Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Perempuan itu menyandarkan tubuhnya lunglai. Tangannya bertumpu pada kusen jendela tempat ia saban hari menatap ke kejauhan yang entah. Terik dan dingin tak dihiraunya. Ia seolah mati rasa. Bahkan ia telah lupa bagaimana nikmatnya merindu. Lelaki yang selama ini mengajarinya tentang rindu, kini juga telah mengajarinya tentang hampa.
"Berhenti menyalahkan takdir!" Ayahnya menasehati.
Ia tidak tahu harus menyalahkan siapa selain takdir. Dirinya? Atau lelaki brengsek itu? Bukankah mereka mengawali rasa yang dikira cinta itu dengan indah? Dengan kesepakatan bersama dan dengan untaian janji-janji? Mereka bersepakat mewujudkan semuanya. Dan ijab qabul di pagi gerimis itu menjadi bukti.
"Ia tak pantas untukmu."
"Air matamu terlalu berharga untuk kau habiskan d...