Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
PECAHAN GELAS DAN RASA YANG TUMPAH
Kedai Likecoffee, sore hujan yang malas pulang
Kedai itu bernama Likecoffee—satu kata, tanpa spasi, seperti cinta yang tidak pernah sempat dijelaskan. Di luar, hujan turun seperti seseorang yang mencoba menghapus jejak, tapi malah membasahi luka yang tak ingin dibuka. Di dalam, aroma kayu manis dan kopi hitam memenuhi udara, bercampur dengan gema musik jazz pelan dari pengeras suara langit-langit yang menggantung malas.
Langit sore itu kusam, jendela-jendela berkabut, dan sofa beludru tua di pojok ruangan tampak lebih puitis daripada pengunjungnya. Meja-meja terbuat dari kayu jati dengan goresan waktu, dinding bata ekspos dihiasi foto-foto analog yang membingkai fragmen masa lalu: sepeda ontel, stasiun tua, dan potret anak-anak yang tertawa.
Dimitri, pemilik kedai, berdiri di belakang bar. Pria jangkung berambut gondrong yang selalu mengenakan apron denim, dan sorot mata yang tahu banyak hal tapi memilih diam. Ia sedang meracik kopi dengan tangan tenang seperti penyair yang menyusun rima terakhir.
Di sudut kedai, Johanes duduk diam. Pria berusia 30 tahun itu mengenakan jaket abu-abu yang basah di ujung lengan. Mata cekungnya menyiratkan kurang tidur, pipi tertutup jenggot tipis, dan jari-jarinya menggenggam pena di atas buku catatan lusuh. Di depannya, secangkir kopi hitam tak lagi hangat, seperti kenangan yang sudah tidak ingin dihangatkan ulang.
Seminggu lalu, kekasihnya meninggalkan dia untuk pria yang lebih kaya dan lebih tampan. Ia tidak menyalahkan siapa pun, hanya tak habis pikir bagaimana seseora...