Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Thriller
Luruh dalam Senyap
1
Suka
3
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Di balik jendela yang retak oleh hujan malam, aku duduk terdiam, seolah olah menjadi bagian dari lukisan kelabu. Wajahku setipis kabut pagi, menyingkap rahasia lautan luka yang tak pernah bertepi. jika kau tanya namaku, mungkin sudah tenggelam di antara doa-doanya yang tak kunjung tersampaikan. Pertemuan ini jauh dari rencanaku Tapi mengapa cahayanya memberi sinar kecil di duniaku yang hitam. Dia tidak tinggal dikota yang sama, tetapi kehangatannya sangat bisa ku rasakan. Dari banyaknya yang mengetuk, cahaya itu memiliki tawa paling riang. Hingga aku hdup berdampingan dengannya. Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, yang kini telah menjadi tahun. Walaupun sulit semua berhasil terlewatkan bersama. Terlalu rakus, semakin lama berbagai harapan ini terus berbondong bondong menghampiriku, Sepertinya aku sudah tenggelam dalam lautan dusta ini.

Semua hal terus ku usahakan demi melihat senyum kecilnya yang begitu lucu. Ketika dia menginginkan tubuhku, aku sekuat tenaga melepaskan jiwaku dari tubuhku agar bisa menjadi miliknya, aku merelakan rerantingku patah agar pohonku tetap berdiri dengan gagah. Tiada yang tahu, bahkan dia, badai ini kusimpan tinggal dalam dadaku, agar angin tak menyentuh pipi kekasihku. Hanya aku yang tau, lelaki setenang air di pagi hari itu bisa menancapkan belati tajam di dadaku kapan saja, tetapi semuanya aku biarkan tenggelam bersamaku. Bibir kecilnya tak pernah alpa mengucap janji, janji tentang rumah kecil, tentang aroma kopi di pagi hari, tawa yang akan selalu menyambut, dan aku selalu terjebak dalam janji palsunya. Dia terlalu sibuk mengejar bintang, dia datang dan pergi semaunya karena dia sadar aku akan tetap ada, diam, setia menunggunya datang. Tak ia sadari cahayaku padam dimakan waktu saat cahanya bersinar lebih terang. Aku mengubur semua mimpiku demi memberi ruang bernapas untuknya. Melelahkan, dia hanya melihat bayangan nya sendiri di cermin itu, ketika bayanganku mulai pudar, dia terus menyalahkanku tanpa mencariku. Aku terus terdiam di sudut sangkar kecil itu, tempatku selalu mengurung diriku, terlalu bodoh, aku sangat percaya perkataannya

aku akan terus berjalan denganmu, menggapai mimpi kita bersama, jika tidak denganmu, maka tidak dengan siapapun

Sore itu, daun-daun gugur tanpa isak, Di layar papan tua, kita berhadapan dalam hening yang menusuk. Tak satu pun dari kita yang bicara tentang esok. Yang ada hanyalah tuduhan, ocehan, dan ego yang terus menguasai. Saling menyalahkan tanpa mencari solusi lagi. “Kenapa kamu tidak pernah berusaha mengerti?” Suaranya seakan menggores telingaku. Aku hanya tersenyum tipis dan menjawab

“Mungkinkah karena kamu buta?” Dia memalingkan wajah dan mengangkat tangannya bersiap menamparku

"Kamu perempuan paling gila yang pernah aku temui" Aku tak tahan air mataku terus mengalir, aku terus bertanya tanya dalam hatiku, mengapa??? Kurang apa aku selama ini???

"Aku lelah! Mengapa kamu berubah, Apakah semua yang ku berikan selama ini tidak pernah kau lihat?? Apakah semua tidak berarti apa-apa?? Aku kehilangan sosok lamamu yang menjadi alasan mengapa untuk membuka hati lagi!" Dia meninggalkanku tanpa berkata apapun, dia tidak hanya tidak mendengarku, dia pergi tanpa menenangkan tangisku. Selama ini kita saling memandang tetapi kita tak sadar kita buta. Saling mendengar tetapi sama-sama tuli.

Seminggu berlalu Akhirnya, aku memilih diam karena aku tau dia tidak pernah mencariku lagi. Aku tidak menjelaskan sakitku lagi, dan bagaimana aku ingin diperlakukan. Bukan karena aku berhenti mencinta, tetapi karena aku sadar, cinta yang tak dihargai adalah luka yang membusuk. Aku menyadari semuanya, Rumah terasa sepi, tak ada aroma kopi, tak ada catatan kecil di meja, tak ada tangan lembut yang menghapus dingin malamnya. Aku menangis lagi, tetapi tangis kali ini lebih baik daripada menangis karena terus hidup dengan orang yang tidak mencintaiku. Semua terasa baik-baik saja, aku mencoba ikhlas dengan semua yang tidak bisa ku paksakan. Sampai akhirnya aku melihat dia menggenggam tangan wanita itu, dadaku seperti berhenti berdetak, isak tangisku yang terhening mengikuti sunyi malam. Kepalaku sangat berisik merusak pikiranku

"Apa sebenarnya artiku dalam hidupnya? Mengapa dia membawaku sejauh ini hanya untuk dibuat terluka?, Mengapa wajah seindah senja itu memberikan trauma begitu dalam, Ternyata 2 tahun itu tidak cukup untuk membuatku patah?"

Dia berjalan dengan wanita yang tidak ada disetiap sulitnya kemarin. Hubungan bertahun-tahunku tiada berarti apapun dari wanita yang dia kencani seminggu setelah perdebatan kita.

Di kota lama ini aku melanjutkan hidup yang lebih baik, menjahit mimpiku yang telah kubuang dulu. Tanpa lelaki, tanpa cinta baru. Namun aku mendapatkan kedamaian. Aku sering merindukan sosoknya, membaca kembali puisi-puisi lama yang ia tulis untuku. Aku tidak membenci lelaki itu, aku hanya berusaha membalut lukaku sendiri yang telah dia tanam. Aku sudah selesai memperjuangkan sesuatu yang tidak pernah diperjuangkan bersama. Kadang, di taman sunyi, aku melihat pasangan muda tertawa lepas. Ada keinginan halus tumbuh untuk percaya cinta lagi. Namun bayangan masa lalu terlalu pekat, dan terus menjadi bayangan menyakitkan. Bukan patah, tetapi sedang belajar untuk tidak lagi memberi seluruh jiwa kepada hati yang belum siap menerima.

Dia tinggal di kota baru, melanjutkan hidupnya dan merayakan cinta barunya tanpa pernah melirik sedikitpun perempuan yang telah ia hancurkan hidupnya, sialnya tiada kata maaf yang pernah terucap dari mulutnya. Dia menghilang seperti ditelan bumi, dia menghapus semua akses denganku, dia merasa bisa membuangku sesuka hatinya. Aku belajar menerima semuanya, melewati badainya walaupun disertai tangisan-tangisan yang menjadi hiasan disetiap tidurku. Semua memang tidak pernah aku rencanakan, tetapi ini semua adalah hadiah dari Tuhan. Aku berharga, dan aku tidak pantas untuk lelaki yang tidak melihat betapa berharganya aku.

Satu bulan tidak terasa, setelah berpisah dengannya aku mulai menemukan jati diriku. Aku sudah sembuh dari semua lukaku, dan hidup lebih bahagia dari yang lalu. Malam itu, aku pulang. Bukan ke rumah lama, tetapi ke kamar kecilku yang sunyi, temaram, sepi, penuh sisa-sisa harapan yang terkubur. Aku mengeluarkan ponselku yang terus bergetar, melihat layar ponsel itu terpapar pesan yang belum kubaca

"Tidak bisakah kita kembali seperti dulu? Beri aku kesempatan, aku akan berubah.”

Aku hanya tersenyum kecil, tanpa membalas satu kata pun. Aku meletakkan ponsel diatas meja kayu yang bersandar di tepi pintu. Hujan terus menetes, seperti abadi menyaksikan akhir yang tak usai. Terasa hampa, tapi duniaku telah berubah, dari tempat hangat yang pernah tinggal menjadi relung sunyi yang menolak untuk diisi kembali. Aku duduk terdiam Dibalik riuhnya hujan, suara kecilku mengucap,

"Daripada kembali bersamamu, aku lebih tertarik kau hancur dengan pilihanmu."

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Thriller
Cerpen
Luruh dalam Senyap
Yana Safitri
Novel
Bronze
Krisis Moral
Dodi Spur
Novel
CLASS OF LIE
Yoo Kyung Official
Flash
Jangan Dekati Mia, Nanti Bisa Mati
Ratifa Mazari
Novel
Bayangan Matahari
Steffi Adelin
Novel
SASAR
ALDEVOUT
Novel
Sang Jurnalis
Molena Banana
Novel
Bayangan di Negeri Musuh: Kisah Nyata Agen Bayangan
Lestiyani
Skrip Film
Bayang Keadilan
Christian Kojoh
Novel
DNA
Hana Humaira
Cerpen
Empat Air Mata yang Jatuh Bersama Gerimis
Fazil Abdullah
Novel
Bronze
Bunga Darah di Malam Anyir
Wirdatun Nafi'ah
Novel
Ny. Prasangka
IyoniAe
Skrip Film
Tinta Darah
Risna Pramesti
Novel
Gold
Into the Water
Noura Publishing
Rekomendasi
Cerpen
Luruh dalam Senyap
Yana Safitri