Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Di sebuah ruangan terjejer ratusan buku yang tersusun rapi, dengan cahaya lampu kuning remang-remang menjadi kesyahduan tersendiri bagi siapapun yang menghuni ruangan itu. Asap rokok mulai berterbangan. Seorang pria muda yang konon katanya seorang penulis cerpen populer di beberapa media masa sedang termenung murung memikirkan sesuatu, tergambar kegelisahan pada wajahya. Pria muda kembali menghisap rokok dan menghembuskan asapnya ke langit-langit. Pria muda menghela nafas panjang melepas kegelisahan yang sejak tadi membelenggu diri. Dia dengan tajam menatap lembaran kertas kosong yang terletak tepat di atas meja. Tak lama kemudian pria muda mulai menulis sesuatu.
***
Cinta memang membutuhkan takdir untuk menyatukannya. Aku sungguh percaya. Gadis itu sebut saja Linda dia adalah wanita pertama yang bisa membuat dada ini bergetar. Saat itu aku tidak tahu apa itu cinta. Jangankan cinta, nafsu, seks dan hal-hal dewasa lainya sama sekali tak kumengerti. Tahu apa anak sebelas tahun.
Jujur saja aku pun tak menyangka bisa melihat wanita itu kembali. Sepuluh tahun lalu aku mendengar kabar bahwa dia pindah ke luar kota karena pekerjaan sang ayah. Untuk anak sebelas tahun aku tidak bisa berbuat apa-apa selain pasrah menerima kenyataan. Tapi garis takdir memang tidak ada yang tahu, aku kembali dipertemukan dengannya di sebuah acara seminar perkuliahan. Pandangan pertama sejak sepuluh tahun digelapkan dunia, tak perlu waktu lama aku bisa langsung menyadari bahwa itu Linda. Dia tak berubah sama sekali. Kulitnya yang putih, rambut terurai panjang, bola mata yang bulat besar dengan tatapan manis yang membuat lelaki mana pun bisa salah tingkah jika dilihatnya.
Aku mencintai satu wanita dengan dua cara yang sama, cinta pandangan pertama.
Setalah berpisah sepuluh tahun, tentu saja aku sudah melupakannya. Bahkan beberapa kali hati ini sudah pindah haluan, mencintai wanita lain. Aku pikir ini hal yang wajar. Petualangan cintaku dimulai saat aku duduk di bangku SMA, aku berpacaran dengan Anita seorang primadona SMA yang menjadi rebutan, bahkan oleh anak sekolah lain. Ketika menjadi mahasiswa baru aku mulai berpacaran dengan wanita bernama Sintia anak seorang dokter ternama di Jakarta. Ada juga beberapa wanita yang sebetulnya tidak terlalu penting aku sebutkan, karena hubunganku dengan mereka tidak berjalan lama bahkan ada yang hanya hitungan hari. Semuanya kandas dengan berbagai macam persoalan.
Linda dia wanita yang sempurna, dia begitu istimewa. Aku pikir, aku bukan satu-satunya laki-laki yang berpikir demikian. Dia seperti mutiara di antara bebatuan, begitu mencolok dibandingkan wanita di sekitarnya. Ketika pertemuan pertama, setelah berpisah bertahun-tahun aku tak membuang kesempatan ini dan langsung saja menyapa dan menghamirinya.
Berbeda dengan aku yang langsung mengenali, Linda merasa asing bahkan terlihat menatapku dengan tatapan aneh penuh tanda tanya, mungkin dia mengira aku orang sok asyik atau bahkan dia mengira aku seorang penjahat kelamin yang sedang mencari mangsa. Ah.... Biarlah, Itu tidak penting
"Iya kak, apakah kita pernah bertemu?" mendengar pertanyaan itu, aku berpura-pura bahwa ini adalah pertemuan pertama kita. Tak heran jika Linda tak mengenali, sudah banyak perubahan terhadapku, dari tinggi badan pun aku sudah berbeda jauh dibandingkan dulu. Saat usia sebelas tahun Linda lebih tinggi dariku sedangkan saat ini jika aku berdiri berhadapan dengannya tinggi dia hanya sejajar dengan dadaku.
Aku memperkenalkan diri tanpa menceritakan tentang kenangan masa kecil, ya meskipun aku ceritakan sekalipum aku tak begitu yakin dia akan mengingat itu semua. Toh dulu kami pun tak begitu dekat, aku hanya seorang anak pendiam yang kurang bersosialisasi, pertemuan kami pun jarang terjadi karna kami memang berbeda kelas, lebih tepatnya dia adik kelasku. Kami berdua berbincang bermacam topik , dari obrolan itulah aku mengetahui ternyata Linda satu almamater denganku. Linda mengambil jurusan ilmu hukum. Sekarang aku yakin bahwa semua ini merupakan suratan indah tuhan yang mungkin setiap huruf yang ditulis akan menjadikan warna baru dalam hidupku.
Pertemuan yang aku yakini merupakan sebuah garis takdir yang baik tak aku sia-siakan begitu saja. Aku meminta agar Linda bersedia bertukar kontak denganku, dari pertukaran itulah aku mulai akrab dan bahkan beberapa kali kami menyempatkan waktu untuk bertemu. Ya... Meskipun semuanya aku yang mengusulkan dengan alasan seperti ingin tahu tentang hukum atau ingin mendiskusikan sesuatu. Tentu saja itu cuman kebohongan yang aku bualkan. Sebenarnya aku tak peduli dengan topik pembicaraan, tujuan utamaku hanya ingin bertemu dengan gadis bernama Linda itu, melihat matanya yang indah, bibirnya yang bergerak teratur ketika berbicara atau wangi khas tubuhnya. Setidaknya hanya itu yang bisa aku gambarkan, keindahan sesungguhnya tak bisa aku rangkai dengan kata-kata.
Hari demi hari, waktu demi waktu aku merasa hubungan kami mulai terasa lebih dekat. Sebenarnya aku berpikir mungkin dia memang lupa dengan diriku dimasa lalu atau bahkan sebetulnya sejak dulu dia sama sekali tidak mengenaliku. Hanya aku sendiri yang kenal dan mengagumi dia. Cinta yang tak terbalaskan. Sungguh tragis. Tapi saat ini aku sudah tak peduli lagi, bagiku Linda tataplah Linda dan perasaanku pun tetap seperti dulu. Perasaan yang menggetarkan jiwa. Jadi meskipun dia tak tahu bahwa aku pernah menjadi bagian dari hidupnya atau minimal seperti karakter pelengkap tokoh utama dari suatu film, aku tak peduli. Yang terpenting untuk saat ini aku bisa bertemu kembali dan akan menulis kisah baru yang lebih indah dari sepuluh tahun lalu. Setidaknya itu yang aku harapkan.
Tujuh bulan berlalu sejak pertemuan itu, kami semakin mengenali satu sama lain. Perasaanku pun semakin lama semakin menjadi-jadi. Sudahku pastikan bahwa Linda adalah wanita yang memang seharusnya aku miliki, wajah jelita, indah tutur kata atau pemikiran yang seluas cakrawala merupakan bagian dari dirinya. Aku semakin yakin bawah Linda adalah yang terbaik dari jutaan wanita di dunia ini. Terlebih dia bisa memahamiku baik secara rasional atau emosional, memang sudah seharusnya aku segera mengungkapkan perasaan ini.
Tibalah pada suatu waktu. Tatkala senja melukis indah langit yang ke jingga-jinggan di bawah pohon rindang di pinggir danau. Aku dan Linda, hanya ada kami berdua, menatap pantulan senja di atas hamparan air tawar, tanpa aku sadari tiba-tiba saja mulutku menyeletuk
“Aku suka kamu Lin. Sejak dulu.” Mendengar itu Linda menatapku dengan tajam. Kami saling berpandangan, detak jantungku semakin lama semakin kencang. Satu kata pun tak keluar dari mulut Linda. Melihat tatapannya yang tajam aku tak kuasa menahan dan mengalihkan pandanganku ke arah danau. Akankah dunia ini hancur kembali, akankah dia pergi untuk kedua kali? Aku tenggelam dalam monolog batin yang rumit. Sampai kedua pipiku disentuh oleh tangan yang rasanya begitu lembut. Aku tersentak, tersadar kembali. Kulihat Linda sudah terduduk tepat di hadapanku tanganya menarik wajahku, bibirnya semakin mendekat pada bibirku. Mendekat... Mendekat... Terus mendekat.. Sam...
***
“KRING” gawai pria muda bergetar. Dengan sigap tangannya langsung menyambar gawai itu, terlihat dia membuka pesan dari seseorang. Mimik wajah tegang tergambar begitu jelas. Pria muda membuka pesan yang di terima.
“Kamu adalah pria yang baik, tapi maaf aku tak bisa menjadi kekasihmu. Hatiku sudah dimiliki lelaki lain”
Untuk seperkian detik dunia seakan berhenti. Sunyi. Suara detak jam pun menghilang entah ke mana. Rokok kembali dihisap sedalam mungkin dan dihembuskan begitu saja ke arah langit-langit. Sambil tersenyum pria muda itu menghela nafas, terdengar begitu berat. Ia berdiri, berniat melangkah pergi. Satu langkah dari meja tempatnya menulis tadi, dia berhenti. Lalu berbalik badan dan mengambil kertas yang ditulisnya tadi, sambil berjalan keluar dia merobek kertas itu dan membuangnya ke tempat sampah seraya berkata
“Cinta tak seindah cerita fiksi”.