Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Bab 1: Logika yang Terluka
Kata orang, jadi pintar itu berkah. Tapi bagi Raka, itu lebih mirip kutukan.
Hari itu, langit SMA Negeri 8 terlihat mendung. Tapi bukan langit yang membuat suasana kelas tegang—melainkan satu pertanyaan yang keluar dari mulut Raka:
“Kalau semua makhluk diciptakan berpasang-pasangan, kenapa ada orang yang memilih sendiri seumur hidupnya?”
Pak Gani, guru agama yang biasanya tenang, tampak menahan napas. Kelas terdiam. Mata teman-temannya menatap Raka seperti menatap makhluk dari planet lain.
“Raka,” suara Pak Gani terdengar berat, “itu bukan untuk dipertanyakan. Itu sudah ketetapan Tuhan.”
Raka tidak marah. Ia hanya menatap lurus, mencoba mengerti. Tapi dalam hatinya, ia tahu: ini bukan tentang benar atau salah. Ini tentang siapa yang berani berpikir di ruang yang tidak mengizinkan berpikir.
Besoknya, namanya ramai di grup WhatsApp wali murid. Ibu Raka dipanggil ke sekolah. Ayahnya diam tak berkata-kata saat makan malam, hanya menatap piring seperti sedang memikirkan cara menyelamatkan nama keluarga.
“Kamu itu harus tahu tempat, Ka,” kata ibunya sambil menahan tangis.
“Ayahmu malu. Katanya anaknya pintar, kok malah melawan guru.”
Raka tertunduk. Bukan karena merasa salah. Tapi karena sadar: orang yang berpikir tidak selalu ditunggu, bahkan oleh keluarganya sendiri.
Malam itu, di kamarnya yang kecil, Raka menatap plafon....