Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Hujan rintik-rintik mengiringi langkah kaki mereka saat turun dari mobil bak terbuka. Dina—kali ini sebagai ketua tim KKN—memandang sekeliling dengan napas berat. Desa Sungai Lamandau berada di tepian sungai besar yang membelah dua kecamatan di Sulawesi Selatan. Airnya keruh kecokelatan, tenang di permukaan, namun dalam dan misterius.
“Serius di sini tempat kita KKN? Kok kayak… sepi banget,” gumam Ari, rekan satu timnya, sambil menggeser tas ranselnya.
Pak Rahmat, kepala desa, menyambut mereka dengan senyum tipis. “Selamat datang. Maaf kalau desa kami sederhana. Tapi selama kalian di sini, tolong patuhi semua aturan yang kami tetapkan, ya.”
Dina mengangguk. “Tentu, Pak. Aturan seperti apa?”
Pak Rahmat tidak langsung menjawab. Ia hanya menunjuk ke arah sungai. “Jangan menyeberang jembatan setelah magrib. Jangan memancing di sungai malam Jumat. Dan… jangan pernah menyebut nama Lamandau dengan nada mengejek.”
Ari tertawa kecil, mengira itu hanya mitos desa. “Kenapa memang, Pak? Nanti disamperin hantu?”
Pandangan tajam Pak Rahmat membuatnya langsung diam. “Anak muda… kalian mungkin belum tahu, tapi sungai ini punya penunggu. Bukan hantu biasa. Dia penjaga air, tapi sudah lama marah karena banyak yang melanggar larangan. Beberapa tahun lalu… tiga orang pemuda hilang di sana.”
Suasana hening. Angin dari arah sungai berhembus dingin, membawa aroma lumpur dan daun basah.
Malam pertama di posko mereka, suasana relatif tenang. Posko itu sebuah rumah panggung kayu di tepi jalan desa, sekitar 200 meter dari jembatan kayu yang ...