kaku, kejadian pahit di Baturaden setahun silam masih sering menyelinap masuk ke dalam mimpinya. Luka itu belum sembuh benar, bahkan kerap terulang kembali dalam skenario yang berbeda-beda, seolah rasa sakit itu gemar membuntuti langkahnya ke mana pun ia pergi.
Arwan memilih untuk tetap diam dan bersabar. Baginya, ini adalah harga yang harus dibayar sebagai perantau yang menumpang di atap...