Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Malam itu, seperti malam-malam sebelumnya, lampu jalan di ujung gang tetap menyala, memberi sedikit penerangan di tengah kesunyian. Namun, ada sesuatu yang berbeda malam itu. Di bawah cahaya kunir yang redup, sepasang mata terlihat menatap dari balik bayangan, tak pernah lelah meski waktu terus berjalan.
Lina duduk di bangku taman dekat lampu itu. Rambutnya tergerai, sesekali ditiup angin yang sejuk, membawa aroma tanah basah setelah hujan ringan. Matanya tidak berpindah dari jalanan yang kosong, namun sepertinya ia tak benar-benar melihat apapun. Pikirannya terjebak pada kenangan yang tak pernah bisa dilupakan.
Setiap malam, dia kembali ke tempat ini, tempat pertama kali ia bertemu dengan Adi. Sebuah pertemuan yang tidak sengaja, namun mengubah segalanya. Mereka berbicara di bawah lampu jalan ini, berbagi tawa dan cerita, hingga akhirnya cinta tumbuh tanpa mereka sadari. Namun, itu semua sudah menjadi kenangan. Adi telah pergi, meninggalkan Lina dengan rasa yang tak bisa dimengerti.
Seiring berjalannya waktu, Lina sering datang ke sini, bukan untuk menunggu Adi kembali, tetapi untuk merasakan kehadirannya dalam setiap detil malam yang ada. Ia merasa seperti lampu jalan itu—selalu ada, tetap menyala, tapi sepi. Hanya kenangan yang setia menemani.
Malam itu, seperti biasa, ia duduk, menunggu sesuatu yang tak pasti. Mungkin keajaiban, atau mungkin hanya sebuah alasan untuk tetap bertahan. Dalam keheningan, suara langkah kaki terdengar mendekat. Lina mengangkat wajahnya, menoleh perlahan, berharap itu adalah Adi. Tapi tidak. Seorang pemuda dengan jaket biru tua dan tas hitam melintas begitu saja, tidak menyadari kehadirannya.
"Apakah kamu masih menunggunya?" sebuah suara tiba-tiba terdengar dari belakangnya.
Lina terkejut. Ia menoleh dan melihat seorang wanita tua berdiri di dekat pagar taman, memandangnya dengan mata yang penuh pengertian.
"Menunggunya?" Lina terdiam sejenak, lalu mengangguk pelan. "Entahlah. Mungkin. Tapi aku tidak tahu apa yang kutunggu lagi."
Wanita tua itu tersenyum lemah, mendekat, lalu duduk di samping Lina. "Terkadang, kita tidak tahu apa yang kita cari. Tapi yang jelas, waktu akan tetap berjalan. Seperti lampu jalan ini, meski malam datang dan pergi, ia tetap menyala. Begitu juga dengan hati. Ia tak akan pernah lelah, meski kadang terluka."
Lina memandang wanita itu, merasakan sesuatu yang menenangkan dari kata-katanya. Seperti ada kedamaian yang perlahan datang, mengusir kekosongan yang telah lama mengisi hati Lina.
"Apakah kamu juga pernah merasakan kehilangan?" tanya Lina, suara seraknya hampir hilang tertelan angin malam.
Wanita tua itu mengangguk, matanya penuh kenangan. "Setiap orang pernah merasakannya. Tapi ingatlah, kita tidak sendirian. Cinta tidak pernah benar-benar pergi. Ia hanya bersembunyi dala...