Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Komedi
Mancing gaya. Ikan Raya
1
Suka
366
Dibaca

"Mancing Gaya, Ikan Raya!":

Penulis: Bang Jay

Tahun 2021, pertengahan musim kemarau memang menyiksa. Langit biru yang biasanya menenangkan, kala itu justru terasa seperti atap seng yang dipanaskan matahari. Sore itu, sepulang bekerja, rutinitas seorang jomblo akut bernama Jay kembali menghantuinya. “Ah, tiap hari gini terus,” gumamnya sambil merebahkan diri di kasur. “Malam minggu cuma bisa mancing, biar ada alasan untuk keluar rumah. Hari minggunya pun ujung-ujungnya ya mancing lagi.” Cinta? Jangankan untuk memikirkannya, mengingat definisinya saja sudah terasa seperti pelajaran sejarah yang membosankan.

Mancing bagi Jay bukan sekadar hobi, lebih kepada pelarian sesaat dari kejenuhan. Namun, rencana mancing malam minggu itu kandas sudah. Hujan yang turun seperti air bah membuat angan-angan menaklukkan kolam lele pupus seketika. Padahal, dalam bayangannya, ikan-ikan lele gemuk itu sudah berbaris rapi menanti kedatangannya. “Sudahlah, alam memang kadang tak seberpihak itu,” keluhnya pasrah.

Gagal malam ini, bukan berarti gagal selamanya. Dengan sigap, jemarinya menari di layar ponsel, mencari kontak sang adik laki-laki, Ahmad. “Besok mancing yuk,” ketiknya, “Malam ini gagal total. Padahal persiapan sudah matang.” Padahal, isi persiapannya tak lebih dari sebungkus rokok kretek dan sebotol teh dingin di kulkas. Balasan Ahmad tak lama kemudian, “Yaudah, Bang. Jam berapa besok? Biar seru, ajak yang lain aja yuk.”

Jay terdiam sejenak. Mungkin kalau agak rame memang lebih seru, pikirnya. Sendirian di rumah kontrakan memang kadang membuatnya merasa seperti ikan di dalam akuarium kosong. “Oke deh,” balasnya, lalu meminta Ahmad untuk mengajak adik perempuan mereka, Yati, dan sepupu mereka yang masih duduk di bangku SMP, Adri. Kebetulan, rumah nenek sepupu nya itu memang berdekatan, memudahkan koordinasi.

Setelah menyantap makan malam sederhana, kantuk pun menyerang. Esoknya, meski hari Minggu, Jay terbangun lebih awal dari biasanya. Semangat memancing mengalahkan Alarm alami seorang pemalas di hari libur. Peralatan pancing kesayangan, wadah ikan berupa jaring lusuh namun setia, sebungkus cemilan kacang atom, dan tentu saja, sebungkus rokok baru, semuanya sudah tertata rapi.

Dengan motor bututnya, Jay segera meluncur ke rumah neneknya. Sesampainya di sana, pemandangan tak terduga menyambutnya. Seorang pemuda asing berdiri canggung di ruang tamu, berpamitan kepada neneknya. Ahmad memperkenalkan pemuda itu. “Ini Reza, Bang. Temannya Yati. Ikut mancing juga katanya.”

Jay menatap Reza dari ujung kepala hingga ujung kaki dengan tatapan menyelidik ala detektif kelas teri. Kecurigaan langsung menyeruak. “Kamu teman adikku… apa pacarnya nih?” celetuknya tanpa basa-basi. Muka Reza langsung memerah seperti kepiting rebus, lalu ia cengengesan gugup, “Eh… anu… Bang… anu… aku… itunya Yati… pacarnya… hehe…”

Jay menatapnya tajam sejenak, membuat Reza semakin salah tingkah. Tiba-tiba, Jay menepuk pundak Reza dengan keras, lalu tertawa terbahak-bahak. “Udah santai aja, Bro. Yati udah gede. Dia tahu mana yang terbaik buat dirinya. Asal kamu nggak mempermainkannya aja,” kata Jay dengan nada sok bijak, seolah mereka akan berangkat pengajian, bukan memancing.

Setelah semua berkumpul, petualangan pun dimulai. Jay berboncengan tiga dengan Ahmad dan Adri, menciptakan pemandangan yang cukup memprihatinkan di jalanan. Motor bebeknya yang sudah uzur terlihat kewalahan menanggung beban tiga orang sekaligus. Sementara itu, Yati terlihat mesra berboncengan dengan Reza di motor lain.

Sepanjang perjalanan, Jay tak henti-hentinya mengoceh, membakar semangat para pemancing dadakan ini. “Kita saksikan hari ini! Siapa yang akan menjadi juara sejati!” serunya dengan nada penuh percaya diri, yang lebih terdengar seperti sedang memuji diri sendiri. Yang lain hanya mengangguk-angguk sambil menahan tawa melihat tingkah abang mereka yang terlalu bersemangat.

Jalanan menuju sungai kecil di pinggiran hutan itu cukup merepotkan, apalagi setelah diguyur hujan deras semalam. Kubangan-kubangan air berlumpur menjadi tantangan tersendiri. Mau tak mau, mereka harus menerobosnya, membuat pakaian mereka terciprat lumpur. “Anggap saja ini ritual sebelum mendapatkan hasil panen ikan yang melimpah!” ujar Jay mencoba menghibur diri dan yang lainnya.

Setibanya di lokasi, mereka membersihkan diri seadanya dengan air sungai. Motor Jay sudah terlihat seperti kerbau yang baru keluar dari kubangan lumpur. Setelah memarkir motor di tempat yang aman, mereka berjalan menyusuri sungai. Ternyata, hari libur memang menarik banyak pemancing. Beberapa orang sudah terlihat asyik dengan jorannya masing-masing.

Mereka terus berjalan hingga menemukan sebuah aliran sungai yang bercabang. “Nah, ini dia surga tersembunyi!” seru Jay penuh keyakinan. Ahmad turun lebih dulu ke sebuah spot yang terlihat menjanjikan. “Jangan lupa baca doa sebelum mancing, Mad. Khususnya doa makan!” celetuk Jay sambil tertawa kecil dan berlari menuju spot pilihannya. Adri, sang sepupu setia, mengekor di belakangnya, bertugas sebagai pengawal pribadi Jay agar tidak tersesat di dekat hutan.

Tiba-tiba, langkah Jay terhenti mendadak, membuat Adri terkejut. “Ada apa, Bang? Jangan bikin orang jantungan di dekat hutan begini!” protes Adri dengan wajah pucat. Jay menatapnya serius, lalu mengarahkan telunjuknya ke sebuah lekukan sungai yang agak tersembunyi. “Itu, Dri. Sepertinya tempat yang cocok. Abang yakin pasti banyak ikannya di sana.” Adri menghela napas lega. “Ish, Abang ini. Kupikir ada macan tadi.”

Jay mengajak Adri turun menuju spot "emas" itu. Medan yang cukup ekstrem memaksa mereka merosot di tanah seperti anak kecil bermain perosotan, membuat celana mereka semakin kotor. Tanpa mempedulikan debu dan lumpur, Jay langsung mempersiapkan peralatannya.

Umpan cacing segar terpasang di kail, lalu dengan gerakan meyakinkan, Jay melemparkannya ke tengah sungai. Tak lama kemudian, sentakan kuat terasa di ujung joran. “Hap!” Seekor ikan lele suleukuran lengan bayi berhasil diangkat. Senyum puas mengembang di wajah Jay. “Gini kalau mancing. Jangan asal tempat, apalagi asal lempar!” Adri hanya melongo takjub. “Iya, Bang… iya… nanti kalau sudah punya pancing sendiri, kuajak tanding Abang!” sahutnya dengan nada sedikit jengkel.

Jay tak menggubris ejekan kecil itu dan kembali melempar kailnya. Tiba-tiba, suara seruan dari atas mereka mengagetkan. “Banyak dapatnya, Bang?” Seorang pemancing lain berdiri di tepi sungai. “Eh… alhamdulillah, Bang. Baru dapat satu. Baru aja mulai,” jawab Jay ramah. Pemancing itu tersenyum dan berlalu, “Oh, ya sudah, Bang. Aku lanjut cari tempat dulu.”

Belum lama pemancing itu pergi, joran Jay kembali melengkung hebat. Kali ini, seekor ikan mujair sebesar telapak tangan orang dewasa berhasil ditarik ke darat. Mata Adri berbinar-binar melihat hasil tangkapan abang sepupunya.

Lemparan berikutnya kembali membuahkan hasil. Seekor mujair lagi, kali ini berukuran empat jari. “Lumayan buat nambah lauk,” gumam Jay sambil menyulut rokok dan membuka bungkusan kacang atomnya. Adri yang sedari tadi menemaninya mulai merengek. “Kenapa nggak dari tadi sih, Bang? Cacing sudah berontak ini di perut. Laper!” Jay tertawa dan menawarkan rokok, yang hanya dibalas senyuman oleh Adri.

Di sebelah kanan, agak jauh dari tempat mereka, seorang pemancing terlihat lesu. “Semangat, Bang! Biar ikannya juga semangat!” teriak Jay mencoba menyemangati. Pemancing itu terkejut dan menjawab dengan nada pasrah, “Semangat bagaimana, Bang? Dari tadi cuma dapat ikan wader.” “Lho, kan masih jenis ikan, Bang!” balas Jay sambil terkekeh. Pemancing itu hanya bisa tersenyum getir dan kembali fokus pada jorannya.

Melirik ke kiri, tak jauh dari lokasi Ahmad dan Yati, Jay kembali berteriak, “Sudah dapat berapa, Dik?” Ahmad menjawab dengan nada frustrasi, “Boro-boro dapat, Bang. Dimakan juga nggak. Apa ikannya lagi puasa ya?” “Mungkin gaya lemparannya nggak pas. Atau karena belum merokok. Jangan cuma mandiin cacing aja. Kasihan itu cacingnya direndam mulu! Hahaha!” balas Jay yang disambut tawa Ahmad.

Tak lama kemudian, joran Jay kembali bergerak. Mujair lagi! *_Memang lagi rezekinya ini anak jomblo, pikir Jay sambil tersenyum lebar_*.

Sambil menunggu umpan disambar lagi, matanya terus mengawasi para pemancing lain. Pemancing wader di sebelah kanan masih dengan ekspresi yang sama. Ahmad, Reza dan Yati terlihat duduk santai sambil mengobrol. Tiba-tiba, Jay melihat Ahmad mengangkat jorannya. Seekor ikan lele kecil tergantung di ujung kail. “Wah! Kamu dapat anaknya, Mad. Aku dapat emaknya!” seru Jay sambil mengangkat jaringnya yang sudah hampir penuh. Sontak, Ahmad, Yati, dan Reza menoleh serempak. “Diam-diam sudah hampir penuh saja itu jaring!” komentar mereka tak percaya. Jay dan Adri hanya tertawa bangga.

Giliran Yati mencoba peruntungan. Namun, bukannya masuk ke air, kailnya malah nyangkut di baju Reza. Tawa Jay dan Adri pun pecah melihat adegan konyol itu. Reza yang malu malu hanya bisa menahan tawa.. Hingga akhirnya kail pun lepas dari baju reza..

Setelah beberapa jam berlalu dan matahari mulai condong ke barat, Ahmad, Yati, dan Reza ingin mencoba spot "keramat" milik Jay. Dengan hati lapang, Jay dan Adri yang sudah puas dengan hasil tangkapan mereka mempersilakan. “Semoga berhasil ya,” kata Jay sambil berjalan mencari tempat lain, “Penduduknya tinggal keong aja itu!” lanjutnya sambil tertawa puas.

Lalu mereka bertiga membalas perkataan Jay dengan sedikit ancaman. "Awas nanti dirumah,.. Abang bersihkan sendiri ikannya itu". Mereka semua pun tertawa dan membuat Jay salah tingkah.

Setelah waktu sudah benar-benar sore. Mereka berkumpul dan hendak pulang. Namun sebelum itu mereka menunjukkan hasil pancingan masing-masing. Tentu saja.. Ikan milik Jay lebih banyak. Tembus rekor 8kg. Biasanya memancing di kolam pemancingan lele pun tidak sampai 3kg.

"Hari ini. Aku Juara nya.. Hahaha.. Makan enak nih kita.. Yuk beres beres" Kata Jay.

Lalu mereka berjalan menuju sepeda motor mereka. Disana ada beberapa pemancing lain yang juga Hendak pulang. Melihat ikan hasil dari pancingan Jay yang banyak itu, mereka pun bertanya apa resepnya..

Jay hanya berkata. "Aku gak pake resep apa-apa bang. Cuma cacing. Lalu keyakinan dalam diri aja.. Hehe.. " Mereka hanya tersenyum lalu menyalakan motor masing-masing. Selama perjalanan pulang. Yang tadi nya sempat merasa jengkel karena baju mereka terciprat lumpur,, kini mereka pun pulang dengan senyum puas. Lagi.. Jay mengoceh selama perjalanan. Dia mengatakan bahwa sebelum mancing itu ada triknya.

Ahmad bertanya " Apa bang.? " . Triknya cuma duduk manis, sambil ngerokok. Lalu berdo'a.. Semoga ikan ikan yang memakan umpan pancing ini adalah ikan ikan yang sudah lelah hidup sendiri seperti ku ini. Hahaha". Mereka semua tertawa..

Hari itu memang hari yang tak terduga bagi Jay. Dimana dia benar-benar beruntung mendapatkan hasil yang banyak.

Seperti yang sudah diduga, sepulang dari memancing, Jay benar-benar dikerjai. Begitu sampai rumah, adik adiknya dan sepupu nya langsung membersihkan diri dan masuk ke dalam kamar masing-masing.. Sedangkan Reza yang masih merasa sungkan langsung izin pamit pulang pada Jay. Jay yang ditinggalkan sendirian dengan ember penuh ikan mujair dan beberapa ekor lele. Mau tak mau, harus membersihkan satu per satu ikan itu sambil terus membatin, “Beginilah nasib juara mancing.”

Namun, di balik rasa lelah dan bau amis yang menusuk hidung, hari itu adalah salah satu hari terbaik dalam hidup Jay. Bukan hanya karena jumlah ikan yang berhasil ditangkapnya, tapi karena tawa dan kebersamaan yang ia bagi dengan orang-orang terdekatnya. Setelah semua ikan sudah dibersihkan dan digoreng. Adik adik dan sepupu nya itu diam diam mencomot satu persatu ikan yang sudah matang.. Mereka makan sambil tertawa melihat Jay yang sedang sibuk menggoreng ikan di dapur.. Jay hanya bergumam. Dibalik Lelah ku, ada rezeki yang mengalir deras kearahku., . Dan hasil pancingan ini juga bisa kami nikmati bersama. Keluarga yang lain juga mencicipi ikan yang di goreng oleh nya dan memuji nya. Jay hanya tersenyum senang. Hatinya merasa sejuk melihat kebersamaan itu dalam keluarga nya..

setelah semua ikan sudah digoreng. Jay pamit pulang ke kontrakan kecilnya dengan membawa beberapa ekor ikan yang sudah matang untuk lauk dirumah. Sedangkan Reza. Dia sisihkan beberapa ekor biar besok kalo dia datang lagi., bisa menikmati ikan itu juga..

Sungai kecil itu mungkin sudah banyak berubah sekarang. Tapi dalam ingatannya, lekukan air tempat para mujair "menari" itu akan selalu menjadi tempat spesial. Dan Jay? Masih tetap orang yang akan dengan bangga mengatakan:

“Gini kalau mancing… Jangan cuma mandiin cacing!”

TAMAT

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Komedi
Cerpen
Mancing gaya. Ikan Raya
Bang Jay
Komik
Siblings
Anintan Savytri
Flash
WANTO
Mr. Nobody
Flash
Bronze
Nikmati Saja Hidup, Jangan Dilawan
Ari S. Effendy
Komik
Bronze
SMKPreet
lam21 EnT
Komik
Bronze
Personal Inverse
Fahmi Maulana
Cerpen
Bronze
Galon vs Gas Melon
Claire The
Komik
Magang Di Tempat Supervillains
Kyriepoda
Cerpen
Rahmat Anti-Feminis
E. N. Mahera
Komik
Hantu ZamanNow
Naufal ikbar
Cerpen
Bronze
Selebritas RT Sebelas
hidayatullah
Cerpen
7 WAYS TO BE AN IDIOT BOSS
ken fauzy
Cerpen
Bronze
Mata Belo Menyergap di Lampu Merah
Saifoel Hakim
Flash
AROMA
KOJI
Cerpen
Bronze
Burung Merpati Tingting
Andriyana
Rekomendasi
Cerpen
Mancing gaya. Ikan Raya
Bang Jay
Cerpen
Bronze
Mencari Jati Diri
Bang Jay
Cerpen
Bronze
Belukar diladang Hati
Bang Jay
Cerpen
Bronze
Aroma rezeki depan Mesjid
Bang Jay
Novel
Bronze
Warisan Oren
Bang Jay
Novel
Antara mesin produksi dan hati yang remuk
Bang Jay
Cerpen
Bronze
Canda berujung petaka. Malam jum'at kliwon
Bang Jay
Novel
Bronze
Dari Kuli turun ke Hati
Bang Jay
Cerpen
Bronze
Panen Manggis, Nyawa hampir Menangis
Bang Jay