Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Komedi
Lunch Break
1
Suka
17
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

"Say."

"Apah ?"

"Pengen peluk cium."

"Cuma dua itu ?"

"Peluk cium plus plus dong, hihi." Pas banget nih. Kuliah hari ini udah selesai, deadline tugas masih nanti malam, perut belum bunyi. Bisa lah 'mainan' bentar.

"Kakanda, aku pakai dia ya." 'Suara' Eva terdengar di pikiranku. Terdengar, atau terbesit ? Entahlah istilahnya apa. Yang jelas, alat perekam suara seperti apapun tidak akan bisa mendengarkan apa yang baru saja Eva katakan.

"Dia siapa ?" Samar-samar dari kejauhan, adzan dhuhur sudah berkumandang. Adzan yang tidak hanya mengisi masjid namun juga mengosongkan ruang kuliah. Ramai-ramai mereka memenuhi koridor dan ruang program studi, ada yang terlihat mengembalikan box peralatan ruangan, ada yang sibuk mengumpulkan berkas, ada yang sibuk mengantre di depan ruangan dosen.

"Itu tuh, yang pakai kerudung pink." Aku keluar dari ruanganku untuk melihat hiruk-pikuk ruangan prodi. Barisan mahasiswa & mahasiswi yang mengantre memberikanku jalan lewat. Kutundukkan kepalaku sebagai tanda apresiasi pada mereka yang cukup sopan....namun sebenarnya karena aroma keringat dan parfum mereka yang saling berlomba untuk membuatku mual.

"Oh, Mbak Sabrina." Sekilas aku melihat mahasiswi yang diincar Eva, ia sedang duduk di sudut ruangan sambil ber-selfie ria dengan HP-nya yang 'wah'. Dia biasanya selalu berjalan keliling dengan sobat karibnya, mungkin dia duduk untuk menunggu temannya selesai dengan...entahlah urusan apa yang ia lakukan dengan Yanto, admin program studi.

"Pakbro, lagi pada antre sembako kah ? Aku juga mau." Kataku pada Yanto. Tangannya sibuk memilah-milah sertifikat yang dicari oleh si mahasiswa, di saat yang bersamaan menunggu dokumen yang sedang dicetak pada printer, dan juga menunggu layar loading di monitor selesai bergerak.

"Mumet ndase bosskuuuu...." Jawabnya. Dia tidak menghiraukan kehadiranku sama sekali, karena beberapa detik setelah aku mendatangi meja admin, 3 mahasiswa lain datang dengan permintaan yang sama padanya. Aku mengambil spot di sudut ruang admin yang masih tersisa, sedikit lagi aku berdesak-desakan di antara lautan manusia ini, mungkin aku akan dirawat di rumah sakit karena sesak napas.

Bisikan dari Eva tidak lagi terdengar, sepertinya ia juga sudah bergerak. Sekilas kucuri pandang ke arah Sabrina. Wajahnya putihnya bersinar, badannya tinggi seperti atlet basket, dan setelah pandanganku perlahan bergerak ke bawah....Uhuyy, Merapi dan Merbabu sangat indah ya. Jempolnya masih sibuk menggeser-geserkan layar smartphone miliknya sebelum sebuah sengatan listrik yang tidak terlihat memberinya efek kejut, membuatnya terdiam dan tertunduk lesu selama beberapa saat.

Dia mulai beraksi.

Dan benar saja, tidak lama kemudian, sebuah pesan WA masuk ke HPku. Pesan dari 'Sabrina FST-19', bertuliskan 'Ngobrolnya di luar aja, Kakanda. Di sini malesin banget'

"Aku cari makan dulu, Pakbro. Nek menyerah lambaikan tangan ke kamera." Kataku sambil menepuk punggung Yanto dengan keras.

"Saya menyerah, komandaaaan...." Yanto langsung melambaikan tangannya sepersekian detik setelah aku selesai berbicara, mengundang tawa para mahasiswa yang ada di ruangan.

Di tengah-tengah keriuhan itu, 'Sabrina' tanpa disadari sudah tidak ada di kursinya tadi, siluet samar dari dalam pintu kaca memperlihatkan kerudung merahnya ada di luar ruangan.

"Main dimana nih, hihihi..." Sabrina berkata sambil cekikikan, tangannya mencoba memegang tanganku dengan erat sebelum kucegah.

"Ngawurr, masih banyak orang ini lho."

"Terus dimana dong...." Kata Sabrina, menjejak-jejakkan kakinya ke lantai berulang kali seperti anak kecil yang sedang tantrum. Getaran dari kakinya juga menggetarkan ia hingga ke atas, ke suatu bagian yang umumnya agak menonjol pada seorang wanita, memantulkannya ke atas dan ke bawah. Konektor masker maksudnya. Hayo, kalian mikir apa ?

"Di lantai 4 deket perpus kan ada gudang tuh, yang biasanya dipakai tiduran sama rokokan staf-staf kita. Gara-gara kuncinya rusak, jadi pada pindah markas, takut ketahuan sama atasan." Kataku.

Entah karena kami sudah biasa melakukannya, atau karena kami sudah memiliki hubungan batin, atau pada dasarnya kami bakat menjadi maling, aku dan 'Sabrina' langsung mengambil jalan yang berbeda: aku naik melalui tangga darurat, dia menaiki lift. Lantai 4 ini terhitung sunyi dan sepi dari mahasiswa, dan karena drama kunci gudang tadi, staf pun tidak mendekatinya. Cocok untuk.....belajar dengan fokus. Ditambah, pas sekali kondisinya, tidak ada satupun orang yang ada di lantai 4, bahkan petugas perpustakaan pun sudah turun untuk istirahat.

Aku masuk lebih dulu ke dalam gudang target, mencari spot yang cocok di antara kardus-kardus dan peralatan kebersihan yang disimpan di sana. Dan tidak lama kemudian, masuklah seseorang yang langsung menutup pintu masuk gudang.

"Mbok ya kita kapan-kapan nyewa kamar hotel aja sih, Kakanda." Katanya dengan suara alto milik Sabrina.

"Udah deh, ndak usah protes. Kayak gaji dosen ratusan juta aja. Yuk..." Aku langsung menariknya ke dalam dekapanku, sweater tebalnya menggesek kulit lenganku. Sekilas kuraba bagian punggung dan pinggangnya....otot yang terlatih dengan konstan itu terasa lebih keras daripada botol tupperware yang ada di dalam tas kecil Sabrina. Agak minder sih, ototku yang tidak pernah digunakan ini kalah jauh, lembek seperti seonggok daging kurban.

"Nakal deh ih....Aaaa-" 'Sabrina' berkata dengan nada yang menggoda, terpotong olehku yang menariknya hingga jatuh menimpa badan kecilku. Kegelapan ruang gudang tidak menghalangiku untuk memperhatikan wajahnya yang mulus dan mengkilat....membuatku gelap mata dan langsung menyergap wajah cantik itu dengan bibir dan jari jemariku.

"Kakanda diem aja di bawah ya...." Dia mendorongku dan memaksaku untuk terdiam di bawah, menantikan kenikmatan yang akan dihantarkan dengan instan olehnya dari atas. Lenggak-lenggok pinggulnya mulai beraksi, adik kembarku yang berada di bawah didorong kesana kemari oleh kedua pahanya yang terlapisi oleh celana jeans. Eva bersiap untuk memulai hidangan pembuka berikutnya, ia mulai melepaskan sweater yang dikenakan Sabrina, memperlihatkan badannya yang kali ini hanya tertutupi oleh bra dan kaos tipis transparan. Secara efektif, memperlihatkan 80 % dari dirinya. Namun...

'Lho, kok tutupan ?'

'Iya nih, katanya kuncinya rusak'

'Berarti udah dibenerin ?'

Kasak kusuk tiga atau lebih orang di luar pintu membuat kami terdiam. Posisi Eva kali ini menimpaku sepenuhnya, membuat nafasku kembali terhambat, tadi karena minim oksigen, sekarang karena penyempitan bronkus.

"Kakanda bilangnya ga ada orang ?" Bisik Eva di telingaku, pipinya yang sedikit berminyak mengelus wajahku.

"Iya beneran." Aku meletakkan jari telunjukku di bibirnya, memberi tanda untuk tidak membuat suara. Keringat nafsu berubah menjadi keringat dingin. Tamatlah riwayatku di kampus ini apabila ada yang menemukanku sedang bermaksiat ria dengan mahasiswa.

'Kalau orang yayasan udah tahu ruangan ini, wah ya fix pindah tempat....' Kasak-kusuk itu perlahan menghilang, posisi badanku tidak bergerak bahkan satu sentipun sebelum kesunyian betul-betul telah kembali.

"Kayaknya udah ilang ya ?" Tanya Eva.

"Iya ilang." Jawabku, mengambil nafas sedalam-dalamnya setelah Eva kembali dalam posisi duduk. Setelah aku mengatur nafas dan ia mengatur posisi kembali, ternyata ada yang hilang juga selain staf yang tadi sempat akan masuk gudang.

"Yaaah, Kakanda, kok kempes sih ?" Eva mengomentari suatu hal yang tadinya ia duduki dan permainkan.

"Gimana lagi, namanya juga lagi takut." Jawabku, tidak mau mengakui sepenuhnya kekalahan mini ini. Kan malu.

"Sini-sini aku bikin berdiri lagi...." Eva kembali melanjutkan membuka kaos tipisnya dan juga seluruh kain eksternal yang menempel pada dirinya kecuali yang membatasi gerbang pamungkas menuju kenikmatan. Pemandangan dari film-film yang umumnya diberi kode nuklir, saat ini tepat berada di depanku. Tidak butuh waktu lama, adik kembarku kembali terbangun dari alam mimpi.

"Mau servis dulu atau langsung isi bensin, Kakanda ?" Aku rasa aku tidak perlu menjelaskan maksud dari apa yang ia katakan. Eva lalu kembali menindihku, mencium dan mencumbu setiap jengkal area yang ada pada badanku. Mulai dari atas....turun ke leher....turun ke dada....dan lalu....

'CEKREK !' Pintu gudang kali ini langsung terbuka. Sial. Yang tadi balik lagi kah ? Atau ada orang yayasan ingin survei ruangan ? Atau ada angin kenceng ? Atau ada serangan fajar ? Atau ada....entah lah. Pikiranku tiba-tiba dihujani oleh sekian banyak musibah yang akan terjadi padaku ketika mereka melihat Sabrina berada di atasku. Kami dan pintu hanya terpisahkan oleh setumpuk kardus kertas HVS yang disusun tinggi, dengan angle yang cocok, terbongkarlah perbuatan bejat kami.

"Ayo dong, sayang...." Kata seorang lelaki.

"Ga mauu... Aku belum siap, yang." Kata seorang perempuan.

"Tenang aja ay, aku udah bawa pengaman kok." Jawab lelaki itu.

"Enggaak....nggak di sini." Si perempuan menolak dan mencoba melepaskan tangan lelakinya. 'Eva. SOS. Darurat ini.' Kukirimkan, ah iya, itu dia istilah yang tepat, telepati pada Eva. Entah apa yang ingin ia lakukan, pokoknya segera selesaikan.

'Siap Bapak.' Jawab Eva, memberikan salam hormat dengan tangan Sabrina padaku. Dengan jentikan jarinya, suara dua insan mahasiswa yang masih berselisih itu seketika terdiam.

"Sekarang aman...." "Kita emang ndak ditakdirkan buat mesum di siang hari ini." Kataku, membetulkan posisi pakaianku dan membersihkan sebagian debu-debu yang menempel.

Sudahlah, lebih baik aku kembali bekerja.

"Tandanya disuruh tobat, Kakanda. Hihihi." Eva lalu mengambil pakaiannya dan memakainya kembali dengan benar, mengembalikan penampilannya seperti sedia kala...minus keringat nafsu yang sudah terlanjur keluar dan celana yang sedikit basah. Kulihat dua orang membeku seakan waktu berhenti untuk mereka.

"Ternyata si Galih berani juga ya sampai level ini, di kelas kayaknya dia yang tipe malu-malu gitu." Mereka yang mengganggu sesi cintaku ini ternyata juga mahasiswa kampus ini. Mahasiswa yang pagi tadi mengikuti kuliahku, malah. Tas milik mereka berdua dijatuhkan ke lantai, untuk persiapan sesi mesum mereka, mungkin. Dari tas kecil yang kuasumsikan milik Galih, HPnya menampilkan notifikasi dari banyak pesan yang belum terbaca. Salah satu pengirim pesan itu adalah 'sbrn'.

"Aku tau Kakanda mikirin apa...." Kata Eva, selesai merapikan kerudungnya. Eva lalu mengarahkan jarinya pada Galih dan mengarahkan jari itu pada HP miliknya yang kulihat. Tidak lama kemudian, Galih dengan ekspresi datar membuka kunci layar dengan sidik jarinya dan menyerahkan HP itu padaku.

"Busetttt..... Liat ini deh." Aku yang membuka pesan dari 'sbrn' langsung takjub. Terdapat banyak sekali foto 'PAP' dari wanita yang baru saja akan kunodai, dikirimkan langsung oleh pemiliknya. Tidak hanya satu dua. Tidak hanya yang berpakaian. Tidak hanya dari satu sudut. Tidak hanya foto statis. Beberapa video durasi lebih dari 3 menit menyelip di antaranya.

"Ternyata sebelum aku rasukin, ini anak lagi ngirim foto selfie-nya ke cowok ini ? Waah... Anak jaman sekarang hebat-hebat ya Kakanda, hihihi." Kata Eva, memverifikasinya dengan membuka HP milik Sabrina.

'Ada transferan nih !' Kata-kata notifikasi dari sebuah aplikasi mobile banking pada HP Sabrina berbunyi dengan keras. Verifikasi tadi menghasilkan verifikasi yang lain: sebuah transfer uang senilai 5 juta rupiah yang masuk dari seorang 'Galih Adrian'. Kenyataan telah terbuka, terdapat orang yang lebih mesum dariku.

"Padahal kalau kuliah pada nggak pernah paham, tapi ternyata yang dipelajari dari dosennya malah yang di luar kuliah....Hadeh." Kataku, menghela nafas.

"Habis ini Kakanda mau laporin mereka berdua, kah ?" Tanya Eva. Kami berdua melihat sepasang mahasiswa yang masih terdiam ini.

"Nggak lah...." Jawabku. "Paling mereka berdua juga bentar lagi putus. Diforward aja tuh foto-foto sama videonya Sabrina ke pacar aslinya ini."

"Itu sih lebih jahat lagi daripada ngelaporin." Komentar Eva. "Tapi...yaa....kalau mainnya kejauhan memang bahaya sih."

"Dah lah, yuk keluar aja. Kamu balikin Sabrina ke posisinya tadi, aku mau beli makan siang." Kataku. "Gandengan sampai lift ya. Boleh ya, boleh ya ?" Kata Eva, nada suara Sabrina yang rendah dipaksa menjadi centil.

"Yoooh. Sekalian aja kita nikah habis ini." Kataku agak sinis.

"Hihihihi, jangan ding, gaji Kakanda sebulan cuma cukup skin care Sabrina, itu pun cuma wajah sebelah kanan." Kata Eva, menjulurkan lidahnya.

"Wooo, tak cubit ya kamu kalau nakal...."

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Komedi
Cerpen
Lunch Break
razorstfx
Flash
Bronze
Antagonis Menggugat
hidayatullah
Cerpen
Bronze
SURAT BUAT JEANY
Ranang Aji SP
Cerpen
Pulang
hyu
Flash
Bronze
Nikmati Saja Hidup, Jangan Dilawan
Ari S. Effendy
Flash
Tawa Tiwi
Binar N
Cerpen
KEKACAUAN DI PESTA ULANG TAHUN
Penulis N
Cerpen
DENDAM ARJUNA
Darryllah Itoe
Cerpen
Bronze
FLAMBOYAN 21
Sartika Chaidir
Komik
Creamy & Rem
Ictos Gold
Cerpen
Bronze
Mampir ke New York
Darryllah Itoe
Flash
Yolo
nirjana
Cerpen
Bronze
Selebritas RT Sebelas
hidayatullah
Cerpen
Culture Shock! (Karna beda tetangga, beda pula aturan mainnya)
Estria Solihatun N
Cerpen
STORY OF KUNENG
I | N
Rekomendasi
Cerpen
Lunch Break
razorstfx
Cerpen
Usual Day in the Office
razorstfx