Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Drama
Luna
2
Suka
38
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Ada orang yang datang ke hidupmu tanpa suara, tapi menetap lama di kepala. Bagi Arka, orang itu bernama Luna.

Pertama kali ia melihat Luna adalah di kampus, di antara riuh mahasiswa, tumpukan agenda, dan hari-hari yang berjalan biasa saja. Luna adalah adik tingkatnya, hadir tanpa mencoba menarik perhatian. Namun entah mengapa, Arka mengingatnya. Terlalu jelas untuk seseorang yang baru pertama kali ditemui.

Tak lama kemudian, mereka dipertemukan oleh organisasi yang sama. Arka berdiri sebagai ketua umum, dengan tanggung jawab dan jarak yang seharusnya ia jaga. Sementara Luna datang sebagai anggota baru, dengan tatapan ragu dan semangat yang belum sepenuhnya matang. Di ruang rapat itu, Arka mulai memahami satu hal sederhana: ia tidak hanya mengenal nama Luna, ia mulai memperhatikannya.

Arka tidak langsung jatuh cinta. Ia hanya mendapati dirinya mengingat Luna lebih sering dari yang seharusnya. Cara Luna mendengarkan saat rapat, caranya mencatat dengan rapi, dan caranya berbicara pelan namun selalu jelas. Dari banyak wajah yang datang dan pergi di organisasi itu, Luna adalah satu-satunya yang diam-diam menetap di ingatan Arka.

Sebagai ketua umum, Arka tahu batas. Ia memilih jalur aman, mendekat dari jauh. Lewat teman-temannya, ia mencari tahu tentang Luna: kesehariannya, kebiasaannya, hal-hal kecil yang membuatnya tersenyum. Hingga suatu hari, ia mendapat kabar yang membuat langkahnya terhenti. Luna telah memiliki seorang kekasih.

Sejak itu, Arka mencoba meredam perasaannya sendiri. Ia meyakinkan dirinya bahwa kagum tidak selalu harus menjadi milik. Bahwa sebagai senior, mundur adalah pilihan paling dewasa. Ia kembali sibuk dengan rapat, agenda organisasi, dan tanggung jawab yang menumpuk, berharap perasaannya ikut lelah.

Namun hidup tidak selalu berjalan sesuai rencana. Tanpa peringatan, Luna mengirim pesan lebih dulu. Bercerita tentang organisasi, tentang dirinya yang masih merasa asing, tentang lelah yang tak tahu harus diceritakan ke siapa. Pesan sederhana itu mengguncang ketenangan Arka yang ia bangun dengan susah payah.

Sejak malam itu, percakapan mereka berlanjut. Awalnya seperlunya, lalu menjadi kebiasaan. Arka mulai menunggu notifikasi dari Luna, mulai mencari-cari alasan untuk tetap terhubung. Ia tahu Luna memiliki kekasih, tapi untuk pertama kalinya, Arka memilih untuk tidak terlalu memikirkan itu. Yang ia tahu, Luna nyaman bercerita padanya dan itu sudah cukup untuk membuatnya bertahan.

Di beberapa acara organisasi, Arka mulai memberi perhatian kecil yang tak pernah ia rencanakan. Ia memakaikan jaket saat hujan turun tiba-tiba, menyodorkan botol minum ketika Luna terlihat kelelahan, memastikan Luna pulang dengan aman setelah kegiatan berakhir. Semua ia lakukan seolah wajar, seolah hanya bentuk kepedulian seorang ketua kepada anggotanya.

Namun orang-orang di sekitar mulai merasa ada yang berbeda. Tatapan yang tertahan lebih lama, bisik-bisik kecil di sela acara, pertanyaan yang tak pernah benar-benar diucapkan. Arka menyadarinya, tapi memilih mengabaikan. Ia tahu apa yang ia lakukan melewati batas tipis, namun ia juga tahu, perhatiannya pada Luna sudah terlanjur tumbuh.

Hari-hari berlalu, dan chat mereka semakin intens. Tentang kampus, tentang mimpi, tentang hal-hal kecil yang terasa besar saat dibicarakan berdua. Arka semakin ingin dekat, semakin berharap, meski ia sadar ia sedang berdiri di tempat yang salah.

Tak butuh waktu lama sampai semuanya menjadi rumit.

Kekasih Luna mulai menyadari perubahan-perubahan kecil yang tak lagi bisa disembunyikan. Waktu balas pesan Luna yang semakin lama. Perhatiannya yang terbagi. Nama Arka yang sesekali muncul dalam cerita-cerita sederhana yang seharusnya tak berarti apa-apa. Dari hal-hal kecil itu, kecurigaan tumbuh pelan, lalu menjadi keberanian untuk bertanya.

Konflik pun tak terhindarkan. Pesan-pesan bernada tegas mulai sampai ke Arka. Pertanyaan tentang batas, tentang peran, tentang sejauh apa ia merasa berhak hadir di hidup Luna. Arka membalas seperlunya, berusaha tenang, meski ia tahu ia sedang berdiri di posisi yang sulit dibenarkan.

Situasi semakin menekan ketika Luna berada di tengah-tengah. Ia mencoba menjelaskan, menenangkan, menyatukan dua arah yang berlawanan. Namun semakin ia berusaha, semakin jelas bahwa ada perasaan yang tak lagi bisa dipisahkan dari logika. Arka melihat itu, melihat Luna lelah, melihat dirinya sendiri menjadi salah satu penyebabnya.

Di satu sisi, Arka ingin bertahan. Ia merasa telah sejauh ini berjalan, telah terlalu banyak memberi waktu dan perhatian. Di sisi lain, ia sadar bahwa apa pun yang ia perjuangkan tidak akan pernah utuh. Ia tidak benar-benar memiliki Luna, dan kehadirannya hanya memperpanjang konflik yang tak seharusnya ada.

Pada titik itu, Arka akhirnya mengerti. Ia sedang berjuang untuk sesuatu yang sejak awal bukan miliknya.

Waktu berjalan, dan perasaan Arka pun lelah. Ia mulai bertanya pada dirinya sendiri, untuk apa bertahan jika ia hanya menjadi pilihan kedua? Untuk apa berharap jika kehadirannya hanya menambah masalah? Semua usahanya terasa sia-sia, seperti berlari di tempat yang sama tanpa pernah benar-benar sampai.

Pada akhirnya, Arka memilih menjauh. Ia membalas pesan Luna seperlunya, lalu perlahan menghilang. Ia memaksa dirinya menempatkan perasaan itu kembali ke posisi paling aman, sebatas ketua dan anggota, tak lebih. Bukan karena perasaannya hilang, tapi karena ia tahu, mencintai juga berarti berhenti ketika harus.

Kini, setiap kali Arka melihat Luna di kampus, ia hanya tersenyum kecil. Tak ada lagi percakapan panjang, tak ada lagi pesan larut malam. Yang tersisa hanyalah rasa kagum yang ia simpan sendiri, tentang seseorang yang pernah membuatnya lupa batas, dan tentang dirinya yang akhirnya belajar melepaskan.

Tahun-tahun berlalu tanpa kabar. Arka dan Luna benar-benar menjadi dua nama yang hidup di garis waktu berbeda. Tidak ada lagi sapaan, tidak ada lagi pertemuan yang disengaja. Arka mengira semuanya telah selesai, tersimpan rapi di masa lalu.

Hingga suatu malam, Luna hadir dalam mimpinya.

Tak ada percakapan panjang di sana. Hanya tatapan singkat, senyum tipis, dan rasa hangat yang membuat Arka terbangun dengan dada yang tiba-tiba sesak. Refleks, tangannya meraih ponsel. Ia membuka Instagram, sebuah kebiasaan lama yang seharusnya sudah ia tinggalkan.

Ia mencari nama Luna.

Foto terbaru muncul di layar. Luna masih bersama kekasihnya. Senyum yang sama, bahagia yang utuh, hidup yang berjalan tanpa Arka di dalamnya. Arka menatap layar cukup lama, lalu menghela napas pelan. Tidak ada rasa marah, tidak juga kecewa. Hanya sebuah kesadaran yang datang terlambat, namun akhirnya utuh.

Mungkin mimpi itu bukan ajakan untuk kembali. Mungkin Luna hadir hanya sebagai isyarat, bahwa tidak semua yang pernah berarti harus terus diperjuangkan. Bahwa ada perasaan yang cukup dikenang, tanpa harus dihidupkan kembali.

Arka menutup ponselnya.

Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, Arka benar-benar berhenti mencari.

Luna tetap menjadi bulan di ingatannya, indah, tenang, dan tak pernah benar-benar bisa digapai. Ia tidak lagi hadir sebagai keinginan, hanya sebagai kenangan yang sesekali singgah tanpa permisi.

Arka melanjutkan hidupnya, dengan perasaan yang telah ia kembalikan ke tempat semestinya. Ia mengerti sekarang: tidak semua pertemuan diciptakan untuk dimiliki, dan tidak semua rasa harus dimenangkan.

Sebagian memang ditakdirkan selesai tanpa akhir yang dipilih, cukup pernah ada, lalu dilepaskan dengan tenang.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Drama
Novel
Gold
Friends with Bittersweet Love
Falcon Publishing
Novel
Bitterness
Arsya
Skrip Film
ANAK KAKI MERAPI
SUNARDIAN WIRODONO
Flash
Bronze
Musik hits 2000 an
sk_26
Cerpen
Bronze
Biarkan Aku Pulang
Vitri Dwi Mantik
Cerpen
Luna
Neil E. Fratér
Novel
30 Day's for Love
Ayuningsih
Novel
Moon On The Water
rayba lonehuman
Novel
Gold
Bringing Up Bebe
Bentang Pustaka
Novel
Bronze
Elegi 98
Sarwono
Skrip Film
April Fools
jenkyjen
Flash
Dua Wajah
Febianty N
Flash
Bukan yang Terbaik
Rilaiqaza
Novel
Gold
Rafilus
Noura Publishing
Novel
Feeling: Isekai Ajinomoto
Hypnogurls
Rekomendasi
Cerpen
Luna
Neil E. Fratér
Flash
Kemerdekaan di Tanah Rantau
Neil E. Fratér
Novel
Ken Hartigan
Neil E. Fratér
Flash
Bapak Usahain
Neil E. Fratér
Flash
Sementara Pulang
Neil E. Fratér
Flash
Arah Tujuan Mana Yang Ingin Diraih?
Neil E. Fratér
Flash
Pundak Yang Di Pilih
Neil E. Fratér
Flash
Ulang Tahun di Kilometer 130
Neil E. Fratér
Flash
Dari Sini, Semua Terlihat Sibuk
Neil E. Fratér