Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Bandung. 2030
Prof. Hermawan. Seorang profesor ternama milik Tanah Pasundan, beberapa kali menciptakan sebuah penemuan baru tapi karyanya itu tidak pernah diapresiasi. Tekadnya untuk menghasilkan sebuah penemuan yang bermanfaat bagi banyak orang belum selesai. Oleh sebab itu, pada tahun 2030 ini, dia melakukan penelitian bawah tanah untuk menciptakan sebuah peradaban baru, yakni robot yang berasal dari manusia. Manusia memiliki kecerdasan yang dibawa sejak lahir, kecerdasan yang tidak dimiliki oleh robot. Menurut Prof Hermawan, sebaik apapun robot tetap tidak akan menyamai kinerja dari manusia.
Bandung modern saat ini telah menggunakan hampir 70% sektor pekerjaan dengan robot. Tidak ada lagi masinis, supir bus bahkan pilot, semua sudah dikendalikan dengan mesin dan robot. Namun, banyak robot yang akhirnya rusak karena terlalu banyak bekerja. Bagaimana pun robot tidak akan bisa menyaingi manusia.
Untuk menjadi manusia robot, Prof Hermawan menyaring orang-orang yang telah putus asa dengan hidupnya. Peraturan pertama dalam penelitiannya ini, semua orang yang berpartisipasi harus rela kehilangan ingatannya.
“Anda sudah tahu kan konsekuensi dari penelitian ini?”
Prof Hermawan bertanya kepada seorang lelaki berumur 30 tahun. Wajah lelaki itu pucat pasi, di dagu dan pipinya dihiasi banyak bulu halus, di bawah matanya terdapat kantung mata yang sangat hitam, dan tubuhnya sangat kurus. Terlihat sangat mengenaskan.
Lelaki itu mengangguk.
“Jika anda sudah menandatangani surat pernyataan ini, maka tidak ada jalan untuk kembali.”
Prof Hermawan menegaskan kembali persyaratan untuk mengikuti penelitiannya ini. Lagi-lagi lelaki itu mengangguk. Lelaki itu lantas mengambil sebuah kertas lalu menuliskan data dirinya. Langkah terakhir, dia menandatangani surat persetujuan itu yang artinya dia sudah rela kehilangan ingatannya.
“Tenang saja. Saya akan memberikan kesempatan anda mengingat kembali kenangan anda untuk terakhir kalinya. Silahkan masuk ke ruangan ini.”
Lelaki itu memasuki sebuah ruangan kecil berwarna putih yang di dalamnya sudah terdapat banyak alat yang tentu saja dia tidak tahu fungsinya apa. Prof Hermawan menempelkan headphone di telinganya. Musik menjalar dari alat ke dalam telinga lelaki itu. Perlahan dia bisa merasakan sengatan di tubuhnya lalu satu-persatu kenangannya muncul.
*****
Sebelas tahun lalu, terjadi kemarau panjang yang menimbulkan kelaparan di sebuah desa. Banyak kematian disebabkan kemarau ini. Banyak warga desa yang akhirnya melakukan berbagai cara demi mendapatkan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari mereka. Salah satu caranya membeli air itu dari
Juragan Jaja, orang terkaya di desa itu. Konon katanya, Juragan Jaja mempunyai sumber air yang tidak akan pernah habis bahkan pada musim kemarau.
Seorang lelaki tampak gelisah karena anaknya yang terus menangis. Kehausan dan popok yang belum diganti menjadi alasan mengapa anaknya itu menangis.
“Bagaimana jika kita membeli air di Jurangan Jaja, A?”
“Tapi… aku belum dapat pekerjaan lagi, hanya ini uang yang tersisa.” Lelaki itu mengeluarkan uang dua puluh ribu rupiah.
“Tidak usah risau. Aku bisa pinjam ke ibu atau tetehku.”
Akhirnya lelaki itu membeli air di Jurangan Jaja. Namun air yang lelaki itu beli hanya cukup dipakai untuk satu hari saja. Kegundahan kembali menerpa keesokan harinya, air yang mereka beli, tinggal tersisa satu gayung lagi, sedang kebutuhan akan air masih banyak. Yang utama adalah kebutuhan anak mereka yang masih berumur tiga bulan. Tentu saja diumurnya yang masih belia, anak mereka belum bisa diberitahu dan belum mengerti apa-apa.
“Aku sudah pinjam ibu dan teteh. Mereka pun sama, tidak ada uang. Sulit mencari uang di saat
seperti ini.”
Lelaki itu mendengarkan perkataan istrinya yang sedang mengendong anak mereka itu sambil berpikir. Hanya ada satu jalan, dia bisa mendapatkan uang dengan menjual barang-barang yang ada di rumah mereka. Meja kecil, cermin dan lukisan peninggalan ayahnya sepertinya bisa dijual dengan harga tinggi.
Setelah mendapatkan pembeli, dia kembali ke Jurangan Jaja dan membeli air kembali dalam jumlah banyak. Merasa memiliki air banyak, dia dan istrinya menggunakan air itu dengan sedikit berlebihan. Setelah beberapa hari, air mereka kembali habis, lelaki itu kembali menjual barangbarangnya dan kembali membeli air di Jurangan Jaja. Sampai semua barang di rumahnya habis. Sekarang dia sudah tidak punya air, uang, dan juga barang. Lengkap sudah penderitaan yang dia rasakan.
Kemarau tidak kunjung berhenti. Semakin banyak orang kesulitan mencari air. Bahkan Jurangan Jaja meninggikan harga airnya menjadi dua kali lipat harga sebelumnya. Banyak warga yang akhirnya menyerah dan pasrah dengan keadaan mereka. Berharap mendapatkan bantuan dari pemerintah.
Pada suatu hari, lelaki itu tidak dapat menemukan istri dan anaknya di rumah. Setelah mencari ke mana-mana, istrinya itu tidak kunjung ditemukan.
Aku harus pergi, demi anak kita.
Kamu bisa menemukan kebahagiaanmu nanti. walau tanpa kami.
Lelaki itu membaca berulang kali kalimat perpisahan dari istrinya. Keadaanya semakin terpuruk, dia sudah tidak punya apa-apa lagi sekarang.
Enam bulan kemudian saat kemarau sudah tiada, saat lelaki itu sudah menemukan pekerjaan baru, lelaki itu menerima kabar bahwa istrinya sudah menikah lagi.
*****
Waktu yang diberikan Prof Hermawan untuk lelaki itu mengenang masa lalunya sudah selesai. Lelaki itu keluar dari ruangan.
“Anda akan menghapus kenangan tadi. Apakah anda siap?”
“Sudah sebelas tahun aku menderita karena kenangan itu. Kurasa akan lebih baik jika aku bisa melupakannya secepat mungkin.”
“Dengan ini, anda bersedia memberikan semua hidup anda pada saya?”
“Hatiku sudah patah. Hidupku sudah selesai. Silahkan ambil apa pun yang kau mau.”
“Selamat datang.”
Lelaki itu mengangguk, lalu diarahkan ke ruangan lain. Di ruangan itu terlihat seorang perempuan yang sedang menunduk dalam. Perempuan itu menoleh, terganggu dengan kehadiran lelaki itu.
“Harti?”
“Aa?”
“Kamu sedang apa di sini?”
Perempuan yang dipanggil Harti itu tersenyum. Namun ada kesedihan dalam senyumannya itu.
“Aku mengikuti penelitian ini.”
“Mengapa?” Tanya lelaki itu. Seharusnya Harti bahagia dengan keluarga barunya.
“Suamiku hanya memanfaatkanku untuk mengurus rumah dan anak-anaknya. Bahkan dia menikah lagi dengan perempuan yang lebih muda dariku.”
“Anak kita? Anak kita bagaimana?”
Raut wajah Harti bertambah sendu. “Anak kita sudah tiada. Dua tahun lalu.” Lelaki itu sangat terkejut dengan kenyataan baru yang dia terima.
“Bagaimana nungkin?”
“Maafkan aku... A. Aku tidak bisa menjaga anak kita.”
Walau harus menghadapi kenyataan pahit. Lelaki itu hanya bisa mendoakan semoga anaknya sudah bahagia di surga.
“Nomor dua silahkan masuk.”
Harti berdiri. “Sekali lagi maafkan aku. Selamat tinggal.”
“Selamat tinggal.” Balas lelaki itu.
Mereka memilih untuk menghapus ingatan demi melupakan kenangan buruk yang menimpa. Waktu tidak bisa diputar kembali, pada akhirnya rasa sakit akan mengubah seseorang menjadi dirinya yang lain. Sebelum rasa sesal menghampiri, lebih baik hargai apapun milikmu saat ini.
SELESAI