Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerpen
Aksi
LANGIT KEDUA
1
Suka
37
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Nama ku Revan, siswa SMA biasa yang hidup di kota yang sama sekali tak istimewa. Aku bukan siapa-siapa

— bukan murid populer, bukan jenius, bahkan bukan orang yang sering diperhatikan. Tapi malam itu, semua berubah… saat langit runtuh di hadapanku.

Aku baru pulang dari toko buku ketika kilat biru membelah langit. Seketika waktu berhenti. Mobil yang sedang melaju diam di udara, daun berhenti jatuh, dan suara kota menghilang. Hanya ada satu cahaya kecil di depan mataku — berbentuk seperti bulu bercahaya.

Saat aku menyentuhnya, bumi di bawah kakiku pecah, dan seluruh dunia seperti ditarik menjauh.

Aku terbangun di tempat asing. Langit berwarna ungu pucat, dan dua bulan menggantung berdampingan. Di bawahnya, hamparan padang pasir putih yang berkilau seperti kaca. “Ini… di mana?” bisikku.

Suara lembut dari seseorang menjawab

“Selamat datang di Altare, dunia yang dilupakan.”

Sosok perempuan berdiri tak jauh dariku. Rambutnya panjang keperakan, matanya bersinar seperti bintang. Ia mengenakan jubah biru dan membawa tongkat kristal. “Namaku Seren. Aku penjaga gerbang antara dunia.”

Aku menatapnya bingung. “Apa ini mimpi?”

Seren tersenyum. “Bagimu mungkin. Tapi bagi kami, kau adalah utusan yang telah dinubuatkan. Kau dipanggil ke sini karena bulu cahaya memilihmu.”

Aku menatap tanganku — bulu itu masih ada, bersinar lembut.

“Tapi aku cuma orang biasa,” kataku yang lemah.

Seren memandang jauh ke langit. “Di dunia kami, bahkan orang biasa bisa menulis ulang takdir.”

Aku pun bingung, karena tidak mengerti apa yang dimaksudnya

---

Seren membawaku ke sebuah kota yang indah dan cerah bernama Elarion — kota yang berdiri di atas tebing kristal. Bangunannya berlapis batu putih dan tembaga, penuh jendela bercahaya. Di kejauhan, naga-naga terbang melingkari menara tinggi, dan orang-orang berjalan dengan jubah panjang serta kristal di dada mereka.

“Di sini, sihir adalah bagian dari hidup,” kata Seren. “Dan kau, Revan, telah dipanggil oleh Arkiv Lumina, inti dunia ini yang mulai padam.”

Awalnya aku mengira ia hanya bercanda dan

Aku hampir tertawa. “Jadi, dunia ini bakal kiamat kalau aku gak bantu, gitu?”

Seren hanya menatapku, serius. “Ya.”

Sejak hari itu aku berlatih. Di bawah bimbingan Seren, aku belajar mengendalikan cahaya dari bulu itu. Saat aku fokus, cahaya itu berubah menjadi senjata

— pedang bercahaya yang tak terbuat dari logam, tapi dari kemauan. Seren menyebutnya Lumen Blade.

Aku sangat kagum melihat pedang yang bercahaya tersebut

Tapi dunia Altare tak seindah yang kulihat. Di luar kota, kegelapan mulai menelan daratan. Bayangan hidup — makhluk yang disebut Umbra — keluar dari tanah, memakan cahaya apa pun yang mereka temui. Mereka muncul dari retakan besar di utara, dari tempat bernama Gerbang Hitam.

Seren percaya hanya aku yang bisa menutupnya.

"Ak-a-aku??, mengapa kamu mempercayai ku?"kata aku

"Aku tahu kau mempunyai kemampuan yang luar biasa,jadi aku harus mempercayai mu"

"Orang aneh......"jawabku

---

Perjalanan kami dimulai. Kami melewati padang kabut, menyeberangi sungai berwarna perak,emas, dan melewati reruntuhan kota yang dulu menjadi pusat peradaban Altare. Di sana, aku bertemu berbagai penghuni aneh — roh yang berbicara lewat nyanyian, batu yang bisa berjalan, dan seekor naga kecil bernama Ari yang malah terus mengikutiku.

“Kau lucu juga,” kataku saat Ari tidur di bahuku.

Seren tertawa kecil. “Dia suka padamu. Naga kecil hanya menempel pada jiwa yang tulus.”

Aku menoleh, merasa malu. “Jadi maksudmu aku... tulus?”

“Tidak. Kau polos,” jawabnya cepat, membuatku kesal.

Malam itu, kami berkemah di reruntuhan menara tua. Angin membawa suara samar — seperti tangisan.

“Tahukah kau, Revan,” kata Seren sambil menatap api, “dunia ini dulu terhubung dengan dunia manusia. Tapi ketika manusia berhenti percaya pada cahaya, gerbang itu tertutup. Kini hanya sisa-sisa harapan yang menghubungkan dua langit.”

Aku terdiam. “Jadi aku... datang karena dunia ini masih punya harapan padaku?”

“Bukan hanya padamu. Pada keberanian yang terlupakan di dalam hatimu.”

---

Beberapa hari kemudian, kami tiba di Gerbang Hitam — lembah luas dengan pusaran bayangan di tengahnya. Langit di atasnya berputar seperti tinta hitam cair yang bergelombang. Umbra muncul tanpa henti, bergerak seperti kabut hidup.

Seren berdiri di sampingku. “Kalau kau jatuh di sini, dunia ini benar-benar harus berakhir.”

Aku menggenggam pedang cahaya itu. “Kau percaya aku bisa, kan....?”

“Percaya? Tidak. Aku tahu kau bisa,” jawabnya tenang.

Pertempuran pun dimulai. Umbra menyerang dari segala arah, membanjiri tanah seperti gelombang. Aku berlari, menebas, menghindar. Setiap tebasan meninggalkan cahaya yang membakar bayangan. Tapi semakin lama, mereka semakin banyak. Tenagaku hampir habis, sampai tiba-tiba Ari, naga kecil itu, terbang ke udara dan berubah menjadi naga besar bercahaya putih.

“Dia... berevolusi?”

Seren tersenyum. “Dia hanya menunjukkan wujud aslinya saat pemiliknya siap.”

Aku naik ke punggung Ari, dan bersama kami menembus pusaran gelap itu. Di dalamnya, kulihat sesuatu — bayangan raksasa dengan mata merah menyala. Suara bergemuruh di pikiranku.

“Manusia... kalian selalu datang dan pergi. Cahaya kalian hanya sementara Hahahahaha.”

Aku mengangkat pedangku. “Tapi setiap cahaya, sekecil apa pun, akan meninggalkan jejak di gelapmu,HILANGLAH!!.”

Dengan teriakan terakhir, aku menancapkan Lumen Blade ke jantung bayangan itu. Ledakan cahaya menelan segalanya.

---

Ketika aku sadar, langit Altare kembali biru dan cerah. Dua bulan bersinar lembut, dan Gerbang Hitam menghilang. Seren berdiri di sampingku, menatap langit dengan tenang.

“Kau berhasil,” katanya.

Aku tersenyum lemah. “Jadi… aku boleh pulang sekarang,kan?”

Ia menatapku. “Gerbang antar dunia hanya terbuka sekali. Kalau kau kembali, kau tak akan bisa datang lagi.”

Aku terdiam. “Tapi dunia ini sudah aman....,Apa yang perlu dikhawatirkan lagi?.”

Seren menggeleng. “Dunia ini akan selalu butuh penjaga. Dan dunia asalmu akan terus berputar tanpamu,Jika kau pergi maka dunia ini akan dihancurkan kembali,hanya kau satu satunya yang bisa menyelamatkan dunia ini.”

Aku memandangi tanganku, yang kini mulai memudar seperti cahaya. Aku menatap Seren. “Kalau begitu... biarkan aku tinggal di sini akan aku jaga dunia ini sampai titik darah terakhir ku.”

Seren tersenyum samar. “Kau benar-benar bodoh. Tapi bodoh yang berani,Aku bangga dengan mu.....”

Langit berwarna keemasan, dan bulu cahaya itu kembali terbang ke udara — kali ini berpadu dengan sayap Ari di langit.

Sejak hari itu, orang-orang Altare mengenal legenda baru tentang Manusia dari Langit Kedua, penjaga cahaya terakhir yang datang dari dunia yang nyaris dilupakan.

Dan di suatu tempat di bawah dua bulan itu, aku masih hidup

— bukan lagi sebagai Revan si siswa biasa, tapi sebagai penjaga antara dua langit.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Aksi
Cerpen
LANGIT KEDUA
jefelyn tio
Flash
Bronze
Revenge
FS Author
Cerpen
Bronze
VIP Rank Party wo Ridatsu shita Ore wa
Mochammad Ikhsan Maulana
Flash
Kicau
Seto Yuma
Cerpen
Bronze
Bayang
Ron Nee Soo
Skrip Film
Cinta yang Keparat
Yudhi Herwibowo
Flash
Penyihir dan Pangeran yang Dikutuk
Lukitokarya
Flash
Bronze
Desa Naga
Silvarani
Flash
Adzan Maghrib
Mahmud
Flash
Jati Diri
Diyanti Rita
Cerpen
Bronze
Samurai Inosuke
Nuel Lubis
Flash
Arah Tujuan Mana Yang Ingin Diraih?
Neil E. Fratér
Skrip Film
Script Film : Al Kahfi Land - Siasat
indra wibawa
Flash
CECAK DI ATAS NASI
Januard Benedictus
Cerpen
Bronze
Aiden: Pandeka Withernsea
Mila Phewhe
Rekomendasi
Cerpen
LANGIT KEDUA
jefelyn tio